Konsep Hot Deals semakin bersinar menggaet wisatawan mancanegara melalui pintu Batam-Bintan, Kepulauan Riau. Detaknya makin terasa di kawasan Kepri, yang sudah memasuki tahun ke-3, sejak triwulan ketiga tahun 2017. Dari terjual 103 ribu paket di 2017, naik menjadi 700 ribu paket di 2018, dan tahun ini 2019 diproyeksikan 1 juta paket.
Ide dasarnya adalah “more for less, you get more, you pay less” kepada travelers sebagai customers, dengan memanfaatkan kapasitas kosong, atau excess capacity. “Grafik okupansi hotel atau amenitas di Kepri itu selama ini di atas 90% dan hampir penuh di week end, Jumat-Sabtu, dengan market dari Singapore. Sedangkan weekdays, Senin sampai Kamis drop sampai di bawah 30%. Saat low seasons inilah yang kita optimalkan,” jelas Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI.
Artinya ada 70% bahkan bisa lebih yang tidak terisi di weekday. Ada kamar kosong, atau kapasitas yang tak terpakai rata-rata 70%. Sedangkan biaya operasional, seperti gaji karyawan, listrik, air, kebersihan, dan semua fasilitas tetap harus rutin dikeluarkan. Revenue-nya tidak ada, sementara operational cost jalan terus. “Solusinya kita buat program hot deals ini, dengan prinsip asset utilization,” kenang Arief Yahya yang awalnya sempat ditentang para pelaku industri di Kepri.
Caranya, lanjut Arief Yahya, dengan membuat bundling. Menggabungkan bisnis di 3A, Akses, Atraksi, Amenitas, lalu dibuat harga yang menantang, agar mudah dipasarkan, mudah dijual, dan menarik buat travelers yang sudah ada di Singapore. Harga yang hot itu dijual untuk mengisi kapasitas yang kosong di week days, dan akhirnya sukses, mendatangan wisatawan dari Singapore.
Hot Deals itu adalah cara Arief Yahya mengoptimalkan produk destinasi. Memperkuat supply, untuk mendrive demand. Supply yang bisa menciptakan affordability, keterjangkauan harga. “Begitu sukses di program yang langsung menyentuh aspek produk atau destinasi, maka kita perkuat dengan pasangannya: Tourism Hub! Menjadikan Singapore sebagai tourism hub,” kata Arief Yahya.
Karena secara natural, Singapore itu sudah menjadi hub dunia, tempat transit penerbangan internasional dari timur maupun barat, dari utara maupun selatan. Dan secara geografis posisinya dekat dengan Kepri. “Saya sering menyebut menjaring di kolam tetangga yang sudah banyak ikannya,” ungkap Arief Yahya yang ahli marketing itu.
Dua program itulah yang menjadi salah satu pilar untuk menjaga growth Pariwisata Indonesia, di tengah situasi regional ASEAN yang sedang melambat. Wajar jika angka pertumbuhan Pariwisata Indonesia tetap positif, di tengah suasana Negara Asia Tenggara yang sedang lesu sampai dengan Mei 2019 ini. Malaysia misalnya, yang dijadikan “musuh emosional” bertumbuh negative (-1,9%).
Thailand yang menjadi sparing partner, atau “musuh professional” juga sedang melambat dan hanya growth 2,1%. Singapore juga masih bertumbuh di angka 3%. Rata-rata Negara ASEAN, diwakili oleh Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, dan Vietnam hanya growth 3,7% dibandingkan dengan tahun 2018 lalu yang mencapai 8,5%.
“Kita masih beruntung, punya pertumbuhan 5,4%, masih di atas rata-rata ASEAN sampai dengan bulan Mei 2019 ini. Dan lagi-lagi kita harus angkatn topi dengan Vietnam, yang masih tetap kuat dengan menjaga growth sampai 8,4%,” ujar Arief Yahya yang terus memantau pergerakan turis dunia dan regional ASEAN.
Itulah pentingnya benchmark. Membandingkan prestasi yang dicapai negara lain, di dalam satu regional yang menjual produk yang mirip. “Saya sudah ke Vietnam, dan mereka melakukan dua hal, saya dengan yang kita lakukan, dengan deregulasi besar-besaran dan penggunaan teknologi digital,” kata Arief Yahya.
Indonesia bisa growth di atas rata-rata Negara ASEAN itu karena Hot Deals dan Singapore Tourism Hub. Mesin pertumbuhan itu, kelihatan juga dari angka-angka pertumbuhan originasi. Wisman adal Philippines menempati peringkat pertama dengan 26.9%, disusul Singapore 12.4%. Dua ini pasti melalui pintu masuk Kepri dan mengikuti 2 program di atas.
Posisi ketiga adalah USA 11.7%. Cukup banyak orang Amerika Serikat yang berwisata ke Indonesia. Ini kemungkinan besar terjaring melalui program Tourism Hub dari Singapore. Mereka sudah di Singapore atau ada perjalanan ke Singapore, dan belok ke mengunjungi Indonesia. “Tahap pertama, mereka melihat Indonesia dari Kepri dulu, kalau mereka tertarik, pasti akan menjadi repeating ke banyak destinasi yang lain,” ungkap Menpar Arief Yahya.
Hal serupa juga terjadi dengan wisman India yang masuk ke peringkat keempat, 9.6%. Wisman Malaysia di peringkat ke-5, dengan persentase 7.0%. Lalu apa strategi berikutnya? “Tingkatkan implementasi program hotdeals, ajak lebih banyak industry, perkuat promosi, perbanyak atraksi di destinasi di Kepri,” ujarnaya.(*)