TRIBUNNEWS.COM, SURAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo bersama Ketua Center for Dialogue and Cooperation Among Civilizations Prof. Dr. M. Din Syamsuddin membuka World Peace Forum ke-8.
Bamsoet mengingatkan, ditengah maraknya upaya berbagai entitas global dalam mewujudkan perdamaian dunia, terdapat fakta statistik bahwa indeks perdamaian global terus mengalami penurunan hingga 3,2 persen selama kurun waktu 14 tahun terakhir, sebagaimana terungkap dari rilis Institute for Economics and Peace.
"Kita pun harus merenungkan kembali, apakah komunitas internasional sudah melangkah di jalan yang tepat dalam memperjuangkan keadilan global, ketika World Justice Project pada Oktober 2022 mengungkapkan bahwa 61 persen dari 140 negara yang disurvei, tingkat kepatuhan terhadap supremasi hukum justru mengalami penurunan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia kian melemah. Di sisi lain, keadilan global juga akan sulit diwujudkan, manakala kepatuhan terhadap norma dan hukum internasional masih menjadi isu yang diperdebatkan dan dalam penerapan sanksinya pun masih menyisakan persepsi adanya perbedaaan standar," ujar Bamsoet saat menjadi Keynote Speaker dalam World Peace Forum (WPF) sekaligus membuka acara tersebut di Surakarta, Kamis (17/11/2022).
Turut hadir secara virtual antara lain, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-sepuluh dan ke-duabelas yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia dan Ketua Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nasir, dan Ketua Chengho Multicultural and Education Trust Mr. Tan Sri Lee Kim Yew.
Delegasi WPF yang hadir lebih dari 10 negara dunia, antara lain, Ketua Center for Dialogue and Cooperation Among Civilizations Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta Prof Sofyan Anif, Penasehat Dewan Fatwa Al-Azhar Mesir Syaikh Prof. Dr. Abbas Suman, Dicastery for Interreligious Dialogue Vatican Rev. Laurent Basanese SJ, Emeritus Professor of Indonesian Politics at The Australian National University Prof. Greg Fealy, President-Moderator of Asian Conference of Religions for Peace Prof. Desmond Cahill, Former Grand Mufti of Bosnia and Herzegovina Dr. Mustafa Ceric, serta Dean of Faculty of Islamic Sciences of Al-Azhar University Egypt Prof. Dr. Nahla Shabri Shu’aidi.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, ditengah modernitas zaman yang terus melaju dengan ditopang lompatan kemajuan teknologi, terdapat fakta bahwa menurut catatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Juli 2022, sekitar 345 juta orang penduduk dunia saat ini dalam kondisi sangat kelaparan.
Selama lebih dari 2 tahun pandemi Covid-19 telah menghantam perekonomian dunia, yang juga berdampak pada melemahnya tingkat kesejahteraan masyarakat global.
"Resesi ekonomi dan peningkatan angka pengangguran menjadi isu yang mengemuka di berbagai negara. International Labour Organization memproyeksikan tingkat pengangguran global bisa mencapai 207 juta orang pada tahun 2022, sekitar 73 juta diantaranya adalah kelompok usia muda," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, ditengah gambaran paradoks dalam mewujudkan perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat global tersebut, World Peace Forum (WPF) menawarkan gagasan menarik untuk menjadikan Persaudaraan Insani dan Jalan Tengah sebagai pondasi dan titik tumpu.
Persaudaraan Insani, sebagaimana merujuk pada dokumen Human Fraternity for World Peace and Living Together yang ditandatangani bersama Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar Ahmed el-Tayeb pada 4 Februari 2019, adalah penegasan komitmen untuk membangun sinergi dan kolaborasi dalam menghadapi berbagai krisis global, seperti konflik bersenjata/perang, penindasan, dan kemiskinan.
"Dokumen ini mengedepankan pendekatan transendental untuk membangun semangat persahabatan dan persaudaraan antar umat manusia. Dokumen ini juga dapat dimaknai sebagai kritik atas realitas global, yang belum sepenuhnya sepadan dengan besarnya upaya kita untuk mewujudkan kehidupan dunia yang damai, adil, dan sejahtera," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum SOKSI dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, apsek kedua, konsep Jalan Tengah. Menarik benang merah dari setiap pemicu terjadinya krisis global, salah satunya adalah adanya gap, ketimpangan, dan ketidakseimbangan, baik dalam dimensi ekonomi, sosial, maupun politik.
Seluruh masyarakat dunia merasakan betapa bumi tempat berpijak saat ini sudah semakin bertambah 'tua'. Kemampuan bumi untuk menopang kehidupan umat manusia semakin menurun, seiring dengan semakin menipisnya dukungan sumberdaya alam, khususnya sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui.
Kondisi ini diperburuk oleh krisis iklim dan kerusakan lingkungan, yang sebagian besar justru disebabkan oleh kelalaian manusiabsendiri. Terlebih saat ini penduduk bumi sudah mencapai 8 miliar jiwa.
"Berbagai gambaran ketidakseimbangan tadi meniscayakan hadirnya langkah terobosan. Di sinilah peran penting dari gagasan Jalan Tengah, untuk mendorong terwujudnya keseimbangan tersebut, untuk meminimalisir, dan sekaligus menjadi solusi, atas terjadinya berbagai krisis global. Kata kunci dari konsepsi Jalan Tengah adalah toleransi dan inklusivitas. Toleransi mendorong lahirnya sikap moderat dan tenggang rasa, bahwa keberagaman dalam budaya, agama, dan berbagai atribut primordialisme lainnya, tidak menghapus fitrah bahwa kita adalah satu saudara dalam kemanusiaan," pungkas Bamsoet. (*)