Pembukaan Asian Games 2018 berlangsung gegap gempita. Pujian pun banyak mengalir. Karena konsep yang diusung sangat luar biasa. Apalagi #OpeningCeremonyAsianGames2018 juga menghadirkan banyak budaya Indonesia. Salah satunya Tari Ratoh Jaroe asal Aceh.
Atraksi Tari Ratoh Jaroe ditampilkan secara kolosal. Koreografer tarian ini adalah Denny Malik, mantan dancer dan penyanyi yang pernah bikin heboh dengan lagu Jalan-Jalan Sore (JJS). Kemegahan tarian ini bisa dilihat dari jumlah penari yang dilibatkan. Mencapai 1.600 penari yang terdiri dari siswa SMA se-DKI Jakarta.
Di tangan Denny Malik, penampilan 1.600 dancer ini benar-benar memukau. Berbagai gerakan dan tarian yang disajikan mampu membentuk koreografi indah. Kekompakan para penarinya juga menawan. #PesonaAsianGames2018 memang luar biasa.
Tari Ratoh Jaroe mirip dengan Tari Saman yang lebih dikenal luas. Gerakannya pun serupa. Namun, ada perbedaan mendasar dari kedua tarian asal Aceh ini.
Umumnya Tari Saman dilakukan pria dalam jumlah ganjil. Tarian ini mengkombinasikan tepukan tangan dan tepukan dada. Selain itu, penari Saman dipimpin oleh beberapa penari yang duduk di tengah. Saman adalah tarian yang murni diiringi oleh syair yang dilantunkan para penarinya.
Sedangkan Tari Ratoh Jaroe pada umumnya dilakukan oleh perempuan dalam jumlah genap. Gerakan Tari Ratoh Jaroe tak banyak melibatkan tepukan dada. Selain itu, Tari Ratoh Jaroe dikendalikan oleh dua orang yang duduk di luar formasi penari. Sedangkan Tari Ratoh Jaroe mendapatkan iringan musik eksternal, atau di luar para penarinya.
Terlepas dari hal tersebut, keberhasilan menyajikan Tari Ratoh Jaroe dalam balutan kolosal membuat Menteri Pariwisata Arief Yahya bangga. Menurutnya, tarian tersebut mempromosikan kekayaan budaya Indonesia.
“Tarian ini sangat luar biasa. Dibawakan dengan sangat indah dan kompak. Dan menjadi cermin kekayaan budaya Indonesia yangan sangat beragam. Tarian Ratoh Jaroe menjadi pembuka yang luar biasa. Apalagi kemudian tarian-tarian lain ikut ditampilkan,” paparnya.
Menurut Menpar, dalam kegiatan akbar seperti ini, Indonesia harus mampu menggerakkan semua sektor. “Termasuk pariwisata. Sebab, inilah saatnya menjual, mempromosikan kekayaan pariwisata Indonesia ke pentas dunia,” paparnya. (*)