Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Spesialis Kardiovaskular Dr. Arto Yuwono Soeroto menyebut selain kebiasaan merokok, paparan polusi udara juga menjadi penyebab utama Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
PPOK memiliki gejala saluran pernapasan yang menetap seperti batuk berdahak, sesak nafas, memiliki keluhan yang menetap.
Gejala pernapasan tersebut bersifat menetap dan progresif yang disebabkan karena adanya kerusakan saluran napas pada gelembung alveolus atau kantung udara kecil di dalam paru-paru yang menjadi tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida.
Kerusakan tersebut disebabkan oleh pajanan dengan gas atau partikel berbahaya seperti merokok dan polusi.
Ia menyebut, polusi udara yang kian hari makin buruk di kota-kota besar tidak bisa dihindari.
“Polusi udara suatu hal yang sulit untuk dihindari tetapi bisa diupayakan untuk mencegah PPOK. Polusi udara adalah salah satu pemain utama PPOK, di samping rokok. Sedapat mungkin, hindari polusi udara ini,” kata dia dalam press briefing di Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Salah satu hal yang bisa diupayakan meminimalisir polusi udara adalah melakukan mitigasi di rumah atau ruangan indoor.
Memastikan udara di dalam rumah bersirkulasi dengan baik melalui ventilasi rumah atau menggunakan air purifier.
“Di berbagai negara di Afrika misalnya ada polusi udara di indoor. Ketika mereka memasak dengan kayu bakar itu biomassa. Itu faktor risiko utamanya justru menjadi polusi udara indoor, bukan rokok,” jelas dokter Arto.
PPOK bukan penyakit menular, PPOK dapat diobati, sehingga tatalaksananya lebih diupayakan pada pencegahan perburukan gejala maupun fungsi paru.
PPOK disebabkan karena adanya korelasi erat antara paparan partikel atau gas berbahaya yang signifikan dan meningkatnya respons utama pada saluran napas dan jaringan paru.
Partikel gas berbahaya utama tersebut adalah asap rokok. Ada juga partikel lain seperti polusi bahan kimia di tempat kerja, dan asap dapur.