PKMK bertujuan menyelamatkan jiwa pasien serta mengurangi potensi terjadinya stunting.
Kepala Pusat Penyakit Langka RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, dr Damayanti Rusli Sjarif menjelaskan, pasien penyakit langka di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan.
"Apalagi biaya penanganan penyakit langka relatif mahal, padahal terdapat beberapa penyakit langka yang dapat diobati dengan PKMK ini," katanya.
"Biaya yang diperlukan untuk PKMK ini bisa mencapai Rp 4 hingga 5 juta per pasien per bulan sehingga perlu dukungan agar pasien penyakit langka bisa hidup menjadi SDM yang berkualitas dan bebas malnutrisi atau stunting," ujar Damayanti.
Damayanti berharap langkah pemerintah yang telah menyertakan pengobatan PKMK sebagai salah satu obat yang diikutsertakan dalam Formularium Nasional dapat membantu pengobatan penderita penyakit langka dan mengurangi kejadian stunting di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Eva Susanti mengungkapkan bahwa 50 persen penyandang penyakit langka adalah anak-anak, namun hanya 5 persen obat-obatan untuk penyakit langka tersedia.
Eva menyebut, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ini, tetapi masih diperlukan penguatan surveilans, deteksi dini, dan tata laksana yang tepat untuk setiap kasus.
Untuk diketahui, penyakit langka adalah penyakit yang mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup dengan prevalensi yang rendah, sekitar 1 dari 2.000 populasi.
Sebagian besar atau 80 persen kasus penyakit langka disebabkan oleh kelainan genetik, dengan 30 persen kasus berakhir pada kematian sebelum usia 5 tahun.
Beberapa penyakit langka yang ada di Indonesia di antaranya adalah Mukopolisakaridosis (MPS) tipe II atau sindrom Hunter dengan angka kejadian 1 dari 162.000, Maple Syrup Urine Diseases (MSUD) dengan angka kejadian 1 dari 180.000 kelahiran hidup, dan Glucose-galactose malabsorption syndrome yang jumlah pasiennya hanya sekitar 100 orang di seluruh dunia.