TRIBUNNEWS.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan pemutakhiran Harga Patokan Ikan (HPI) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 85 Tahun 2021, bertujuan untuk pemutakhiran standar kesejahteraan nelayan.
HPI sebelumnya dinilai tidak relevan dengan kondisi saat ini sebab menggunakan basis data 10 tahun lalu.
"Artinya selama ini kita menganggap tingkat kesejahteraan nelayan masih sama dengan tahun 2011. Melalui pemutakhiran HPI, ke depan kita akan memiliki program pemberdayaan yang jauh lebih akurat untuk lebih memajukan nelayan," ujar Menteri Trenggono saat membuka sosialisasi implementasi PP Nomor 85 Tahun 2021 bidang perikanan tangkap di Manado, Sulawesi Utara, Senin (4/10/2021).
PP 85 Tahun 2021 mengatur tentang jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kebijakan ini merupakan implementasi dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang tujuannya ingin memudahkan masyarakat dalam menjalankan usaha.
Menteri Trenggono menjelaskan, kontribusi PNBP perikanan tangkap pada pendapatan negara selama ini tergolong masih sangat kecil. Capaian PNBP SDA Perikanan tahun 2020 misalnya, hanya di angka Rp600 miliar.
Padahal nilai produksi perikanan tangkap sebesar Rp220 triliun. Dengan demikian, PP 85/2021 menurutnya merupakan instrumen utama untuk mengoptimalkan nilai pemanfaatan sumber daya perikanan di Indonesia.
Tujuan lain dari terbitnya PP 85/2021 adalah untuk memberikan rasa keadilan bagi para pelaku usaha perikanan di Indonesia. Melalui beleid ini, Pemerintah menambahkan sistem penarikan PNBP pasca produksi, dimana jumlah PNBP yang dibayarkan ke negara sesuai dengan hasil tangkapan.
"Fair tidak ini? Negara betul-betul hadir untuk mendorong usaha perikanan tumbuh. Dia membayar saat dia kembali membawa hasil. Kalau tidak membawa hasil, ya tidak membayar apa-apa," tegas Menteri Trenggono.
Menteri Trenggono turut menegaskan, hasil PNBP perikanan akan disalurkan kembali untuk pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia.
Seperti pembangunan dan perbaikan infrastruktur pelabuhan perikanan, pemberian jaminan sosial kepada nelayan dan ABK, melengkapi sarana dan prasarana yang ada di pelabuhan menjadi lebih modern, hingga memberi dukungan teknologi pada kapal-kapal nelayan.
"Kalau dulu mau melaut minta izin bayar duluan, sudah bayar, 10 bulan belum bisa melaut, padahal waktu izin satu tahun. Jadi rugi. Di era saya jangan begitu, nelayan melaut sudah fight dengan nyawanya. Jadi biarkan melaut bahkan kalau perlu diberi bantuan teknologi untuk mengetahui kondisi cuaca misalnya. Nanti kalau sudah pulang, begitu pulang ditimbang hasilnya bagus, bayarlah pada negara, kalau tidak dapat ya sudah," paparnya.
Dalam sosialisasi tersebut, Menteri Trenggono turut menyampaikan rencana kebijakan penangkapan terukur di WPPNRI yang akan diterapkan pada awal tahun 2022.
Kebijakan ini bertujuan agar distribusi pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir menjadi lebih merata hingga meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia sebab pengelolaannya sesuai dengan prinsip ekonomi biru.
Sementara itu, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey menyambut baik sosialisasi PP 85/2021 dan penerapannya. Dia berharap implementasi peraturan tersebut dapat meningkatkan geliat industri perikanan di Sulawesi Utara.
"Mudah-mudahan ini bisa memberi dorongan lebih cepat untuk industri perikanan di Sulut. KEK Bitung itu cakupannya usahanya industri perikanan, mudah-mudahan berjalan dengan baik dengan kebijakan-kebijakan baru yang dibuat oleh KKP," ujar Olly.
Sosialisasi PP 85/2021 turut dihadiri oleh Wali Kota Manado dan Bitung, serta pelaku usaha perikanan yang ada di wilayah tersebut. Rata-rata mereka menyambut baik penerapan PP 85/2021. (*)