TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menggelar rangkaian kegiatan workshop untuk menyusun rencana operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Sub Nasional Sulawesi Utara di Kota Manado, Selasa (7/3/2023).
Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan dengan kondisi dimana tingkat serapan sama atau lebih tinggi dari tingkat emisi yang pijakan utamanya: Sustainable Forest Management, Enviromental Governance, dan Carbon Governance.
Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Dan Tata Lingkungan, Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan bahwa sasaran yang ingin dicapai melalui implementasi Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 yaitu: tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030, mendukung net zero emission sektor kehutanan, dan guna memenuhi NDC yang menjadi kewajiban nasional Indonesia sebagai kontribusi bagi agenda perubahan iklim global dengan memperhatikan visi Indonesia yang lebih ambisius dalam dokumen LTS-LCCR 2050.
“FOLU Net Sink 2030 dapat dicapai melalui 15 aksi mitigasi sektor FOLU, yaitu: Pengurangan laju deforestasi lahan mineral; Pengurangan laju deforestasi lahan gambut; Pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral; Pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut; Pembangunan hutan tanaman; Sustainable forest management; Rehabilitasi dengan rotasi; Rehabilitasi non rotasi; Restorasi gambut; Perbaikan tata air gambut; Konservasi keanekaragaman hayati; Perhutanan sosial; Introduksi replikasi ekosistem, ruang terbuka hijau dan ekoriparian; Pengembangan dan konsolidasi hutan adat; dan Pengawasan dan law enforcement dalam mendukung perlindungan dan pengamanan kawasan hutan,” tambah Hanif.
Lebih lanjut, Hanif menyebutkan bahwa mangrove memiliki kontribusi yang besar dalam menyerap emisi. Mangrove memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan karbon kurang lebih 4 – 5 kali lebih besar dibanding ekosistem hutan daratan. Dalam dokumen LTS-LCCR, mangrove belum termasuk dalam sektor hutan dan lahan. Mangrove kedepannya akan termasuk dalam blue carbon (karbon yang tersimpan dalam ekosistem pesisir, meliputi ekosistem perairan yaitu mangrove, padang lamun, dan terumbu karang).
“Mangrove telah dimasukkan dalam GRK nasional dalam kategori lahan basah (lebih pada vegetation cover, belum kepada below gorund dan soil) serta dalam penetapan tingkat Forest Reference Emission Level (FREL) untuk REDD+ dan estimasi hasil REDD+. Potensi blue carbon yang cukup tinggi pada mangrove yang meliputi; above ground biomass (17 persen), soil mangrove (78%) maupun below ground biomass (5%). Mangrove dapat menjadi peluang untuk selanjutnya dielaborasi dalam Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030,” tutur Hanif.
Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki hutan mangrove yang luas. Luas hutan mangrovenya yaitu 11. 766 Ha dengan komposisi mangrove jarang seluas 6%, mangrove sedang seluas 19%, dan mangrove lebat 75%. Wilayah hutan ini yang harus dijaga oleh seluruh lapisan masyarakat Sulawesi Utara.
Guna mendukung Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, Kepala Dinas Kehutanan Sulawesi Utara, Jemmy Ringkuangan menyebutkan bahwa pihaknya telah menetapkan tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan pada bidang kehutanan tahun 2022 – 2026. Misi dari kebijakan tersebut adalah penguatan ekonomi yang bertumpu pada industri pertanian, perikanan, pariwisata, dan jasa serta pembangunan daerah yang berkelanjutan.
Jemmy juga menyebutkan bahwa sasaran strategis dari kebijakan yang telah ditetapkan yaitu peningkatan keberadaan dan kelestarian hutan dengan pemberian akses kelola hutan bagi masyarakat serta peningkatan luas lahan kritis yang direhabilitasi dalam rangka konservasi Sumber Daya Air.
“Kami juga telah mencanangkan program atau kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan guna mendukung Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. Program tersebut yaitu: Rehabilitasi hutan dan lahan, Rapat koordinasi evaluasi Daerah Aliran Sungai (DAS), Pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS/Forum DAS, Pengadaan bibit tanaman kehutanan, dan Pengadaan bibit produktif,” tutup Jemmy.
Lebih lanjut, guna menanamkan budaya menanam pohon Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara membaurkannya dengan kearifan lokal serta melibatkan segenap elemen. Hal tersebut meliputi: Ajakan “Mari Jo Bakobong”, Mewajibkan calon pengantin menanam pohon sebelum menikah, dan Mewajibkan ASN menanam pohon.
Kegiatan ini dihadiri oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara, UPT lingkup KLHK di Provinsi Sulawesi Utara, KPH di Provinsi Sulawesi Utara, OPD Pemprov dan Kab/Kota se-Sulawesi Utara, serta para akademisi. Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030 Sub Nasional Sulawesi Utara yang telah dan sedang disusun diharapkan dapat terealisasi secara optimal guna mencapai Indonesia yang net-zero emission pada 2030 atau lebih cepat dari yang direncanakan.(*)