News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua MPR RI Bamsoet Tekankan Pentingnya Indonesia Miliki UU Keamanan dan Ketahanan Siber

Penulis: Fransisca Andeska
Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam acara Seminar Nasional HUT ke-78 Perhubungan TNI Angkatan Darat, di Pusat Pendidikan Perhubungan (Pusdikhub) TNI AD, Cimahi, Kamis (9/11/2023).

TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR RI yang juga sebagai Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menekankan bahwa Indonesia penting untuk memiliki Undang-undang (UU) Keamanan dan Ketahanan Siber. 

Menurutnya, hal ini dilakukan mengingat dunia sudah memasuki era internet of military things atau internet of battle field things, dimana operasi militer makin dapat dikendalikan dari jarak sangat jauh dengan lebih cepat, tepat, dan akurat. 

Selain itu, hal ini juga meningkatkan fungsi perangkat militer menjadi lebih efektif dan optimal, sebagaimana terlihat dalam perang Rusia-Ukraina maupun perang Hamas-Israel. 

Diketahui, Internet of military things juga menunjukan bahwa dunia semakin larut menghadapi perang generasi V (G-V) siber dengan center of gravity pada data dan informasi. 

Baca juga: Bamsoet Dukung Penyelenggaraan Balap Mobil Radical Mandalika Racing Experience

Setelah sebelumnya dunia mengalami perang G-I, yang dilakukan dengan padat manusia, G-II manuver dan tembakan, G-III padat teknologi, dan G-IV asimetris. Pada G-I hingga G-III, sasarannya pada sektor militer, fisik, dan ekonomi. Pada G-IV sasarannya sektor politik. Sedangkan G-V pada sosial dan ideologi. 

Menghadapi G-V, Singapura, Jerman, dan Tiongkok merupakan contoh negara yang telah membentuk Angkatan Siber sebagai matra tersendiri. Pasukan siber Tiongkok diprediksi yang terbesar di dunia, mencapai 145 ribu personil.

"Indonesia tidak boleh ketinggalan. Karenanya, pembuatan Angkatan Ke-IV, Angkatan Siber (AS) sebagaimana diusulkan Lemhannas RI, menjadi keniscayaan. Sehingga bisa memperkuat Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara AU). Mewujudkannya, terlebih dahulu bangsa Indonesia perlu amandemen kelima konstitusi untuk mengubah ketentuan pasal 10 dan pasal 30 ayat 3, sehingga TNI tidak hanya terdiri dari AD, AL, dan AU, melainkan ditambah dengan Angkatan Siber (AS)," ujar Bamsoet dalam keterangan persnya. 

Hal itu disampaikan Bamsoet dalam acara Seminar Nasional HUT ke-78 Perhubungan TNI Angkatan Darat, di Pusat Pendidikan Perhubungan (Pusdikhub) TNI AD, Cimahi, Kamis (9/11/2023).

Turut hadir dalam acara itu, antara lain Dankodiklat TNI AD Letjen TNI Arif Rahman, Kepala Pusat Perhubungan TNI AD Mayjen TNI Nurcahyo Utomo, Deputi II Bidang Operasi Keamanan Siber dan Sandi BSSN Mayjen TNI Dominggus Pakel, Komandan Pusat Sandi Dan Siber TNI AD Brigjen TNI Iroth Sonny Edhie, Ketua Dewan TIK Nasional Iham Habibie, serta Ketua Indonesia Cyber Security Forum Ardi Sutedja.

Baca juga: Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Peningkatan Perlindungan Hukum untuk Pekerja Tidak Tetap

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, Indonesia sangat rentan terhadap serangan siber. Misalnya, selama semester I-2023, DKI Jakarta menjadi wilayah dengan sumber serangan siber terbanyak dibandingkan provinsi lain, mencapai 11,2 juta serangan. Secara nasional, pada September 2023 saja, tercatat ada sekitar 6 juta serangan siber menghantam Indonesia.

Berdasarkan data alamat protokol internet yang digunakan untuk melakukan serangan siber, Indonesia menduduki peringkat ke-11 dunia sebagai kontributor serangan siber terbanyak. Secara global, Indonesia juga menempati posisi ke-8 negara di dunia dengan jumlah kasus kebocoran data tertinggi di internet, dan sekaligus menjadi negara dengan tingkat pembobolan data terbanyak se-Asia Tenggara.

"Indeks pertahanan siber Indonesia juga masih sangat lemah, berada di kisaran 3,46 poin, jauh dari indeks rata-rata global sebesar 6,19 poin. Sebagai data pembanding, National Cyber Security Index (NCSI) juga mencatat nilai keamanan siber di Indonesia sebesar 64 persen, menempati urutan ke-47 secara global," jelas Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, jika tidak segera diantisipasi dengan baik, dampak yang dihasilkan dari perang G-V bisa lebih dahsyat dibandingkan empat perang lainnya. 

Bahkan dengan kekuatan siber yang dikendalikan dari jauh, sebuah negara bisa melumpuhkan objek vital negara lainnya seperti pembangkit listrik, cadangan minyak, hingga operasional alutsista militer. Melalui serangan siber, sebuah negara juga bisa membuat jaringan telekomunikasi dan internet di negara lain mati total, digital perbankan kacau, radar militer maupun penerbangan sipil tidak bisa digunakan.

"Bahkan lebih mengerikan, alat tempur seperti pesawat dan kapal selam di remote dari luar negeri untuk melakukan serangan seperti melempar bom tanpa bisa dikendalikan oleh kita. Hal seperti itu bisa saja terjadi,” tambah Bamsoet. 

“Saat ini saja, jika kita melaporkan kehilangan handphone, dari kantor pusat bisa langsung di destruct sehingga si pencuri tak bisa menggunakan. Karena itu, ke depannya  saat membeli alat tempur atau sarana prasarana critical infrastructure dari luar negeri, beberapa codingnya harus diganti melalui Angkatan Siber. Sehingga pabrikan asalnya tidak lagi punya kendali penuh. Hal ini untuk meminimalisir anasir jahat dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab," tutup Bamsoet. (*)

Baca juga: Apresiasi Kesiapan Indonesia, Bamsoet: Piala Dunia U-17 bisa bangkitkan gairah sepakbola Tanah Air

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini