News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Desa Baleharjo, Inspirasi Gotong Royong Provinsi DIY lewat lnovasi

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga Desa Baleharjo.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

Pepatah Jawa 'Guyub Rukun Agawe Sentosa' yang artinya keguyuban, kebersamaan, kerukunan akan menciptakan kesejahteraan, masih dipegang teguh masyarakat Desa Baleharjo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pepatah tersebut menjadi pedoman bagi masyarakat selama menjalani kegiatan sehari-hari maupun dalam kegiatan yang diselenggarakan pemerintah desa. Upaya pengelolaan desa dilakukan berlandaskan gotong royong dan sistem kebersamaan. Salah satunya adalah kegiatan siskamling (sistem keamanan lingkungan) yang hingga saat ini masih aktif dilakukan di desa, warga desa saling bahu membahu dalam menjaga keamanan desa.

Kegotongroyongan dan sistem kebersamaan warga Desa Baleharjo tidak hanya berupa kegiatan sosial seperti siskamling, ada juga WKSBM (Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat), namun kegotong royongan juga berlaku untuk membangun desa secara fisik yang kemudian membuat infrastruktur desa yang semakin baik yang juga membuat pemberdayaan dan kesejahteraan warga desa meningkat.

Dalam berkegiatan, perangkat Desa Baleharjo menggunakan Dana desa yang digulirkan dari pemerintah pusat sejak 2015 hingga saat ini. Dana desa dimanfaatkan sebagai stimulan seperti contohnya untuk menciptakan program inovasi desa (PID). Berbagai program inovasi desa diciptakan dan dikembangkan oleh masyarakat desa dan perangkat desa.

Melalui program inovasi desa yang dikembangkan, warga desa terus diberdayakan dan ditingkatkan kapasitasnya agar mendapatkan pengetahuan baru namun tetap diberi pendampingan dalam menjalankan program inovasi desa. Hal ini jelas terasa manfaatnya bagi masyarakat desa. Upaya pengelolaan dana desa, menunjukkan hasil signifikan. Salah satunya adalah angka kemiskinan di desa pun terus menurun.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala Desa Baleharjo, Agus Setiawan. Dia menegaskan dana desa telah dikelola secara baik serta dipergunakan utamanya untuk pembangunan mental dan hati nurani warga desa.

"Saya tidak mampu membuat (warga desa,-red) menjadi kaya, tetapi saya berusaha membuat warga desa menjadi baik. Jadi, kami membangun mental, hati nurani. Sehingga, orang akan menjadi baik. Bila warga desa memiliki kepedulian dan rasa kebersamaan, maka segala pembangunan fisik di desa, pasti akan berjalan dengan baik. Ini yang saya terapkan di Baleharjo," ungkap Agus, ditemui di Balai Desa Baleharjo, Kamis (8/8).

Namun, dia menegaskan, upaya pembangunan desa itu tidak akan meninggalkan budaya asli peninggalan nenek moyang. Dia mengungkapkan nenek moyang meninggalkan tradisi gotong royong yang diimplementasikan salah satunya seperti "rembug desa".

"Kami basisnya budaya, visi kami adalah mewujudkan desa berbudaya . Kalau masyarakat, kami beri tanggungjawab itu luar biasa. Saya hanya memberi contoh sedikit, secara menyeluruh percaya saja kepada masyarakat. Itu bentuk inovasi membangun mental masyarakat," katanya.

WKSBM Tingkatkan Kesejahteraan Warga

Satu inovasi desa dalam upaya membangun mental warga menjadi baik adalah pembentukan WKSBM di lima padukuhan (dusun). WKSBM bertujuan untuk mengatasi kesenjangan antara warga yang mampu dengan yang tidak mampu.

Warga desa bersama dengan perangkat desa melakukan inovasi ini untuk mengentaskan kemiskinan dengan sistem kebersamaan dan gotong royong. WKSBM dikelola secara swadaya oleh pengurus supaya dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Agus menjelaskan, WKSBM sendiri merupakan lembaga kebanggaan desa. Melalui lembaga itu masyarakat Desa Baleharjo yang berasal dari berbagai latar belakang saling bersatu dalam wadah tersebut. Ketua WKSBM Sari Manunggal Dukuh Wukirsari Desa Baleharjo, Tumijo, mengatakan WKSBM sistemnya mengumpulkan dana dari warga yang mampu secara finansial untuk kemudian disalurkan kepada warga yang tidak mampu.

Menurut Tumijo, bantuan dana itu setiap bulannya dikumpulkan dari para donator yang terdiri dari warga Desa Baleharjo yang masih berada di desa maupun yang sudah merantau ke Jakarta, iuran RT, kelompok-kelompok keagamaan, kelompok tani, penyewaan alat dapur dan bantuan dari beberapa perkumpulan.

Tumijo mengatakan jika keberadaan WKSBM sangat bermanfaat. Dia menjelaskan, uang sebesar Rp 3-4 Juta disalurkan kepada yang membutuhkan. Yang mendapatkan bantuan merupakan warga tidak mampu dan belum terjamah oleh bantuan dari pemerintah. Penerima bantuan paling banyak mereka yang sudah berusia lanjut, penyandang disabilitas dan anak sekolah dari keluarga kurang mampu. “Saya pilih (warga desa,-red) yang belum pernah menerima (bantuan,-red). Jompo, difabel, apa salahnya saya perhatikan. Yang PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini,-red) saya perhatikan. Anak SD. Itu setiap bulan walaupun kecil saya rutinkan," ujar Tumijo menjelaskan.

Pada tahun ini, Tumijo mengatakan WKSBM berencana akan membagikan sumbangan ke dalam tiga tahapan. Tahap pertama, pada periode Juni 2019, tahap kedua Agustus 2019 dan tahap ketiga Desember 2019.

Perlu diketahui Program WKSBM di Desa Baleharjo itu merupakan satu-satunya di Indonesia dan menjadi pilot project percontohan untuk desa lainnya.

Pelatihan Hidroponik Berdayakan Masyarakat Desa

Pelatihan hidroponik untuk berdayakan ibu-ibu PKK.

Pada tahun ini, Desa Baleharjo mengelola dana desa sebesar Rp 800 juta dengan cara membagi ke beberapa pos. Upaya pembangunan mental warga desa mendapatkan prioritas utama disamping peningkatan kapasitas dan pemberdayaan warga desa. Salah satu bentuk peningkatan kapasitas warga desa yang dilakukan adalah pelatihan hidroponik untuk memberdayakan ibu-ibu PKK.

Pendamping Pertanian Desa Baleharjo, Budi Kuncoro mengatakan Desa Baleharjo meminta pendampingan pengelolaan tanaman hidroponik. Pada awalnya, pelatihan digelar di lima dusun yang ada di desa tersebut. Untuk kemudian, warga di lima dusun itu menjadi percontohan sehingga mengajarkan kepada warga lainnya di Desa Baleharjo ataupun di luar desa.

“Pelatihan dilakukan (bulan,-red) April menggunakan dana desa sebesar Rp 25 juta. Setelah bulan April mereka mengembangkan dan menanam sendiri-sendiri. Setelah 3-4 bulan, mereka merasakan panen pertama. Empat bulan panen kedua, mereka swadaya seperti ini,” kata Agus.

Pada awalnya, Agus mengungkapkan, warga merasa kesulitan untuk menanam tanaman hidroponik. Hal ini karena warga mengeluhkan mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk mulai menanam. Namun setelah difasilitasi pihak desa dan mendapatkan pelatihan, warga mulai berani untuk menanam di pekarangan mereka.

Upaya menanam tanaman hidroponik merupakan solusi bagi warga untuk dapat bercocok tanam di wilayah Gunung Kidul. Wilayah itu pada saat musim kemarau sering kali mengalami kekeringan sehingga warga kesulitan untuk menanam di lahan.

Tanaman Lidah Buaya merupakan primadona dari pengelolaan tanaman hidroponik. Selain itu, terdapat tanaman lainnya, seperti pokcay merah, sawi, kangkung, dan selada. Media menanam menggunakan bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar, seperti gelas, botol plastik, ember plastik, dan styrofoam.

Tanaman lidah buaya yang jumlahnya cukup banyak oleh ibu-ibu Desa Baleharjo yang tergabung dalam kelompok wanita tani dijadikan minuman olahan es lidah buaya yang tidak hanya dinikmati keluarga tapi juga di jual secara umum.  “Kelompok tani wanita disini selain menjual olahan lidah buaya juga menjual bibit tanaman sayuran. Jualan pada hari Minggu, dengan keuntungan bisa mencapai Rp 300-500 ribu,” ungkap Agus yang mengajari ibu-ibu di Desa Baleharjo mengolah lidah buaya menjadi minuman segar.

Berkat mengelola tanaman hidroponik manfaat besar dirasakan oleh masyarakat desa. Selain Hasil panen tanaman itu dapat dikonsumsi sendiri bisa juga dijual jika jumlahnya berlebih dan ada permintaan. Kini, warga Gunung  Kidul tidak lagi kesulitan mendapatkan sayur-sayuran segar pada waktu musim kemarau.

“Berkat kegiatan hidroponik  warga mendapat keuntungan seperti mengurangi pengeluaran dan didapatkan sayuran sehat, karena kami sama sekali tidak pakai pestisida. Bisa menanam tanpa tanah, karena Gunung Kidul kadang kemarau, keterbatasan air”, urai Agus.

Lestarikan Kesenian Peninggalan Nenek Moyang

Selain memberikan pelatihan hidroponik, pemanfaatan dana desa untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), juga dilakukan dengan berbagai cara, seperti lomba pemanfaatan pekarangan, pelatihan membatik untuk PKK, pelatihan untuk memanfaatkan limbah atau sampah dengan membuatnya menjadi kerajinan tangan dan melestarikan seni budaya lokal, antara lain membentuk kelompok-kelompok seni reog, kethoprak, kenduri, dan lain-lain.

Sebelum melakukan kegiatan, pada umumnya warga desa mementaskan kesenian. Upaya ini dilakukan untuk memacu, memotivasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan adat dan tradisi. Kenduri merupakan salah satu kegiatan yang masih dilakukan sampai saat ini.

Pada Kamis 8 Agustus 2019 lalu, warga menggelar kenduri untuk pembangunan sumur untuk pengairan di Desa Baleharjo. Kenduri adalah perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, bersyukur, meminta berkah, dan sebagainya. Kenduri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Selamatan atau Kenduren telah ada sejak dahulu sebelum masuknya agama ke Nusantara.

Dalam praktiknya, kenduri merupakan sebuah acara berkumpul, yang umumnya dilakukan oleh laki-laki, dengan tujuan meminta kelancaran atas segala sesuatu yang dihajatkan dari sang penyelenggara yang mengundang orang-orang sekitar untuk datang yang dipimpin oleh orang yang dituakan atau orang yang memiliki keahlian dibidang tersebut, seperti Kiai.

Selain pembangunan SDM, pihak Desa Baleharjo juga sedang melakukan pembangunan fisik menggunakan dana desa. Salah satunya pembangunan drainase saluran air hujan yang menelan biaya sebesar Rp 402 juta. Upaya pembangunan drainase itu dilakukan di sembilan RT yang berada di Desa Baleharjo sepanjang total 990 meter. 

Desa Baleharjo Inspirasi Yogyakarta

Pada saat ini, dana desa di Desa Baleharjo sudah diserap sebesar 69 persen dan sebagian besar diarahkan untuk pemberdayaan warga desa agar kesejahteraan warga desa terus meningkat.

Wakil Bupati Gunung Kidul, Immawan Wahyudi, mengapresiasi pengelolaan dana desa yang dilakukan di Desa Baleharjo. Menurut dia, pengelolaan dana desa itu dapat menginspirasi desa-desa lainnya di wilayah Kabupaten Gunung Kidul ataupun desa lainnya di luar wilayah tersebut.

“Ide positif tidak hanya di Desa Baleharjo, tetapi menginspirasi Gunung Kidul bahkan juga kalau itu memang manfaat bagi daerah lain juga menginspirasi daerah lain. Dengan modal sosial, inovasi desa berupa WKSBM yang baru ada di Baleharjo bisa dijadikan model, satu inspirasi untuk pengembangan dana desa menggerakkan sosial masyarakat,” kata Immawan.

Immawan menambahkan, pihak Desa Baleharjo telah mampu untuk mengelola modal sosial berupa gotong royong yang selama ini dimiliki warga untuk membangun daerah tersebut menjadi maju.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini