Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Prof Hasbullah Thabrany menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 2024 tentang Kesehatan yang baru saja disahkan, khususnya tentang Pengamanan Zat Adiktif dapat efektif tekan perokok muda.
Ia menyebut, pemerintah daerah (pemda) harus pro akif agar implementasi aturan ini tepat sasaran.
Baca juga: Pemerintah Atur Pembatasan Iklan Rokok dalam PP Kesehatan, Berikut Rinciannya
“Pemda harus berani mengendalikan. Jualan rokok ketengan itu wewenang pemda, kalau industri pasti ikut. Pasang iklan atau jualan di zonasi 200 meter dari sekolah itu peran pemda besar,” kata dia saat ditemui di Westin Hotel Jakarta, Sabtu (3/8/2024).
Dengan aturan yang ketat dibawah wewenang pemda, ia punya harapan bahwa angka perokok muda bisa ditekan.
“Juga peran orang tua harus mendidik anak, edukasi rokok itu berbahaya bagi kesehatan. Insya Allah bisa turunkan asal peraturan ini dijalankan. Ada dasar melalui perda-perda,” harap Prof Hasbullah.
Lebih lanjut, pihaknya mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah menandatangani PP Kesehatan ini, meski disadari sulit diimplementasikan lantaran ada intervensi dan tekanan yang luar biasa oleh industri rokok dan pendukungnya.
“Namun dengan segala keterbatasan di PP ini, kami mendorong Pak Presiden Jokowi maupun Presiden Terpilih Pak Prabowo dan jajarannya agar PP Nomor 28 Tahun 2024 segera dilaksanakan. Kami siap membantu proses sosialisasi untuk memastikan masyarakat memahami haknya atas perlindungan kesehatan,” tambahnya.
Baca juga: Kemenkes: Jualan Rokok Eceran Dilarang Bertujuan Untuk Lindungi Anak-anak dan Remaja
Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menyebutkan 34,5 persen dari seluruh penduduk Indonesia adalah perokok, dengan penambahan jumlah perokok dewasa 8,8 juta orang dalam sepuluh tahun terakhir dan peningkatan konsumsi rokok elektronik 10 kali dalam satu dekade, serta prevalensi perokok laki-laki yang masih menempati posisi tertinggi di dunia. Di sisi lain, perokok usia pelajar 10- 18 tahun sebesar 7,4 persen (Survei Kesehatan Indonesia, 2023) yang terancam perkembangan otaknya akibat adiksi nikotin.
Sementara itu, penyakit tidak menular mematikan seperti stroke, penyakit jantung, dan kanker paru dengan faktor risiko utama merokok terus meningkat, dan menempati jantung, dan kanker paru dengan faktor risiko utama merokok terus meningkat, dan menempati posisi-posisi teratas klaim jaminan kesehatan BPJS.
Ditambah dampak lain, seperti sulitnya pengentasan kemiskinan dan penurunan prevalensi stunting yang salah satunya juga dipicu oleh konsumsi rokok.
Adapun pengaturan Pengamanan Zat Adiktif pada pasal 429 - 463, berisikan poin-poin
yang secara garis besar berisi peraturan tentang rokok elektronik, larangan zat tambahan, peraturan pengemasan, peraturan peredaran/penjualan, desain dan informasi pada kemasan, peringatan kesehatan untuk rokok elektronik dan produk tembakau, Kawasan Tanpa Rokok, serta pengaturan iklan, promosi, dan sponsor.