Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan terus meningkatkan daya saing komoditasnya dengan berbagai kebijakan dan program terobosan. Langkah ini dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam menggenjot akselerasi ekspor di pasar global.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa peningkatan ekspor merupakan tujuan utama yang harus direalisasikan sesuai Permentan nomor 19 tahun 2019. Dalam aturan itu, disebutkan bahwa Kementan wajib mengakselerasi peningkatan daya saing komoditas melalui ekspor dan promosi.
"Dalam hal ini, kontribusi komoditas perkebunan sebagai penyumbang penerimaan negara dari sektor non migas sangat besar karena turut berkontribusi pada pembentukan neraca perdagangan komoditas pertanian," kata Amran, Kamis (8/8).
Amran menjelaskan, upaya peningkatkan ini sudah terbagi menjadi beberapa poin strategis. Diantaranya adalah menambah sentra-sentra pengembangan Kawasan perkebunan berbasis korporasi melalui perluasan areal baru dan intensifikasi penerapan good agriculture practice (GAP).
"Hal ini sejalan dengan kebijakan Program BUN500 dalam penyediaan benih perkebunan yang berkualitas," katanya.
Poin berikutnya adalah melakukan peningkatan mutu pasca panen dengan menerapkan GHP, GMP dan GDP yang didukung sarana prasarana pascapanen, sesuai dengan karakteristik komoditas ekspor.
Selanjutnya melakukan peningkatan melalui berbagai kegiatan partisipasi pada sidang-sidang Internasional dan promosi komoditas peningkatan jumlah kompetensi SDM serta menghadiri event-event promosi di level internasional.
"Kami juga meningkatan diseminasi melalui perluasan dan fasilitasi akses data dan informasi pasar ekspor pada pelaku usaha dan pemerintah daerah serta sosialisasi regulasi ekspor dan impor untuk peningkatan capacity building pelaku usaha dan pemerintah daerah. Terakhir kami terus meningkatkan layanan perkarantinaan," katanya.
Mengacu pada data yang ada, komoditas perkebunan rupanya berkontribusi besar terhadap total volume ekspor komoditas pertanian tahun 2018. Nilainya bahkan mencapai 97,4 persen atau kontribusi komoditas pertanian 2108 yang mencapai 96,9 persen.
"Melalui penguatan regulasi yang sudah diatur, kita berharap komoditas perkebunan dapat merambah akses pasar, sehingga mampu meningkatkan posisi tawar, keberterimaan dan daya saing komdoitas perkebunan yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan negara dari sisi ekspor," katanya.
Disisi lain, komoditas kopi dan kakao, Indonesia juga menjadi salah satu produk primadona di negara Mesir. Karena itu, pemerintah melalui kementerian pertanian akan menggelar kegiatan Agri Expo 2019 pada 8-10 September 2019 di kota Cairo.
"Kegiatan ini diinisiasi oleh KBRI Cairo yang dilatarbelakangi oleh semakin diminatinya komoditas perkebunan terutama produk kakao di pasar Afrika terutama Mesir," kata Amran.
Secara garis besar, lanjut Amran, Indonesia sampai saat ini memang belum memiliki kerjasama FTA dengan Mesir. Tapi, posisi ini sangat berpengaruh pada pasar produk kakao yang berkontribusi sebesar 13 persen dari seluruh volume yang ada. Sedangkan untuk komoditas yang sama, kakao Malaysia memiliki kontribusi sebesar 35,6 persen.
"Walau demikian pasar kopi Indonesia di Mesir sangat tinggi karena mencapai 70 persen," katanya.
Sementara itu, menurut data Ditjen Perkebunan Kementan, ekspor komoditas ke Mesir selama tahun 2018 mencapai 990,4 ribu ton dengan nilai ekspor USD 673,7 juta. Sedangkan untuk cocoa powder, jumlahnya hanya 2.345 ton dengan nilai ekspor mencapai USD 3,74 juta.
Adapun produk olahan kakao seperti cocoa butter dan cocoa pasta menyumbang angka transaksi 1.240 ton dengan nilai ekspor mencapai USD 4,84 juta. Untuk kopi, ekspor Indonesia ke Mesir sebesar 29,3 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai USD 56,96 juta.
"Melalui kegiatan expo ini, diharapkan komoditas perkebunan dapat memperluas akses ke pasar Mesir, Afrika dan wilayah Timur Tengah lainya," tukasnya.