TRIBUNNEWS.COM - Indonesia adalah satu-satunya negara penghasil kayu tropis di dunia, yang telah membentuk sistem lacak balak dari hulu hingga hilir yaitu Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sistem ini juga telah diakui secara internasional.
SVLK berfungsi untuk memastikan produk kayu dan bahan bakunya diperoleh atau berasal dari sumber yang asal-usulnya dan pengelolaannya memenuhi aspek legalitas. Kayu disebut legal bila asal-usul kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan, dan perdagangan atau pemindahtanganannya dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan legal yang berlaku.
Wakil Menteri LHK Alue Dohong menggarisbawahi peran SVLK telah berhasil membantu dalam memangkas penebangan dan perdagangan kayu liar, dan di saat yang sama memberikan manfaat ekonomi secara nasional. Kredibilitas dan penerimaan sistem SVLK di pasar kayu internasional tidak terlepas dari komitmen seluruh stakeholders dalam pelaksanaan verifikasi dan sertifikasi, termasuk oleh komunitas kehutanan dan lembaga sertifikasi.
“Sekarang, 100% ekspor kayu dari Indonesia bersumber dari rantai pasokan yang diaudit secara independen, mencakup industri hilir dan hutan sebagai hulunya di seluruh negeri,” ujar Wamen Alue pada webinar dalam webinar “UK Market Update for FLEGT Timber Product: Indonesia’s Timber as Sustainable Partner for UK Market”, Rabu (23/9).
Nilai ekspor produk industri kehutanan Indonesia ke seluruh dunia mencapai USD 11,6 miliar pada tahun 2019, meningkat hampir dua kali lipat sejak implementasi SVLK tahun 2013. Sementara itu, proporsi illegal timber menurun dari 80% sebelum implementasi SVLK menjadi 29,1% tahun 2019.
Khusus untuk ekspor ke Inggris/United Kingdom (UK), sejak November 2016 hingga pertengahan September 2020, lebih dari 27.500 dokumen telah diterbitkan sekitar 730.000 ton, senilai hampir USD 1 miliar.
“Tahun lalu saja, kami mengekspor USD 350 juta produk kayu dari Indonesia ke Inggris. Kami menghargai kepercayaan Pemerintah Inggris tersebut, terhadap produk kayu kami,” kata Wamen Alue.
Pada kesempatan yang sama, Minister of State for Pacific and the Environment Inggris, Lord Goldsmith menyambut baik kerja sama Indonesia dan Inggris selama dua dekade terakhir dalam mengembangkan standar compliance yang kuat untuk kayu berkelanjutan.
“Sistem legalitas verifikasi kayu Indonesia menunjukkan perdagangan dan pembangunan serta pengelolaan hutan berkelanjutan dapat berjalan beriringan,” ucapnya.
Selain kemanfaatan ekonomi, Lord Goldsmith mengungkapkan sistem verifikasi nasional Indonesia telah turut mengurangi deforestasi dan penebangan kayu liar selama 3 tahun terakhir, saat ini tercatat terdapat 24 juta ha lahan hutan dan dengan 3000 pelaku usaha telah tersertifikasi SVLK.
Lebih lanjut, importir Inggris yang diwakili oleh Timber Trade Federation dan British Retail Consortium menyampaikan mengenai meningkatnya kepedulian konsumen terhadap produk yang legal dan berkelanjutan. Pasar Inggris secara umum suka dengan kayu bersertifikasi karena mempermudah proses impor serta memiliki story value bagi konsumen yaitu produk kayu Indonesia ramah bagi lingkungan hidup.
FLEGT juga merupakan framework yang penting bagi retailers di Inggris karena menekankan transparansi. Semakin banyak konsumen Inggris yang mengadopsi “ethical purchasing”, yakni mengharapkan legalitas dalam produk kayu, memastikan sumber produknya, serta jaminan produk yang dibeli tidak menyebabkan deforestasi. Konsumen Inggris bahkan rela membeli produk tersertifikasi sustainable dengan harga premium.
"Dengan perubahan perilaku ini, para importir berharap Pemerintah Inggris dapat memberikan insentif bagi penggunaan kayu berkelanjutan oleh industri kayu Inggris, seperti yang telah diterapkan di sektor lainnya terkait lingkungan hidup, yaitu kendaraan listrik," katanya.
Dalam sambutan penutup, Charge d'Affaires KBRI London Duta Besar Adam M. Tugio menegaskan kembali kriteria legalitas dan keberlanjutan pada produk kayu ekspor Indonesia menjadikan Indonesia sebagai low risk source of tropical timber.
Ditegaskan pula komitmen Pemerintah Indonesia untuk mendukung upaya untuk melakukan continuous improvement terhadap SVLK serta promosi SVLK sebagai norma tidak hanya di negara yang menerapkan FLEGT sebagai standar namun juga di negara-negara dimana FLEGT belum menjadi norma baku impor kayu.
Webinar diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di London bekerja sama dengan Foreign Commonwealth and Development Office beserta Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Timber Trade Federation, dan British Retail Consortium.
Dipandu oleh Dr. Ida Bagus Putera Parthama, webinar panelis yang mewakili asosiasi bisnis dan pelaku usaha kayu dari Indonesia dan Inggris, yaitu Indroyono Soesilo (Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia), David Hopkins (Managing Director, Timber Trade Federation), Leah Riley Brown (Sustainability Policy Advisor, British Retail Consortium), serta pengusaha Budi Hermawan (Marketing Director, PT Kayu Lapis Indonesia), dan Shaun Hannan (Sales Director, Pacific Rim). (*)