Wacana impor yang tiba-tiba terhembus menyikapi kenaikan harga cabai saat ini menuai kritik dari berbagai pihak. Selain dianggap sebagai langkah mundur, impor cabai dinilai akan semakin meruntuhkan semangat petani menanam komoditas pangan strategis ini. Terlebih saat ini petani sejenak sedang menikmati harga yang pantas.
Harga cabai diprediksi akan kembali turun memasuki musim panen puncak pada akhir bulan ini.
"Tolong bapak ibu yang duduk jadi pemerintah, jangan sembrono mengeluarkan wacana impor cabai. Mohon bersabar, harga bagus kan enggak lama. Sebentar lagi juga sentra-sentra cabai akan memasuki panen, harga pasti berangsur turun kok," ujar Nanang, Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Jawa Timur.
Nanang pun menambahkan, "Petani kami siap kok bantu operasi pasar dengan harga di bawah harga pasar. Sebenarnya kami pun juga gak ingin harga tinggi-tinggi. Ujung-ujungnya kami juga yang dirugikan kalau sampai beneran ada impor cabai."
Ketua AACI, Dadih Sudiana mengemukaan kekesalannya usai membaca pernyataan salah seorang pejabat di Kemendag yang dinilainya tidak memiliki rasa empati dengan kondisi petani cabai saat ini.
"Petani baru beberapa hari menikmati harga cabai yang sesuai jerih payahnya. Bahkan tidak semua petani menikmati, hanya 5 persen saja yang menikmati harga tinggi. Sebagian besar petani sudah tidak menikmati karena tanamannya sudah tidak berproduksi," ungkap Dadih.
Ketua Paguyuban Petani Cabai Indonesia di Kabupaten Kediri, Suyono mengaku telah melakukan pemantauan ke beberapa daerah sentra.
"Daerah-daerah yang akan panen mulai akhir Agustus antara lain Situbondo 1.000 ha, Jember 1.500 ha dan Banyuwangi 2.000 ha. Diprediksi harga akan menurun sampai normal pada pertengahan September. Tolong, sekali lagi jangan sampai ada impor terlebih saat memasuki panen raya cabai,” tegas Suyono.
Informasi wacana impor cabai sontak membuat para petani di Magelang dan sekitarnya turut bereaksi. Ketua Asosiasi Champion Cabai Indonesia, Tunov Mondro Atmojo, langsung bergerak cepat mengarahkan petani binaannya di wilayah Magelang dan sekitarnya untuk membanjiri pasar Jakarta dengan cabai hasil panennya.
“Saya tidak rela petani harus dikorbankan apalagi kalau hanya demi ambisi importir yang mementingkan urusannya sendiri. Pengambil kebijakan mbok ya terjun langsung biar tahu kondisi petani di lapangan. Jangan tega mengeluarkan pernyataan yang berpotensi melukai perasaan petani cabai,” ujar Tunov geram.
Pengamat Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Prima Gandhi menambahkan, "Naiknya harga cabai disebabkan produksi yang terkonsentrasi di salah satu masa panen. Pernah di awal Januari tahun ini stok cabai melimpah dan harga jualnya turun, sehingga petani merugi."
Lebih jauh lagi, ia berkomentar agar impor tidak dulu dulu dilakukan agar petani merasakan untung, walaupun harga cabai perlu diantisipasi lonjakannya.
"Sebab, harga cabai merupakan salah satu faktor penyumbang inflasi. Dalam transisi pemerintahan saat ini baiknya jangan sampai ada protes petani seperti membuang cabai di jalan jika impor dilakukan," sambung Gandhi.
Gandhi pun mengaku akan mendukung pemerintah untuk memastikan cabai dapat dipanen sepanjang musim. "Kita dukung terus usaha Pemerintah diminta memastikan cabai dapat dipanen sepanjang musim sehingga tak ada kelebihan atau kekurangan pasokan. Kementan kan sudah bantu petani melalui modal dan teknologi agar produksi cabai tidak boleh berkumpul di satu musim sehingga harga tidak naik atau turun banyak," ujarnya lagi.
Kasubdit Aneka dan Sayuran Buah, Direktorat Jenderal Hortikultura, Mardiyah Hayati, di sela-sela memimpin acara rapat koordinasi dengan petugas dan petani cabai di sentra utama wilayah Jawa di Solo, Selasa (6/8), mengaku sangat menyayangkan kalau ada pihak-pihak yang mendramatisir kondisi harga cabai saat ini.
"Kalau ujung-ujungnya impor tentu akan sangat menyakiti petani cabai yang jumlahnya ratusan ribu kepala keluarga dan belum lepas dari beban hutang akibat jatuhnya harga cabai selama lima bulan terakhir," ungkapnya prihatin.
Diakui Mardiyah, saat ini produksi cabai kurang maksimal karena dampak kemarau di beberapa sentra utama terutama di Banyuwangi, Kediri dan Blitar. Kondisi tersebut diperberat dengan fakta bahwa pembentukan harga cabai sampai saat ini tidak ada yang mengawasi.
"Semua masih mengikuti mekanisme pasar yang belum tentu adil buat petani. Penanganan stok ketika panen raya juga belum tertangani sehingga saat panen melimpah, petani harus menanggung harga rendah. Untuk mengangkut cabai dari daerah sentra ke non-sentra masih dihadapkan pada biaya kargo atau distribusi yang makin mahal. Tolong semua pihak bisa lebih bijak menyikapi kondisi saat ini. Hati-hati menyebut kata impor," pungkasnya.(*)