TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama ini, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang diandalkan sebagai tempat pembuangan sampah dari Ibu Kota. Namun, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta paham betul bahwa dalam beberapa tahun lagi, TPST Bantargebang akan overload.
Untuk itu, Pemprov DKI mengimbau warga untuk tidak sepenuhnya mengandalkan TPST Bantargebang sebagai satu-satunya solusi mengatasi sampah, melainkan mengubah perilaku warga untuk lebih peduli dengan pengelolaan sampah rumah tangga.
“Pengelolaan sampah memerlukan perubahan pola pikir masyarakat. Perubahan mindset bahwa kota bukan hanya sekadar terlihat bersih dan rapi dengan mengirimkan sampahnya ke TPST Bantargebang, tapi mengubah perilaku masyarakat dalam mengelola sampah. Kita harus memulai kegiatan pengurangan sampah dengan aktivitas 3R (reduce kurangi, reuse - guna ulang, recycle - daur ulang),” kata Anies Baswedan.
Selain mengajak warga mengubah perilaku terhadap sampah, Pemprov DKI juga melakukan groundbreaking mendirikan pengolahan sampah di dalam kota, atau Intermediate Treatment Facility (ITF), yang ditargetkan akan rampung pada 2022.
Bahkan, proyek ITF adalah salah satu tempat pengolahan sampah terbesar di dunia, sebab mampu mengolah 2.200 ton sampah. Untuk itu, Pemprov DKI sedang gencar mengejar pembangunan empat unit ITF.
"Dengan empat ITF bisa gantikan posisi Bantargebang nantinya, karena kita merasa bahwa Bantargebang itu kan sudah mencapai kapasitas maksimumnya, dan kayaknya terlalu bahaya kalau hanya kita mengandalkan Bantargebang," ungkap Anies kepada wartawan di Balaikota Jakarta, pada Rabu (31/7/2019).
Pembangunan empat unit ITF yang tengah dikejar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebagaimana diungkapkan Kepala Unit Tempat Pengelola Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, akan mampu mengolah seluruh sampah Ibu Kota. Dibangun dengan nilai sebesar Rp 750 miliar per unitnya, ITF akan menggantikan peran TPST Bantargebang di masa mendatang.
Salah satu yang diberi perhatian lebih adalah ITF Sunter, yang digadang tak hanya sebagai pengolahan sampah alternatif, namun berfungsi sebagai penghasil tenaga listrik. ITF Sunter dirancang bisa mengolah sampah sampai 2.200 ton per hari, dengan begitu diharapkan akan mengurangi jumlah sampah Jakarta yang masuk ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat.
ITF Sunter diperkirakan akan bisa beroperasi penuh pada 2022. “ITF Sunter ditargetkan beroperasi tahun 2022. Nantinya, TPST Bantargebang hanya akan menampung residu pengolahan sampah di dalam kota,” lanjut Asep.
Outcome dari pembangunan ITF ini adalah agar Ibu Kota tidak bergantung kepada tempat pembuangan sampah di luar Jakarta, sehingga Ibu Kota akan 'memiliki WC di dalam rumah sendiri'. Ditargetkan, empat unit ITF akan tersebar di Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan dua lokasi ITF lainnya, yakni kawasan Cilincing, Jakarta Utara dan Rawa Buaya Cengkareng, Jakarta Barat. "Satu lagi kita sedang cari untuk yang wilayah selatan," tuturnya.
ITF merupakan solusi yang dirumuskan Gubernur atas permasalahan pengelolaan sampah Ibu Kota yang sudah dirasakan menahun tanpa solusi efektif untuk jangka panjang.
Oleh karena itu, sesuai Pergub No 33 Tahun 2018, pihak Pemprov DKI gencar mengejar proyek ini untuk segera rampung, mengingat usia produktif TPST Bantargebang hanya diperkirakan tinggal dua hingga tiga tahun.
Pembangunan ITF Sunter diprediksi akan berjalan mulus, terlebih ketika sudah dilaksanakannya Perjanjian Kerja Sama Pemprov DKI dengan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan Perjanjian Jual Beli Listrik yang dilakukan antara perusahaan publik asal Finlandia, Fortum dengan PT PLN (Persero) dengan PT Jakarta Solusi Lestari (JSL)—Perusahaan Patungan PT Jakpro sebagai operator ITF Sunter.
"Kami diamanatkan melaksanakan proyek ITF sebagai upaya kita bersama mengurangi masalah sampah kota. ITF Sunter mampu mengubah sampah menjadi energi listrik 35 MW dari material 2.200 ton sampah per hari," tutur Dwi Wahyu Daryoto, Direktur Utama PT Jakpro.(*)