News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Blusukan ke Magelang, Komunitas Kandang Kebo Singkap Tabir Misteri Danau Purba Borobudur

Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Para peserta blusukan Komunitas Kandang Kebo berfoto bersama di Candi Mendut, Magelang, Minggu (17/12/2023).

Laporan wartawan Tribunnews.com, Febri P

TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG – Komunitas Kandang Kebo menggelar acara blusukan sejarah di area bekas danau purba Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (17/12/2023).

Dalam acara itu, pakar geologi dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Yogyakarta, Dr. Ir. Helmy Murwanto, M.Si., hadir sebagai narasumber.

Tribunnews.com berkesempatan menghadiri blusukan itu bersama peserta lainnya yang berjumlah sekitar 60 orang.

Pertama-tama, Helmy mengajak peserta menyambangi jejak sungai purba yang berada tak jauh dari Dam Nayo di Mungkid, Magelang.

Helmy—pakar dengan segudang pengalaman itu—menunjukkan boulder atau batu-batu besar berjenis batuan beku yang terbawa oleh aliran sungai purba dari Gunung Merapi hingga ke danau purba.

“Salah satu data bahwa sungai ini dulu sering sebagai jalur aliran lahar, di belakang kita itu ada batu-batu besar itu,” kata Helmy sambil menunjuk batu besar berwarna hitam.

“Alur-alur sungai yang menuju barat daya dari Merapi ke danau tertahan oleh Pegunungan Menoreh.”

Helmy menyebut Pegunungan Menoreh dulu adalah gunung berapi yang lebih tua daripada Merapi.

Adapun sungai purba itu, kata Helmy, dulu menjadi salah satu sungai yang membangun danau purba Borobudur. Meski kini sungai tersebut telah mati ditelan zaman, jejaknya masih cukup jelas terlihat.

Kemudian, peserta dibawa ke suatu titik di tepi Sungai Elo untuk melihat kelanjutan jejak sungai purba.

Helmy menyebut sungai purba itu terpotong oleh aliran Sungai Elo. Buktinya ada sejumlah batuan beku berwarna hitam yang terlihat di tepi Elo.

“Dinding-dinding sungai di belakang kita itu, yang banyak batuan beku yang dari Gunung Merapi, yang banyak hanya di daerah ini,” kata dia.

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke tempuran atau pertemuan antara Sungai Elo dan Sungai Progo. Di tempuran itu terdapat tempat yang disebut sebagai Taman Batu.

Sembari dikelilingi peserta, Helmi duduk di atas kursi lipat dan dengan bersemangat menjelaskan bahwa tempuran itu adalah muara danau purba Borobudur.

Bekas muara sungai purba di tempat pertemuan antara Sungai Elo dan Sungai Progo, Magelang, Minggu, (17/12/2023)

Helmi menjelaskan seluk beluk danau itu, dari unsur pembangunnya hingga penyusutan danau itu menjadi rawa-rawa.

Berbeda dengan narasi yang beredar, Helmi mengatakan Candi Borobudur tidak dibangun di tengah-tengah danau layaknya bunga teratai di dengah kolam.

Menurut dia, candi bercorak Buddha itu dibangun di semenanjung yang berada di pinggir danau. Kala itu danau purba telah menyusut dan menjadi rawa-rawa.

Baca juga: Akan Jadi Energi Baru Indonesia, Pemasangan Chattra Borobudur Diharapkan Segera Terwujud

Selanjutnya, penjelajahan dilanjutkan ke area bawah jembatan di Sungai Sileng.

“Ini (Sungai Sileng) hulunya dari Menoreh, bukan dari Merapi yang sekarang,” ujarnya.

Di sana Helmi menunjukkan lempung hitam yang dulunya adalah endapan danau purba. Saat itu para peserta, baik sadar ataupun tidak sadar, sedang berada di dasar danau purba.

Para peserta acara blusukan Komunitas Kandang Kebo berada di Sungai Sileng yang dulu menjadi dasar danau purba Borobudur.

Selepas itu, peserta berkunjung ke Balkondes Giritengah guna rehat sejenak dan menikmati santapan makan siang. Di sana peserta juga bercengkerama agar makin akrab.

Abi (25), peserta asal Bekasi, Jawa Barat, mengaku sangat antusias mengikuti acara blusukan itu.

Pemuda jangkung itu sempat menginap semalam di markas Kandang Kebo yang beralamat di Dusun Ngaliyan, Desa Wedomartani, Kapanewon Ngemplak, Sleman.

Dia turut mengikuti acara sarasehan bertema "Danau Purba Borobudur dan Perjalanan Peradabannya" di markas Kandang Kebo yang diselenggarakan sehari sebelum acara blusukan.

Dalam sarasehan itu turut hadir Helmy bersama dengan Yenny Supandi, S.Si., M.A. dari Museum Cagar Budaya (MCB) sebagai narasumber.

“Saya suka yang terkait sejarah, khususnya di Jawa. Kita bisa tahu banyak dari sejarah, apalagi yang terkait alam gitu,” kata Abi kepada Tribunnews.com.

Abi mengaku tidak mengajak teman alias hanya sendirian melawat ke Sleman dan Magelang guna mengikuti acara.

Baca juga: Perhutani dan BPOB Sinergi Kembangkan Wisata Menoreh View Borobudur

Adapun Deni Indianto (42), peserta asal Mojokerto, Jawa Timur, turut serta mengajak anak dan istrinya blusukan bersama dengan Kandang Kebo.

Deni mengaku sudah lama mengenal Kandang Kebo dan kerap mengikuti acara blusukan yang digelar oleh komunitas pelestasi sejarah dan budaya itu.

“Kalau kita sama Kandang Kebo ceritanya sudah panjang. Sebelum Kandang Kebo berdiri kan kita sudah kenal lama sama teman-teman Kandang Kebo," ujarnya,

Dia mengaku sering berkomunikasi dengan teman-teman komunitas kesejarahan dan budaya.

“Saling support. Saat kami ada kegiatan di Mojokerto, teman-teman ke sana. Begitupun juga kalau ada acara di sini, kalau ada waktu, kita datang ke sini.

Sementara itu, Ketua Komunitas Kandang Kebo, Maria Tri Widayati, menjelaskan alasan komunitas itu mengambil tema danau purba danau purba Borobudur dalam acara blusukan kali ini.

“Awalnya karena musim hujan, sebenarnya kita ingin bahas tentang air, hidrologi,” ucap Maria.

“Sekarang kan kaitannya dengan musim enggak jelas gini to. Ingin mengangkat itu apakah masa lalu itu sama dengan kondisi sekarang.”

Tema danau purba Borobudur kemudian dipilih setelah seorang narasumber membagikan hasil penelitian tim kerja Maria.

Baca juga: Sharing Ilmu Pengetahuan, Bamsoet Dukung International Conference yang Digelar Universitas Borobudur

Maria mengatakan Kandang Kebo berdiri pada 2015 dan setahun berselang mulai mengadakan acara blusukan rutin tiap triwulan.

"Tujuan kita adalah untuk mengedukasi masyarakat supaya mereka itu mengenal dan akhirnya mencintai, merawat dan melestarikan cagar budaya."

Selepas rehat, peserta blusukan ke bekas rawa purba Borobudur. Rawa itu kini telah menjelma menjadi area persawahan.

Adapun sebelum acara blusukan berakhir, peserta diajak berkunjung ke tiga situs masa klasik, yakni Candi Pawon, Situs Brojonalan, dan Candi Mendut. Tiket masuk Pawon dan Mendut difasilitasi oleh MCB.

(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini