TRIBUNNEWS.COM - Mencuatnya dugaan kasus body checking pada sejumlah peserta ajang kontes kecantikan di Jakarta beberapa waktu lalu, harus menjadi momentum pihak-pihak terkait segera menuntaskan aturan pelaksanaan agar pengimplementasian UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) bisa maksimal.
"Dugaan kasus pelecehan seksual yang terjadi pada ajang kontes kecantikan di Jakarta, seharusnya mendorong pemerintah untuk menyegerakan hadirnya aturan pelaksana dari UU TPKS yang telah disahkan pada 13 April 2022," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/8).
Kasus pelecehan seksual itu dilaporkan oleh tujuh peserta kontes tersebut ke Polda Metro Jaya dan diduga puluhan peserta lain mengalami perlakuan yang sama.
Menurut Lestari, dugaan tindakan yang melanggar susila dan hukum di sebuah acara resmi di Ibu Kota itu mengindikasikan belum adanya pemahaman masyarakat terkait sejumlah tindakan yang dikategorikan kekerasan seksual.
Baca juga: Bertemu Presiden Jokowi, Bamsoet: MPR RI Tengah Melakukan Pengkajian Sistem Ketatanegaraan
Kehadiran UU TPKS pada tahun lalu, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, yang belum dilengkapi aturan pelaksanaannya membuat upaya penanganan kasus-kasus tindak kekerasan seksual tidak maksimal.
Selain itu, tambah Rerie, yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, masih maraknya tindak kekerasan seksual mengindikasikan sosialisasi UU TPKS ke masyarakat belum memadai.
Diakui Rerie, pemerintah telah berupaya melakukan percepatan dalam menerbitkan aturan turunan dari UU TPKS.
Semula, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, direncanakan aturan turunan tersebut dalam bentuk lima Peraturan Pemerintah dan lima Peraturan Presiden. Namun, pada pertengahan Juni tahun lalu pemerintah menyederhanakan jadi tiga Peraturan Pemerintah dan empat Peraturan Presiden.
Baca juga: Takut Dicurigai, MPR Ogah Bahas Amandemen Sebelum Pemilu
Berdasarkan informasi dari situs https://www.kemenkopmk.go.id, pada Juli 2023 lalu sejumlah aturan tersebut memasuki tahapan harmonisasi dan diharapkan akhir tahun ini bisa disahkan dan diimplementasikan.
Rerie berpendapat, sambil menunggu proses penyelesaian aturan pelaksanaan UU TPKS itu, upaya sosialisasi undang-undang yang memiliki makna pada pemajuan hak atas pencegahan, perlindungan, penanganan dan pemulihan atas korban, keluarga korban dan saksi tindak pidana kekerasan seksual itu, harus terus digencarkan.
Sehingga, tegas Rerie, kepedulian masyarakat dan aparat penegak hukum terus meningkat terhadap tindakan kekerasan seksual yang terjadi di sekeliling mereka.*