TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melaksanakan program Asuransi Pertanian. Program tersebut seperti diamanatkan dalam UU No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dimana pemerintah melindungi petani dari risiko gagal panen akibat dampak perubahan iklim. Demikian dikatakan Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementerian Pertanian, Pending Dadih Permana.
"Usaha pertanian merupakan usaha yang memiliki risiko yang sangat tinggi, salah satunya disebabkan oleh faktor iklim. Dampak perubahan iklim telah mengakibatkan banyak petani mengalami gagal panen, baik karena kebanjiran, kekeringan maupun serangan hama dan penyakit tanaman," ungkap Pending Dadih.
Menurut Pending, kegagalan panen akan menimbulkan kerugian bagi petani. Khususnya terhadap modal yang telah diinvestasikan dalam budidaya.
Keterbatasan kemampuan sebagian besar petani dalam penyediaan modal mengharuskan petani untuk mencari sumber permodalan lain agar dapat melanjutkan usaha selanjutnya.
"Akibatnya, petani akan menanggung beban “utang” yang tergolong besar dan cenderung menyulitkan petani dalam membayar kembali modal yang telah dipinjam," jelasnya.
Untuk mendukung implementasi asuransi pertanian, pemerintah menerbitkan peraturan Menteri Pertanian No 40 tahun 2015 tentang Fasilitasi Asuransi Pertanian.
Selain itu, diterbitkan Keputusan Menteri Pertanian RI No 19/Kpts/SR.210/B/12/2017 tentang Pedoman Bantuan Premi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dan Keputusan Menteri Pertanian No 18/Kpts/PK.240/B/12/2017 tentang Pedoman Bantuan Premi Asuransi Ternak Sapi/Kerbau (AUTS/K).
"Dengan mekanisme yang diatur dalam asuransi pertanian, petani akan mendapatkan penggantian modal sesuai klaim luasan areal yang mengalami gagal panen. Sehingga terdapat jaminan keberlangsungan usaha tani selanjutnya," tutur Pending Dadih.
Melalui Asuransi Pertanian ini, diharapkan mampu menciptakan kondisi berusaha tani yang lebih tenang dalam berusaha tani. Petani akan merasa lebih yakin dan tetap memiliki kemampuan untuk melanjutkan usahanya walaupun sebelumnya mengalami kegagalan.
Selain itu, dengan adanya asuransi pertanian diharapkan petani akan berupaya menerapkan budidaya yang lebih baik sesuai anjuran.
Karena mengikuti program asuransi bukan merupakan satu-satunya jaminan bagi keberhasilan berusaha tani tetapi, justru karena petani lebih memperhatikan aspek budidaya (misalkan menanam benih yang bersertifikat, pemupukan berimbang, dan jika ada serangan hama penyakit harus segera dikendalikan).
"Dengan adanya asuransi pertanian, kredibilitas petani di mata perbankan menjadi lebih baik sehingga membuka peluang dan kemudahan untuk memperoleh kredit usaha tani," ujarnya.
Saat ini, perlindungan petani melalui Asuransi Pertanian baru diterapkan untuk tanaman pangan padi (AUTP) dan ternak sapi/kerbau betina yang berorientasi peningkatan populasi (Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau-AUTS/K). Pelaksanaannya sudah mencakup hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama wilayah sentra produksi padi dan ternak.
"Pelaksanaan asuransi pertanian telah dimulai sejak tahun 2015-2018. Pelaksana asuransi pertanian adalah BUMN yang bergerak di bidang asuransi umum kerugian," katanya.