TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA, mengharapkan Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia (BMIWI) untuk memaksimalkan potensi yang ada dan memberikan kontribusi yang lebih konkrit dan solutif untuk kemaslahatan bangsa dan negara khususnya untuk kaum perempuannya.
BMIWI juga harus menguatkan kolaborasi dan kerjasama dengan semua pihak, terutama dengan organisasi-organisasi perempuan yang sudah mapan sehingga bisa memaksimalkan potensi umat keseluruhan menjadi barisan yang besar dengan kontribusi yang maksimal.
“Di era Reformasi ini, ruang bagi Ormas Islam Perempuan untuk memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara, makin terbuka lebar. Apalagi di era ini tidak ada barrier (hambatan) untuk memaksimalkan ruang Indonesia ini untuk kemaslahatan keumatan dan kebangsaan. Kita berada di era reformasi, dimana ruang ini dibuka sangat luas. Maka sudah sangat sewajarnya bila Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia mengisi ruang itu dengan memaksimalkan potensi dan jaringannya untuk memberikan kontribusi yang lebih konkrit dan solutif,” kata Hidayat Nur Wahid dalam pertemuan dengan Pengurus Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia (BMIWI) di Ruang Kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III Lantai 9, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/10/2022).
Pengurus BMIWI yang hadir dipimpin Ketua Presidium Dr. Hartini Salama, M.M, didampingi para pengurus lainnya, dari beragam Organisasi Wanita Perempuan tingkat Nasional.
Menurut HNW, sapaan Hidayat Nur Wahid, realitas saat ini dan ke depan, dalam konteks kehidupan bernegara, memang sangat dipentingkan hadirnya kontribusi yang lebih konkrit dan solutif termasuk oleh ormas Perempuan Muslimah. Di era reformasi ini, ruang untuk berperan serta terbuka sangat luas.
“Semua pihak boleh berperanserta dan memberikan kontribusi. Maka BMIWI juga bisa memaksimalkan ruang keterbukaan itu untuk berperanserta dan memberikan kontribusi, jangan malah dimubadzirkan,” katanya.
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS ini mendorong BMIWI untuk memaksimalkan potensi dengan tidak mubazirkan dan membiarkan ruang keterbukaan ini. Ruang terbuka itu di antaranya ruang pemberdayaan SDM termasuk untuk kaum milenial, media sosial, pemberdayaan ekonomi, ruang berpartisipasi di dunia publik termasuk dakwah, juga ruang di dunia politik.
Dalam konteks politik, misalnya, tidak ada hambatan bagi muslimin dan muslimat untuk menduduki posisi yang tinggi di pemerintahan. Juga tidak ada hambatan untuk berkontribusi menghadirkan regulasi atau mengkoreksi regulasi untuk kemaslahatan Umat dan Bangsa. Semua posisi dan kontribusi dimungkinkan untuk dicapai.
“Mestinya BMIWI dengan segala jaringan dan potensinya, dapat mengisi dan memaksimalkan ruang keterbukaan ini,” tuturnya.
Apalagi, lanjut HNW, ketika umat mendapatkan kekuasaan, pastilah orientasinya bukanlah untuk melakukan kedhaliman dan kejahatan seperti yang dipahami dari ungkapan yang populer “power tend to corrupt, absolutely power absolutely corrupt”, atau kekuasaan yang cenderung melanggar hukum dan korup, melainkan dalam visi Umat, kekuasaan untuk berkhidmat, melayani, dan peduli.
“Semakin kewenangan dan kekuasaan didapat, maka semakin banyak yang kita pedulikan, bantu dan selamatkan. Orientasinya seperti itu,” katanya.
Namun HNW mengingatkan, di satu pihak ada keterbukaan, namun di sisi lain harus waspada dan hati-hati karena adanya kecenderungan pihak-pihak yang mengisi ruang keterbukaan dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan Pancasila, seperti LGBT, komunisme, atheism, separatisme, mengadudomba sesama anak bangsa, mengeksploitasi SDA dan merusak lingkungan.
Untuk itu HNW mengusulkan agar BMIWI mempunyai lembaga think tank yang menganalisa dan mempersiapkan kajian-kajian yang memberi jawaban, alternatif, dan arahan, sehingga kegiatan BMIWI akan betul-betul menjadi solusi, memberikan kontribusi, dan menyelesaikan masalah ke depan.
“Bahkan mengarahkan umat untuk berada di arah yang benar ke depan di tengah semakin tajamnya persaingan ideologi dan globalisasi yang mengubah banyak hal dalam kehidupan,” imbuhnya.
Selain itu, BMIWI juga harus menguatkan kolaborasi dan kerjasama dengan semua pihak. Baik kolaborasi di internal BMIWI maupun kolaborasi dengan organisasi-organisasi yang sudah mapan, seperti Muslimat NU atau Aisyiyah Muhammadiyah, sehingga memaksimalkan potensi umat keseluruhan untuk menjadi barisan besar.
“Dalam perjuangan membela Umat dan Bangsa, kita tidak bisa sendirian. Kita harus bersama-sama dan bekerja sama. Begitulah sunnah Islam dan hajat kehidupan untuk atasi tantangan. Sebagai badan musyawarah, BMIWI sudah menggambarkan kerjasama antara ormas-ormas Islam,” kata HNW.
Sementara itu Ketua Presidium BMIWI, Dr. Hartini Salama, MM, menjelaskan di BMIWI ada 38 organisasi Islam wanita yang tergabung di antaranya Muslimat NU, Aisyiyah Muhammadiyah, BKMT, Muslimat Al Washliyah, Muslimat Al Ittihadiyah, Salima, Mushida, Muslimah PUI dan lainnya.
“Kegiatan BMIWI antara lain pendidikan, dakwah, ekonomi, hukum. Misinya adalah perjuangan Islam, menjadikan muslimah-muslimah tangguh. Muslimah mempunyai kekuatan yang besar jika bersatu,” ujarnya.