TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, laku moderasi beragama memiliki basis pada konstitusi dan itu menjadi kunci hadirnya kerukunan di antara umat beragama dan antar warga bangsa Indonesia.
Menurutnya, laku moderasi bukanlah sesuatu yang asing dan baru di Indonesia, melainkan telah lama dipraktikan oleh para pendiri bangsa dan turut masuk ke dalam konstitusi Indonesia.
“Misalnya pada pembahasan sila pertama Pancasila, pendiri bangsa anggota BPUPKI maupun PPKI dari kelompok nasionalis maupun keagamaan sepakat membuat keputusan yang moderat, dengan mengubahnya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa,” ungkap Hidayat dalam keterangan persnya, Sabtu (20/5/2023).
“Selain menunjukkan sikap jalan tengah yang dipilih oleh para pendiri bangsa, secara substansi sila pertama tersebut mendorong adanya toleransi dan moderasi di antara umat beragama, dan menolak ekstremisme termasuk ekstremisme anti agama (komunisme maupun ateisme),” tambah Hidayat.
Hal itu disampaikan Hidayat saat menjadi Narasumber Dialog Kerukunan Umat Beragama yang diselenggarakan oleh Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Kamis (18/5/2023).
Pria yang akrab disapa HNW ini menjelaskan, moderasi beragama memang wajar hadir di Indonesia, karena sebagai negara demokrasi akan menghadirkan aturan hukum yang bermuara pada konstitusi.
“Dengan demikian, sangat wajar jika mayoritas penduduk Indonesia dan anggota DPR-nya beragama Islam. Kemudian mereka (anggota DPR/MPR) membuat norma moderasi beragama yang muncul juga di berbagai pasal dalam UUD NRI 1945,” ujar HNW.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menambahkan, pada pasal-pasal yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia di dalam Pasal 28E, Pasal 28I, Pasal 28J, dan Pasal 29 tersebar berbagai penjaminan hak setiap warga negara untuk memeluk agama, beribadat menurut agamanya, kebebasan meyakini kepercayaan, di mana Negara akan menjamin kemerdekaan setiap orang atas hak tersebut.
“Sebelum orang bisa menjalankan moderasi beragama, maka terlebih dulu orang harus dijamin haknya untuk beragama. Konstitusi kita jelas dan tegas menjunjung hal tersebut,” jelasnya.
Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (dapil) DKI Jakarta II meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Luar Negeri ini turut mengungkapkan bahwa moderasi bisa tumbuh subur dalam suasana demokrasi, lantaran warga yang moderat pasti berjumlah lebih banyak dari mereka yang berpandangan ekstremis.
Oleh karena itu dirinya mengajak kepada pimpinan DMI Jakarta Pusat yang ikut dalam dialog, serta berpesan kepada umat beragama agar senantiasa berperan aktif dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia, yang pada gilirannya akan berdampak pada bisa terus berkembangnya moderasi dan terciptanya kerukunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Salah satu peran tersebut adalah dengan menyebarkan cara pandang moderasi dalam beragama. Jika Rakyat pemilik kedaulatan banyak yang bersikap moderat, maka aktor demokrasi politik yang dipilih oleh rakyat juga pastilah yang berpandangan moderat,” tuturnya.
Sebagai informasi, forum dialog kerukunan umat beragama dihadiri oleh H. Sugito Kabag TU Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta, Ustadz Syawaludin Hidayat ketua DMI Jakarta Pusat dan tokoh-tokoh agama dari agama Islam, Konghucu, Katolik, dan Hindu.
Adapun tema yang dibahas adalah “Moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa di Indonesia”.