Iqbal menambahkan, sebenarnya pihaknya sudah melaporkan ke Presiden mengenai iuran peserta BPJS yang belum memenuhi ekspektasi.
Namun, pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan iuran.
Sebagai solusi sementara, pemerintah memutuskan memberi suntikan dana ke BPJS sebesar Rp 4,9 trilun.
"Opsi untuk penyesuaian iuran karena memang dengan pertimbangan kondisi masyarakat masih berat mungkin sehingga pemerintah ambil opsi terbaik, untuk mengambil suntikan dana," kata Iqbal.
Iqbal mengakui, suntikan dana sebesar Rp 4,9 triliun dari pemerintah sebenarnya masih kurang untuk menutup defisit BPJS.
Sejak awal, jumlah yang diajukan BPJS lebih besar dari itu.
"Rp 4,9 triliun itu sebenarnya waktu RDP sudah kita sampaikan, bahwa kebutuhan hari itu Rp 7,05 triliun. Tetapi memang dari BPKP untuk menyuntik sekitar Rp 4,9 triliun dulu katanya," ucap Iqbal.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menegur Dirut BPJS Fahmi Idris karena permasalahan defisit anggaran.
Teguran disampaikan Presiden di hadapan para pimpinan rumah sakit saat membuka Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di JCC, Senayan, Rabu (17/10/2018).
Baca: Presiden Jokowi Tegur Dirut BPJS Kesehatan soal Defisit hingga Utang ke Rumah Sakit
"Harus kita putus tambah Rp 4,9 triliun (untuk defisit BPJS). Ini masih kurang lagi. 'Pak masih kurang. Kebutuhan bukan Rp 4,9 triliun'. Lah kok enak banget ini, kalau kurang minta, kalau kurang minta," kata Jokowi.
Jokowi meminta Fahmi untuk segera memperbaiki sistem manajemen yang ada.
Jokowi mengakui, menyelenggarakan jaminan kesehatan di negara yang besar seperti Indonesia tidak mudah.
Namun, jika sistem dibangun secara benar, Jokowi meyakini BPJS bisa terhindar dari defisit keuangan.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga turut menegur Menteri Kesehatan Nila F Moeloek karena ia harus turun tangan langsung untuk menyelesaikan defisit yang melanda BPJS Kesehatan.