TRIBUNNEWS.COM - Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Sari Segara Desa Krangkeng Kecamatan Krangkeng Indramayu, Fatah Aliudin menceritakan bersama dengan yang lain telah mendirikan Pokdakan dari tahun 2012, awalnya hanya memiliki 6 kolam saja.
Seiring berjalannya waktu tepatnya pada tahun 2014 mulai mengembangkan tambak intensif dan saat ini luas lahan yang dimiliki sebesar 15 hektare terdiri dari 5 hektare tambak intensif sebanyak 12 kolam terdiri dari 4 kolam dengan ukuran masing masing 3.500 meter persegi dan 8 kolam ukuran masing masing 1.500 m2. Dan sisanya 10 hektare adalah kolam gelondongan bandeng dan garam.
“Alhamdulillah dengan menggunakan tambak sistem intensif hasilnya bisa meningkat," kata Fatah dalam keterangan di Indramayu Senin (22/3/2021).
Adapun lanjut Fatah, tambak udang padat tebar 70-80 ekor per meter persegi. Sebelumnya dengan tambak tradisional dengan produktivitas 5 kuintal–1 ton per siklus per hektar danukuran 80 dengan nilai diperoleh sekitar Rp 60 juta.
Saat ini dengan mengembangkan budidaya udang tambak intensif, ukuran yang diperoleh bisa mencapai ukuran 40 dengan produktivitas 12 ton per siklus per Ha dengan nilai diperoleh sekitar Rp 960 juta.
“Ke depan kami akan mengembangkan tambak instensif kembali seluas 5 Ha dan harapan kami adanya bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan seperti berupa kincir, pompa, genset , benur atau pakan,” ujar Fatah.
Sementara, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengatakan saat ini KKP tengah fokus pada produk ekspor, salah satu komoditas unggulan Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi yaitu udang.
Maka dari itu, udang dipilih sebagai salah satu komoditas ekspor unggulan.
“Kita akan kejar terus produksi udang. Dan untuk mencapai produksinya, maka kami terus mensosialisasikan dan menggaungkan budidaya udang sistem intensif. Oleh karena itu, KKP menyiapkan strategi peningkatan produksi udang nasional yakni melalui intensifikasi teknologi. KKP juga mendorong tambak tradisional untuk di-upgrade teknologinya sehingga memiliki produktivitas optimal,” jelas Slamet.
Hal ini, menurut Slamet sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo bahwa komoditas udang diharapkan bisa membantu perekonomian nasional dengan tetap mengacu pada prinsip produksi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
“Harapannya dapat di- upgrade produktivitas tambak tradisional melalui input teknologi, sehingga produktivitas bisa ditingkatkan dari semula < 1 ton/ha/tahun minimal semi intensif dulu yakni berkisar 10 ton/ha/tahun,” harap Slamet.
Selain aspek teknologi lanjut Slamet lagi, untuk meningkatkan nilai tambah serta sosial ekonomi berperan penting pada kesejahteraan pembudidaya, aspek lingkungan adalah faktor yang paling utama, pola pengelolaan dengan mempertimbangkan kualitas lingkungan. Ketersediaan IPAL yang efektif dan selalu menjaga kelestarian ekosistem adalah mutlak yang harus ada dan dilakukan dalam budidaya udang apalagi teknologi intensif.
Dengan tetap menjaga kualitas lingkungan melalui pengelolaan limbah yang efektif, maka kendala hama dan penyakit tidak menjadi hal yang berarti.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu Edi Umaedi, menambahkan tambak udang intensif merupakan salah satu upaya dalam rangka percepatan peningkatan produksi perikanan.
Dalam proses budidayanya sebaiknya dilakukan secara ramah lingkungan untuk keberlangsungan proses budidaya, oleh karena itu perlu dukungan infrastruktur yang memadai.
“Harapannya dengan sistem intensif ini mampu meningkatkan produksi udang dan mampu meningkatkan kesejahteraan serta ekonomi para pembudidaya di Kabupaten Indramayu,” tandasnya.