TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) terus berakselerasi untuk mengimplementasikan program terobosan untuk membentuk kawasan perikanan budidaya yang berbasis pada kearifan lokal. Kali ini, DJPB kembali telah meresmikan kampung perikanan budidaya ikan nila salin di Desa Wanantara, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.
Ikan nila salin dipilih menjadi salah satu komoditas kampung perikanan budidaya lantaran pertumbuhan ikan nila salin bisa lebih cepat, bahkan harganya bisa lebih tinggi dari nila biasa. Selain itu cita rasa dagingnya lebih disukai konsumen. Secara ekonomi ikan nila salin juga cukup menjanjikan, sehingga ikan nila salin sangat cocok dikembangkan sebagai salah satu komoditas perikanan budidaya di Kabupaten Indramayu.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu menyampaikan akselerasi program terobosan yang telah dicanangkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono terus berjalan. Salah satunya program kampung perikanan budidaya ikan nila salin di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Dia juga menyampaikan penetapan kampung perikanan budidaya ikan nila salin di Desa Wanantara, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2022 tentang Kampung Perikanan Budidaya.
“Sebagai komitmen, DJPB melalui Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang akan terus melakukan pendampingan teknis, untuk pengembangan perikanan budidaya yang berbasis pada kearifan lokal, sehingga dapat meningkatkan produktivitas di kampung perikanan budidaya ikan nila salin di Kabupaten Indramayu,” kata Tebe –panggilan akrab Tb Haeru Rahayu-.
Sementara itu, Menurut Kepala Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, M. Tahang mengatakan potensi perikanan di Kabupaten Indramayu memang sangat besar, terlebih setelah diresmikannya Desa Wanantara, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat sebagai kampung perikanan budidaya nila salin sehingga dapat memberikan semangat baru kepada pembudidaya ikan nila salin di Kabupaten Indramayu.
Menurutnya, secara eksisting luas kampung perikanan budidaya ikan nila salin di Kabupaten Indramayu seluas 120 hektare. Dia juga mengatakan Desa Wanantara, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat memiliki kisaran salinitas sangat cocok untuk membudidaya ikan nila salin, dengan salinitas antara 0-15 ppt.
“Saya harap setelah ditetapkannya Desa Wanantara sebagai kampung perikanan budidaya ikan nila salin, dapat menjadi salah satu lokasi kampung perikanan budidaya yang berbeda dengan kampung lainnya. Seperti diketahui, penggerak dari kampung nila salin ini merupakan generasi milenial yang mampu membuktikan bahwa menjadi pembudidaya ikan nila salin dapat meningkatkan taraf hidup,” tukasnya.
Sementara itu, salah satu pembudidaya ikan nila salin di kampung perikanan budidaya Kabupaten Indramayu, yang tergabung dengan Pokdakan Jongor Lestari, Gusti Azis mengaku sangat antusias untuk membudidaya ikan nila salin, dirinya memilih membudidaya ikan nila salin lantaran lebih kuat jika dibandingkan dengan nila biasa.
Hasil budidaya ikan nila salin menurutnya juga sangat menguntungkan, dia menceritakan penghasilan kampung nila salin di Desa Wanantara, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat bisa mencapai Rp25-35 miliar per tahun. “Tentunya hasil tersebut bisa semakin meningkat setelah diresmikannya kampung perikanan budidaya ikan nila salin, dan akan menerapkan pola penanaman intensif,” kata Azis.
Dia menceritakan mayoritas pembudidaya di kampung ikan nila salin ini masih menggunakan cara tradisional. Dalam satu siklus selama 2,5 bulan dalam kolam seluas satu hektare dengan kedalaman satu meter, Azis biasa menebar 40 ribu ekor benih/per hektare, dengan angka kelulusan hidup ikan nila salin sekitar 70 persen, dengan hasil panen rata-rata 3 ton per siklus per hektarr. Sementara untuk pemberian pakan, Azis biasa memberikan pakan satu banding satu, sehingga jika hasil panennya 3 ton, maka pakan yang diberikan juga 3 ton.
Biaya pakan, benih dan obat obatan dalam satu siklus sekitar Rp40 juta. Dengan harga jual ikan nila salin Rp20 ribu per kilogram, jika hasil panen 3 ton pembudidaya bisa menghasilkan Rp l60 juta, sehingga pembudidaya bisa mengantongi pendapatan bersih Rp20 juta per siklus per hektar setelah dipotong biaya produksi.
“Dengan bimbingan dari Pemerintah, kami optimis produksi para pembudidaya akan semakin membaik, bahkan bisa bersaing di pasar nasional nantinya. Jika pemerintah maksimal membuka ruang untuk kami, maka hanya 2-3 tahun, kami akan bisa bersaing ke tingkat nasional,” tukas Azis.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan dengan adanya akselerasi pelaksanaan program terobosan, diharapkan sektor kelautan dan perikanan ke depannya mampu menjadi tulang punggung perekonomian nasional. "Kami mengharapkan pelaksanaan beberapa kegiatan prioritas KKP tahun 2022 di daerah dapat memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan dan perekonomian nasional, dengan tetap memperhatikan keberlanjutan ekologi," ungkap Menteri Trenggono.