TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyikapi perselisihan yang terjadi antara masyarakat Desa Kinipan dengan Perusahaan Besar Swasta (PBS) yaitu PT. SML, Wakil Menteri (Wamen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong bersama Komisi IV DPR RI, pada Rabu (9/9/2020) mengunjungi Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.
Wamen Alue Dohong bersama Wakil Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi dan anggota Komisi Darori Wonodipuro dan Bambang Purwanto datang ke Lamandau untuk melihat dan mendengar langsung kondisi faktual dari semua pihak yang berselisih.
Setibanya di Kantor Bupati Lamandau, rombongan Wamen dan Komisi IV disambut oleh Bupati Lamandau, Hendra Lesmana yang kemudian dilanjutkan dengan dialog bersama pemkab, masyarakat dan berbagai stakeholder.
Masyarakat yang hadir diantaranya adalah perwakilan dari Desa Kinipan, Kecamanatan Batangkawa, masyarakat Desa Karang Teba, Kecamatan Lamandau, anggota DPRD Kabupaten Lamandau, dan masyarakat lain yang berkepentingan.
Wamen Alue Dohong saat memberikan arahan, menegaskan bahwa pemerintah memperhatikan dinamika permasalahan yang terjadi.
“Kehadiran kami menandakan perhatian pemerintah, artinya pemerintah tidak abai dengan kasus ini, termasuk kehadiran Komisi IV DPR RI sekarang ini menunjukkan bahwa beliau-beliau ini juga concern terhadap masalah ini,” terang Wamen Alue Dohong.
Guna mencari solusi atas perselisihan, Wamen Alue Dohong menjelaskan kepada para hadirin bahwa Presiden Joko Widodo telah membuat sejumlah corrective action atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang kurang ideal.
Salah satunya adalah dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk terlibat di dalam mengelola hutan di Indonesia.
Hal itu juga termasuk legliasasi aset masyarakat melalui program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) maupun Hutan Sosial.
TORA yang memiliki target sebesar 4,1 juta Hektare (Ha) pelepasan kawasan hutan bertujuan untuk memastikan tanah masyarakat memiliki alas legal yang resmi.
Sedangkan Hutan Sosial memiliki target sebesar 12,7 juta Ha memberikan akses legal masyarakat untuk mengelola kawasan hutan.
Salah satu obyek TORA adalah alokasi 20 persen dari izin pelepasan kawasan hutan yang diberikan kepada perusahaan.
"Jadi 20 persen dari izin itu untuk plasma yang merupakan obyek TORA, itu adalah kewajiban bagi perusahaan," jelas Wamen Alue.
Wamen Alue menambahkan, kewajiban perusahaan selanjutnya adalah harus mengidentifikasi kawasan-kawasan hutan yang bernilai konservasi tinggi atau High Conservation Value (HCV) di lokasi izinnya.