TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Tindakan Tanggap Darurat dan Pengendalian Penyakit Ikan, serta Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Jenis Penyakit Ikan yang Berpotensi menjadi Wabah Penyakit Ikan. Dua peraturan ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 75 Ayat 5 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu dalam keterangannya menyampaikan sejalan dengan program terobosan yang dicanangkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yaitu pertama meningkatkan komoditas ekspor. Dan kedua, membangun kampung perikanan budidaya yang berbasis pada kearifan lokal. “Maka dari itu mengingatkan seluruh pihak harus mewaspadai, mengantisipasi dan melakukan tindakan pengendalian terhadap penyebaran penyakit ikan, terutama yang berpotensi menyebabkan kegagalan produksi secara masif,” tegas Dirjen yang biasa disapa Tebe.
Tebe menambahkan penyakit ikan menjadi penyebab utama kegagalan produksi dalam usaha budidaya, dan harus diwaspadai.
Sementara itu, Sekretaris Ditjen Perikanan Budidaya KKP, Gemi Triastutik, saat membuka Sosialisasi Permen KP dan Kepmen KP tersebut melalui daring, Selasa (12/10/2021) menyampaikan bahwa Permen KP 13/2021 dan Kepmen KP 28/2021 merupakan regulasi yang disiapkan untuk meminimalisir tingkat penyebaran penyakit ikan yang lebih luas dan menjadi wabah, serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyakit ikan.
Gemi juga menuturkan, “Dalam Permen KP Nomor 13 Tahun 2021 terdiri dari dua bagian utama yaitu mengatur tentang tindakan tanggap darurat penanganan wabah penyakit dan pengendalian penyakit ikan. Sedangkan, Kepmen KP Nomor 28 Tahun 2021 berisi daftar jenis penyakit ikan yang berpotensi menjadi wabah penyakit ikan,” paparnya.
Peraturan baru ini menjadi dokumen strategis untuk mencegah kasus merebaknya penyakit ikan dan penurunan kualitas lingkungan di kawasan perikanan budidaya di Indonesia. “Kematian ikan akibat serangan penyakit ikan dan penurunan kualitas lingkungan masih menjadi permasalahan di kawasan-kawasan perikanan budidaya,” tambah Gemi.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Biro Hukum, Sekretariat Jenderal KKP, Tini Martini menyampaikan bahwa materi muatan PP Nomor 27 Tahun 2021 terkait subsektor perikanan budidaya yaitu pada bagian kelima Pasal 74 hingga Pasal 82 tentang wabah dan wilayah wabah penyakit ikan.
“Jadi KKP diantaranya harus mengatur terkait kesehatan ikan dan lingkungan, pertama penetapan jenis penyakit ikan yang berpotensi menjadi wabah penyakit ikan, kedua tata cara penetapan wabah penyakit ikan dan wilayah wabah penyakit ikan, serta ketiga penanganan wabah penyakit ikan dan pengendalian penyakit ikan,” jelas Tini.
Dengan terbitnya Kepmen KP 28/2021 maka KKP resmi mencabut Kepmen KP sebelumnya yaitu Kepmen KP Nomor 33 Tahun 2007 tentang Penetapan Jenis-Jenis Penyakit Ikan yang Berpotensi Menjadi Wabah Penyakit Ikan. “Kepmen KP Nomor 33 Tahun 2007 sudah kita cabut dan dinyatakan tidak berlaku,” ujar Tini.
Sebagai informasi, penyakit ikan adalah gangguan kesehatan pada ikan yang antara lain disebabkan oleh patogen seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit, perubahan lingkungan, defisiensi nutrisi dan kelainan genetik baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan, wabah penyakit ikan adalah kejadian luar biasa serangan penyakit ikan dalam suatu populasi pada waktu dan daerah tertentu yang dapat menimbulkan kerugian fisik, sosial, dan ekonomi.
Christina Retna Handayani, Pengelola Kesehatan Ikan Ahli Madya, Ditjen Perikanan Budidaya KKP, menjelaskan bahwa keberhasilan pencegahan serta penanganan wabah penyakit ikan akan sangat bergantung dari sistem tanggap darurat yang dimiliki. Tindakan tanggap darurat harus disusun secara komprehensif dan koordinatif mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan hingga evaluasi.
Dalam tindakan tanggap darurat dan pengendalian penyakit ikan ada 3 poin yang perlu diperkuat yaitu sistem peringatan dini, sistem deteksi dini dan sistem respon dini.
“Sistem peringatan dini merupakan pengambilan keputusan tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terjadinya wabah penyakit ikan,” ujar Christina.
Sistem peringatan dini ini dilaksanakan melalui pertama pengumpulan data dan informasi penyakit ikan, kedua pemutakhiran database penyakit ikan, kemudian ketiga pengembangan komunikasi dengan ahli/pakar, asosiasi pelaku usaha, dokter hewan, pembudidaya ikan dan/atau produsen, serta keempat pengembangan hubungan kerja dengan otoritas kompeten negara mitra dagang.
“Kalau sistem deteksi dini dilakukan untuk mengetahui diagnosa suatu penyakit ikan secara cepat dan tepat,” kata Christina. Dalam sistem deteksi dini dilaksanakan melalui pertama identifikasi kapasitas laboratorium uji penyakit ikan (prasarana, sarana, sumber daya manusia, dan metode pengujian), dan kedua penyediaan sistem pelaporan cepat penyakit.
Berikutnya, sistem respon dini dilakukan untuk meminimalisasi dampak wabah penyakit ikan secara cepat dan tepat yang dilaksanakan melalui pertama penyiapan kebijakan tanggap darurat, kedua penyiapan sarana dan prasarana tanggap darurat, serta ketiga penyiapan rencana kerja penanganan penyakit ikan.
“Sementara pada Kepmen KP Nomor 28 Tahun 2021, jenis penyakit ikan yang berpotensi menjadi wabah penyakit ikan dibagi menjadi penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit dan mikotik,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengingatkan bahwa seluruh pihak harus mewaspadai, mengantisipasi potensi dan melakukan tindakan pengendalian terhadap penyebaran penyakit ikan terutama yang berpotensi menyebabkan kegagalan produksi perikanan budidaya. Diharapkan dengan diterbitkannya peraturan tersebut, akan mendukung keberhasilan program terobosan KKP melalui pengawalan kesehatan ikan dan lingkungan budidaya.(*)