TRIBUNNEWS.COM - Setelah menggelar acara Serap Aspirasi di berbagai kota di seluruh Indonesia yang menampung masukan dari masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga melakukan sosialisasi dan Serap Aspirasi terkait Pelaksanaan UU Cipta Kerja kepada KBRI/ Perwakilan Republik Indonesia di seluruh dunia, Kedutaan Besar Asing di Indonesia, dan Organisasi Internasional serta Asosiasi Bisnis (Business Chambers/ Councils/ Associations) di Indonesia.
Acara Sosialisasi dan Serap Aspirasi pertama dengan tema Public Consultation and Outreach regarding: The Implementation of Law 11/2020 on Job Creation, diselenggarakan secara virtual pada Senin (30/11). Sekitar 35 Business Chambers/ Councils/ Associations negara mitra dagang Indonesia, menghadiri acara sosialisasi tersebut dengan jumlah peserta sebanyak 270 peserta dari beberapa Chamber of Commerce / Business Council antara lain American Chambers of Commerce Indonesia (AmCham Indonesia), United States – ASEAN Business Council (US-ABC), European Chamber (EuroCham Indonesia), Indonesia – Australia Business Council (IABC), Swiss Business Hub, British Chamber of Commerce (BritCham), ASEAN Business Advisory Council (ASEAN BAC), dan lain-lain.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, ”antusiasme Asosiasi Bisnis dari negara-negara mitra dagang Indonesia menghadiri acara ini, menunjukkan keseriusan mereka untuk memahami UU Cipta Kerja, yang nantinya tentu akan mempengaruhi bentuk kerja sama bisnis dan investasi di masa yang akan datang.”
Kegiatan sosialisasi membahas sejumlah isu penting dalam beberapa klaster UU Cipta Kerja, antara lain klaster terkait Perpajakan, Lingkungan Hidup, Ketenagakerjaan, Kemudahan Berusaha, dan terkait dengan Daftar Prioritas Investasi.
Substansi klaster terkait Perpajakan antara lain: Penghapusan PPh Badan; Pengecualian Inbound Dividen, Non Objek PPh, dan Penyertaan Modal dalam Aset (imbreng) tidak terutang PPN; relaksasi hak Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP); pengaturan ulang dalam sanksi administrasi pajak dan imbalan bunga; penentuan subjek pajak orang pribadi; penerbitan surat tagihan pajak (STP) daluwarsa 5 tahun; pemajakan transaksi elektronik dan pencantuman Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak memiliki NPWP dalam faktur pajak.
Untuk memberi kemudahan dalam memperoleh persetujuan lingkungan, UU Cipta Kerja mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru atas ketentuan Perizinan Berusaha terkait AMDAL, standar dan izin lingkungan dan uji kepatuhan lingkungan sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
UU Cipta Kerja diarahkan pada perbaikan ketentuan operasional terkait sistem perizinan yang terintegrasi dan penyederhanaan proses persetujuan lingkungan untuk meningkatkan ease of doing business, dengan tetap memenuhi syarat perlindungan lingkungan sesuai prinsip dan konsep dasar AMDAL.
“Acara ini sangat penting, untuk meluruskan persepsi yang sempat beredar di kalangan LSM internasional bahwa UU Cipta Kerja tidak pro lingkungan hidup. Pada kesempatan ini, kita menegaskan kembali komitmen perlindungan dan manajemen lingkungan hidup,” ujar Airlangga.
Di sektor ketenagakerjaan, target dari UU Cipta Kerja adalah untuk menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas untuk unemployed workforce, kepastian dan proteksi bagi pekerja/buruh, dan asuransi dan perlindungan hak pekerja yang terimbas pemutusan hubungan kerja (PHK).
UU Cipta Kerja juga diharapkan dapat memperbaiki kemudahan berusaha di Indonesia, dengan mempermudah pengurusan lisensi bisnis melalui pendekatan baru berbasis risiko pada pengurusan lisensi bisnis. Kemudian, perbaikan dalam hal perizinan dasar antara lain dengan mengintegrasikan dan menyederhanakan beberapa undang-undang yang mengatur lisensi dasar.
Airlangga juga menerangkan “Salah satu perbaikan kemudahan berusaha dilakukan melalui upaya mempermudah pengurusan lisensi bisnis, dengan menggunakan pendekatan baru berbasis risiko (Risk Based Approach). Perijinan berbasis risiko dibagi menjadi 3 tingkatan, yakni risiko rendah, menengah dan tinggi.”
Selain itu, UU Cipta Kerja juga memberikan kepastian kepada para pelaku usaha bahwa terdapat 6 bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Presiden. Pemerintah merumuskan kebijakan pengaturan bidang usaha yang lebih terbuka (positive) dan prioritas (priority), dengan menetapkan Bidang Usaha Prioritas dan Bidang Usaha dengan Pengaturan.