News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dukungan Tata Kelola 5G yang Komprehensif, Menteri Johnny Paparkan 5 Aspek Kebijakan

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.

TRIBUNNEWS.COM - Teknologi 5G saat ini merupakan teknologi telekomunikasi broadband paling mutakhir, mengingat banyak negara di dunia yang meluncurkan komersialisasi layanan berbasis teknologi 5G. 

Menurut Menteri Komunkasi dan Informatika Johnny G. Plate, Indonesia dalam tahap persiapan untuk menyediakan layanan 5G yang berkualitas bagi masyarakat, maupun bagi pertumbuhan sektor perekonomian. Oleh karena itu, diperlukan tata kelola yang komprehensif.

“Kementerian Kominfo meyakini bahwa dalam upaya untuk mengimplementasikan dan mengembangkan layanan 5G yang berkualitas tersebut, diperlukan sinergi dari setidaknya lima aspek kebijakan,” ujarnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI di Ruang Rapat Komisi I, Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, Rabu (07/04/2021).  

Adapun kelima aspek tersebut antara lain aspek regulasi, spektrum frekuensi radio, model bisnis, infrastruktur, serta perangkat, ekosistem, dan talenta digital.

“Dengan dukungan kebijakan yang komprehensif, maka layanan 5G yang akan hadir di Indonesia dalam waktu dekat diharapkan mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia, khususnya di sektor perekonomian,” jelasnya.

Untuk aspek regulasi, Menteri Johnny menyebutkan implementasi layanan 5G di Indonesia didukung oleh setidaknya delapan (8) regulasi yang cukup mutakhir dan fleksibel, yakni:

  1. UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi;
  2. UU No. 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah oleh UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE); 
  3. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja; 
  4. PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi; 
  5. PP No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit;
  6. PP No. 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (biasa disebut dengan PP Postelsiar); 
  7. Rancangan UU (RUU) tentang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP), serta
  8. Peraturan Menteri Kominfo sebagai aturan pelaksanaannya. 

“Regulasi-regulasi ini saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Sebagai gambaran, keberadaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) nantinya akan diperlukan oleh masyarakat untuk memastikan pelindungan terhadap data pribadi, keamanan lalu lintas data, dan kedaulatan data,” tandasnya.

Sinergi antar regulasi tersebut dibutuhkan mengingat pertumbuhan data pada era 5G akan semakin melimpah, salah satunya berasal dari masifnya penggelaran sensor-sensor dari layanan Internet of Things (IoT). 

Menurut Menteri Johnny, UU Cipta Kerja juga telah memberikan komponen regulasi yang cukup komprehensif dalam mendukung pengembangan 5G nantinya, karena mengatur beberapa pokok.

“Yang pertama Koeksistensi layanan over-the-top (OTT) khususnya antara layanan konvensional mainstream dengan layanan-layanan baru dari new comer; OTT seperti Youtube, Facebook, Twitter, Instagram, dan lain-lain. Kedua, Pengaturan tarif sehingga tercipta tarif yang favorable dan affordable melalui penetapan ceiling price dan/atau floor price,” ujarnya.

Hal lainnya yang juga diatur dalam UU Cipta Kerja adalah kerja sama penggunaan frekuensi radio untuk teknologi baru, seperti Global System for Mobile Communication Railway (GSM-Railway) untuk persinyalan kereta cepat dan 5G untuk keperluan Internet broadband).

Selain itu, kebijakan infrastructure sharing baik infrastruktur aktif maupun pasif, penentuan tenggat waktu untuk pelaksanaan analog-switch-off (ASO) pada tanggal 2 November 2022 nanti, dan optimalisasi nilai manfaat pada pita frekuensi radio 700 MHz.  

SFR dan model bisnis

Dukungan tata kelola kedua adalah Spektrum Frekuensi Radio (SFR). Menteri Johnny menyatakan untuk memastikan penggelaran jaringan 5G yang optimal, Indonesia membutuhkan alokasi spektrum frekuensi setidaknya di tiga layer (lapisan). 

“Yaitu di level Low Band yang meliputi pita-pita frekuensi di bawah 1 Giga Hertz, Middle Band yang meliputi pita-pita frekuensi di dalam rentang 1-6 Giga Hertz, dan juga di High Band (yang sering disebut sebagai Super Data Layer atau milimeter Wave Band), yang menjangkau pita frekuensi tinggi di atas 6 Giga Hertz,” ujarnya. 

Berkaitan dengan pengelolaan spektrum frekuensi radio sebagai sumber daya alam yang bersifat terbatas (limited natural resources), Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kominfo telah menerapkan dua kebijakan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatannya bagi masyarakat. Dua kebijakan tersebut adalah teknologi netral dan program Farming dan Refarming Frekuensi. 

Sedangkan untuk model bisnis, Menkominfo menilai hadirnya teknologi 5G di tengah kehidupan masyarakat akan memicu banyak perubahan pada model bisnis, baik di industri telekomunikasi maupun industri vertikal lain seperti manufaktur dan otomotif.

“Hal ini karena potensi layanan 5G yang bukan lagi hanya fokus pada pola komunikasi antarmanusia (human-to-human), tetapi juga mengintegrasikan manusia dengan mesin (human-to-machine), serta menciptakan jejaring/jalur komunikasi antara mesin yang satu dengan mesin yang lainnya (machine-to-machine),” jelasnya.

Menteri Kominfo menjelaskan bahwa layanan 5G untuk komunikasi antar manusia atau human-to-human dapat meningkatkan interaksi manusia melalui berbagai platform digital, seperti virtual/augmented reality, video conference, dan social network untuk meningkatkan keamanan publik. 

“Teknologi 5G pula akan seolah menghilangkan batas dalam interaksi manusia dengan mesin atau human-to-machine, misalnya dengan cara merealisasikan teknologi smart home, smart city, dan tele-health. Lalu dengan terciptanya komunikasi antar mesin (machine-to-machine), maka perubahan model bisnis akan semakin terasa dengan berkembangnya otomatisasi industri dalam rangka beradaptasi dengan Revolusi Industri 4.0 serta teknologi kecerdasan buatan/Artificial Intelligence (AI),” tandasnya.

Fiberisasi dan penguatan infrastruktur

Menurut Menteri Johnny, untuk mendukung penggelaran layanan 5G diperlukan fiberisasi dan penguatan infrastruktur yang menyeluruh. Hal tersebut dapat dilakukan setidaknya melalui tiga hal pokok. 

“Pertama, di era 5G tipe Base Transceiver Station (BTS) akan didominasi oleh tipe BTS-BTS yang berukuran pendek, tetapi akan sangat rapat penempatannya yang disebut dengan istilah small cell. Karenanya, diperlukan kemudahan akses terhadap infrastruktur pasif eksisting seperti misalnya lampu jalan, lampu lalu lintas, papan reklame, halte bus, dan lain sebagainya,” ujarnya.

Selain tipe BTS, efisiensi dan keteraturan tata kota juga dibutuhkan ruang bersama dalam bentuk ducting sebagai jalur arteri pendistribusian jaringan Fiber Optic (FO), baik ke BTS, rumah, bangunan maupun fasilitas publik.

“Kedua hal pokok tersebut memerlukan sosialisasi yang intensif dan menyeluruh kepada segenap elemen di level Pemerintah Daerah, agar terjadi gerak langkah yang harmonis sehingga 5G mampu menjadi enabler kemajuan Indonesia yang dimulai dari daerah-daerah,” jelasnya.

Hal ketiga adalah upaya fiberisasi perlu terus dipercepat oleh para penyelenggara telekomunikasi agar koneksi antar-BTS dan jaringan middle-mile/backhaul memiliki kapasitas transmisi yang besar dan mampu menyediakan koneksi yang responsif, serta mampu mengantisipasi pertumbuhan trafik yang semakin eksponensial.

Aspek terakhir yakni mengenai dukungan tata kelola 5G yang komprehensif adalah perangkat, ekosistem, dan talenta digital, Menkominfo menilai 5G harus memberikan kesempatan dan peluang pada potensi dalam negeri.

“Tentunya, kehadiran teknologi 5G di Indonesia harus memberikan kesempatan dan peluang pada potensi di dalam negeri kita sendiri. Dimulai dari aspek TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) perangkat 5G, kami terus bersinergi dengan Kementerian Perindustrian untuk merumuskan kebijakan yang paling tepat, seperti TKDN 4G sebesar 40%,” jelasnya.

Menkominfo menambahkan perangkat jenis base station melalui teknologi open protocol, seperti teknologi Open RAN (Radio Access Network) telah diawali melalui jalinan kerja sama riset antara Universitas Telkom dengan salah satu vendor global yang unggul di dalam ekosistem teknologi Open RAN. Selain itu, juga ada perangkat 5G jenis handset dengan nilai TKDN setidaknya sama dengan nilai TKDN untuk handset 4G yaitu sebesar 30%. Terkait hal ini, kajian intensif yang melibatkan Kementerian Perindustrian dan para pelaku usaha industri dalam negeri diharapkan terus dilakukan.

“Segenap upaya tersebut bermuara pada tujuan kita bersama yaitu mendorong Indonesia untuk dapat menjadi negara produsen, setidaknya komponen,” tandasnya.

Menurut Menteri Kominfo pembangunan jaringan 5G bukan hanya sebagai infrastruktur, tetapi juga sebagai upaya untuk membangun ekosistem lokal terutama ekosistem di layer aplikasi. Oleh karena itu, pengembangan ekosistem aplikasi ini perlu ditingkatkan, mengingat sejak era 4G, Indonesia terbukti mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri melalui sejumlah aplikasi lokal yang menjelma menjadi unicorn bahkan decacorn. 

“Aplikasi-aplikasi lokal tersebut, termasuk aplikasi IoT, diharapkan terus mendominasi sehingga mampu bersaing dengan aplikasi atau OTT dari luar Indonesia. Pemberdayaan berbasis komunitas harus terus ditingkatkan agar pegiat industri lokal semakin kompeten dalam memproduksi dan mengembangkan bisnis berbasis aplikasi,” ujarnya.

Dari sisi sumber daya manusia, Menkominfo menilai pembangunan talenta digital berwawasan 5G perlu dilakukan secara komprehensif. Hal ini dapat diawali dari penyiapan talenta digital di sisi hulu melalui jalur pendidikan formal sebagai perwujudan peran dan tugas perguruan tinggi untuk mendidik masyarakat Indonesia agar unggul dan berdaya saing. 

“Peran pembangunan talenta di tingkat hulu ini dilakukan Kementerian Kominfo melalui pengembangan Sekolah Tinggi Multimedia (STMM) di Yogyakarta. Saat ini, STMM Yogyakarta berfokus pada tiga bidang jurusan, yakni Animasi dan Desain, Komunikasi Informasi Publik, dan Penyiaran,” jelasnya.

Sejak membuka penerimaan untuk umum pada tahun 2001 hingga saat ini, STMM Yogyakarta telah menerima total sebanyak 5.007 peserta didik dan meluluskan sebanyak 2.285 alumni. Kementerian Kominfo berkomitmen kedepan STMM Yogyakarta diusahakan untuk bermetamorfosis menjadi Institut Digital Nasional (IDN), sebuah Center of Excellence di bidang digital yang mencakup empat klaster besar studi baru.

“Antara lain teknologi digital, komunikasi dan media digital, ekonomi digital, serta tata kelola dan kebijakan digital. Metamorfosis ini dilakukan untuk mempertahankan relevansi dengan perkembangan zaman, dan terlebih untuk mempersiapkan SDM Indonesia agar siap menghadapi disrupsi digital,” tandasnya.

Selain STMM Yogyakarta, Kementerian Kominfo juga turut berkontribusi dalam pembangunan talenta digital di sisi hilir melalui program Digital Talent Scholarship (DTS) yang digagas sejak tahun 2018. 

“Program ini rencananya selain terus ditingkatkan jumlah pesertanya, tetapi juga akan diperkaya kurikulumnya dengan skill yang sesuai untuk era 5G, misalnya pengembangan software Open RAN, pelatihan system integrator, tata kelola jaringan 5G, advanced computing, pemahaman cyber security, networking, dan programming,” imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini