Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu Panca Rini
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Ilmu Rekayasa Proses Pengemasan Pangan Institut Pertanian Bogor(IPB), Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.T.P., DEA menyebutkan sejauh ini belum ada studi yang membuktikan bahwa kandungan BPA (Bisphenol-A) yang terkandung dalam AMDK (Air Minum dalam Kemasan) dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
Baca juga: Pengusaha Isi Ulang Air Galon di Samarinda Ditemukan Tewas dalam Ruko Miliknya
“Penelitian terbaru yang dilakukan peneliti ITB justru tidak menemukan BPA di galon air minum dari empat merk yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Hasilnya tidak terdeteksi melalui alat yang paling sensitif sekalipun,” papar dia dalam siaran pers yang diterima Selasa (19/11/2024).
Ia menuturkan, dari hasil penelitian menunjukkan kandungan BPA di galon air minum sudah hampir tidak ada lagi, dan yang tersisa pun tidak mudah luruh.
Potensi luruh hanya terjadi pada kondisi yang sangat ekstrim, misalnya, jika dipanaskan dalam suhu lebih dari 250 derajat Celcius. AMDK dalam proses produksinya tidak mengalami pemanasan.
Walaupun terpapar matahari pada proses distribusi, itupun dengan suhu di bawah 50 derajat Celcius. Oleh karena itu, risiko migrasi BPA ke air minum dari kemasannya akan sangat kecil.
“Masyarakat tidak perlu khawatir dengan risiko paparan BPA pada kemasan galon berbahan polikarbonat. Apabila sudah mendapat izin edar BPOM, maka itu menjadi jaminan bahwa produk tersebut aman dikonsumsi,” ujar Nugraha.
Baca juga: Pedagang Angkringan Tak Lapor Polisi usai Tahu Ada Pembunuhan Bos Air Galon, Statusnya Masih Saksi
Salah satu tudingan BPA mengganggu kesehatan karena dianggap bisa menyebabkan infertilitas, gangguan hormon, memicu kolesterol serta kanker.
Sementara itu Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan dari Tzu Chi Hospital dr. Ervan Surya, Spog menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada studi ilmiah yang konklusif mengenai pengaruh luruhan BPA terhadap infertilitas.
Bahkan berdasarkan hasil studi yang beliau temukan, tidak ada korelasi antara BPA dengan gangguan kesuburan. “Infertilitas dapat terjadi karena pengaruh gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, dan olahraga yang terlalu berat. Merokok sudah jelas-jelas terbukti sebagai salah satu penyebab gangguan kesuburan, namun sepertinya masyarakat tidak khawatir akan hal ini, malah cenderung panik dengan isu lain yang belum terbukti kebenaran fakta ilmiahnya, contohnya BPA ini,” tambah Ervan.
Baca juga: Warga Terpaksa Mandi Air Galon
Dijelaskan pada kesempatan yang berbeda oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam Ahli Endokrin-Metabolik Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono Sp.PD-KEMD, BPA menyebabkan diabetes atau kanker juga belum terbukti dalam penelitian ilmiah pada manusia.
"Yang ada hanya penelitian di laboratorium dengan hewan,” terangnya.
Ditegaskan oleh Aswin, isu bahwa BPA menyebabkan diabetes, kolesterol tinggi, kanker, infertilitas dan lain-lain, adalah mitos yang menyesatkan.
"Tidak ada satupun dari penyakit ini yang disebabkan oleh BPA. Penyebab diabetes bukanlah BPA, melainkan penurunan produksi insulin akibat gaya hidup yang kurang baik, dan usia. Demikian pula dengan kanker, infertilitas, obesitas, dan berbagai penyakit degeneratif lainnya,” tegasnya.
Tubuh manusia juga memiliki kemampuan untuk memetabolisme berbagai zat kimia termasuk BPA. BPA yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh, akan dibuang dan tidak akan terakumulasi di dalam tubuh.
“Hati atau liver bisa memecah rantai BPA, kemudian BPA akan dibuang melalui saluran pencernaan lewat BAB. Ada sebagian yang masuk ke ginjal, dan akan dibuang melalui urin,” jelas Aswin.
Di Indonesia, pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menetapkan regulasi ambang batas aman migrasi BPA, yaitu maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg).
Baca juga: Sukses Digelar di Dukuh Kalimundu Yogya, Ngayogjazz 2024 Masuk Kalender Event Kharisma Nusantara
Ketika sebuah produk telah beredar di pasaran, artinya produk tersebut telah mendapatkan izin dan mematuhi regulasi pemerintah yang berlaku, sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Sekalipun benar terjadi luruhan BPA pada air minum dalam kemasan galon polikarbonat, dapat dipastikan angkanya akan sangat kecil dan jauh dibawah ambang batas yang telah ditetapkan oleh BPOM.
“Butuh 10.000 liter air dalam sekali minum untuk bisa mendapatkan kadar BPA yang melebihi ambang batas aman. Itu kan hal yang mustahil,” ujar Aswin.
Aswin menambahkan bahwa air minum yang dikemas dalam galon polikarbonat adalah produk yang sudah dikonsumsi lintas zaman selama bertahun-tahun.
Tidak ada bukti kuat selama ini yang menunjukkan adanya risiko bagi kesehatan masyarakat. Diketahui, misinformasi terkait masalah kesehatan yang disebabkan oleh BPA yang terkandung dalam AMDK masih terus beredar di masyarakat.
BPA sendiri adalah bahan baku pembuatan jenis plastik polikarbonat dan epoksi. Karena manfaatnya, BPA tidak hanya dipakai pada kemasan air minum, namun juga banyak ditemukan pada barang-barang lain.
Baca juga: Mahasiswa ITB Diduga Lompat dari Apartemen di Jatinangor, Polisi Cari Motif
Selain kemasan pangan, BPA juga dipergunakan untuk thermal paper pada kertas ATM/struk belanja, CD, peralatan olahraga, hingga peralatan medis seperti selang kateter dan tambalan gigi.
Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap BPA, termasuk jenis-jenis plastik yang digunakan sebagai bahan kemasan pangan membuat misinformasi menjadi semakin mudah tersebar dan menimbulkan pemahaman yang salah.
Baca juga: Konflik Israel-Hamas Menyebar, Utusan Perdamaian PBB: Timur Tengah di Persimpangan Jalan yang Suram
“Bisa terjadi kebingungan, kegagalan, kebodohan, sampai konflik sosial. Jangan mudah termakan oleh isu beredar yang belum bisa dipercaya kebenarannya. Ada banyak cara untuk melakukan cek fakta,” tegas Pengamat Sosial, Universitas Indonesia menjelaskan DR. Devie Rahmawati, M.Hum.