TRIBUNNEWS.COM – Tanpa disadari kini, jalan kaki sedikit demi sedikit mulai menjadi gaya hidup terbaru masyarakat Jakarta. Semua ini terjadi berkat revitalisasi trotoar dan JPO, serta hadirnya ruang ketiga di Ibu Kota. Lantas seperti apa semua hal ini bermula?
Menurut Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, hal ini bermula dari gagasan untuk menjadikan pejalan kaki sebagai arus utama (mainstream). Ia menyebutkan, kaki adalah alat transportasi yang dimiliki hampir semua warga Jakarta.
“Setelah pejalan kaki, kendaraan bebas emisi (sepeda dan kendaraan listrik), diikuti kendaraan umum serta kendaraan pribadi,” tutur Gubernur Anies.
Perubahan paradigma ini tercermin dari revitalisasi trotoar yang terhubung dengan koridor bisnis, komersil, pariwisata, hingga transportasi publik dalam kerangka Transit Oriented Development (TOD).
Wajah baru trotoar Jakarta dimulai dari Jalan Sudirman – MH. Thamrin, dengan lebar antara 8-12 meter pada 2017-2018.
Pelebaran trotoar ini sekaligus mengubah tata ruang Jalan Sudirman-Thamrin, yaitu dengan cara menghilangkan pembatas jalur cepat dan lambat.
Selain itu, jalur dibagi menjadi lima bagian, yaitu jalur sisi kanan dikhususkan untuk Transjakarta, tiga jalur untuk kendaraan roda empat, lalu satu jalur lagi untuk kendaraan roda dua dan bus regular.
Dengan menghadirkan pejalan kaki sebagai gagasan utama, menjadikan trotoar ini sangat nyaman untuk dilintasi.
Tak hanya nyaman, trotoar juga terlihat bergaya. Lantainya terbuat dari batu alam, berornamen lurik dan batik, serta yang terpenting ramah untuk penyandang disabilitas.
Selain itu, trotoar yang dibangun dengan dana kompensasi Kelebihan Lantai Bangunan (KLB) sebesar 360 miliar rupiah ini juga sudah memenuhi standar keamanan, yaitu adanya jalur hijau antara jalur pedestrian dan jalur kendaraan bermotor.
Revitalisasi trotoar dimulai dari penataan saluran drainase, penyeberangan sebidang, halte, Penerangan Jalan Umum (PJU), street furniture, hingga vegetasi.
Trotoar pun terintegrasi dengan moda transportasi, sehingga memberikan kenyamanan sekaligus mendorong warga untuk beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
Transportasi publik yang terintegrasi dengan revitalisasi trotoar adalah Bus Transjakarta (BRT), Bus Reguler, KRL, dan MRT.
Hadirkan Interaksi Ruang Ketiga
Pembangunan jalur pedestrian ini tidak terbatas pada revitalisasi trotoar semata, melainkan juga menghadirkan interaksi ruang ketiga (ruang setelah rumah dan tempat belajar/bekerja) yang sangat terlihat bergaya.
Di Bulan November 2018, Pemprov DKI Jakarta juga melakukan revitalisasi di tiga Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), yaitu JPO Bundaran Senayan, JPO Polda Metro Jaya, dan JPO Gelora Bung Karno.
Dengan dilengkapi fasilitas keamanan berupa kamera CCTV dan personil Satpol PP, JPO ini dibangun bukan sekadar sebagai sarana perjalanan melainkan menjadi pengalaman.
Setiap JPO dibangun dengan desain yang artistik dan cahaya lampu warna-warni, yang sangat digemari warga sebagi lokasi berswafoto pada malam hari.
Desain JPO dibuat dengan bidang miring (ramp), sehingga pengguna tidak perlu menaiki tangga. Untuk para ibu hamil, lansia, serta penyandang disabilitas, telah disiapkan fasilitas lift di kedua belah sisi JPO.
Hal yang tak kalah menarik adalah terbangunnya ekosistem seni dan budaya di jalur pedestrian.
Sejak tahun 2018, para pejalan kaki dimanjakan dengan adanya penampilan seni dan budaya di empat lokasi, yaitu di Spot Budaya Taman Dukuh Atas, Stasiun MRT Senayan Pintu 1, Stasiun MRT Dukuh Atas, dan Spot Budaya Bundaran Senayan, yang dapat dinikmati setiap hari Jumat sore mulai pukul 16.00 hingga 20.00.
Tahun 2019, Pemprov DKI Jakarta menghadirkan Seni Mural di Terowongan Jalan Kendal, Jakarta Pusat.
Di area yang dibangun dengan menggunakan pendekatan Transit Oriented Development (TOD) ini, terdapat dua jenis mural, yakni di bagian sisi utara Terowongan Jalan Kendal dibuat oleh para mahasiswa/i yang berasal dari Universitas Paramadina.
Sedangkan di sisi selatan, terdapat mural karya seniman internasional bernama Snyder (Berlin) dan Darbotz (Jakarta) sebagai bentuk perayaan Sister City Jakarta – Berlin, kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta, MRT Jakarta, bersama dengan unsur dari masyarakat, yaitu Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan iMural.
Hadir juga ruang ekspresi seni, budaya, dan olahraga lainnya seperti di Spot Budaya Taman Dukuh Atas.
Di area ini, jalur pedestrian didesain tidak sekadar untuk hanya menjadi penghijauan dan penyerap polusi di tengah kota, melainkan juga sebagai sarana edukasi dan pusat budaya interaksi warga.
Dilengkapi dengan sarana olahraga skate board, spot ekspresi seni dan budaya, spot edukasi utilitas kota, dan anjungan pandang untuk melihat kemajuan kota Jakarta dilihat dari kawasan Sudirman.
Dengan beragam pembangunan, revitalisasi, hingga perluasan pedestrian di Jakarta ini diharapkan warga Jakarta dapat lebih membudayakan kembali aktivitas berjalan kaki dan menggunakan transportasi publik.
Sehingga, kualitas udara di Jakarta dapat lebih terkendali dan dapat kembali bersih untuk generasi mendatang.(*)