News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komitmen Perangi Gizi Buruk, Pj. Gubernur Heru Targetkan Stunting Turun Jadi 13,2 Persen pada 2024

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono bersama Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Mirdiyanti meninjau percepatan penurunan stunting terintegrasi di Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (15/3/2024).

TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tiada henti melakukan berbagai upaya intervensi kepada anak-anak yang terindikasi stunting. Melalui berbagai program, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta diminta langsung oleh Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk memantau penurunan angka stunting.

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Jakarta pada 2023 berada di angka 17,6 persen. Angka ini berada di bawah rata-rata nasional sebesar 21,5 persen, sehingga menjadikan Jakarta sebagai provinsi dengan prevalensi stunting terendah kedua di Indonesia.

Hasil pengukuran pada Mei 2024 mencatat, Jakarta Barat merupakan wilayah administrasi dengan stunting tertinggi mencapai 1.712 kasus. Sementara Cengkareng menjadi kecamatan dengan stunting terbanyak mencapai 727 kasus. Sedangkan Kapuk adalah kelurahan dengan stunting terbanyak mencapai 254 kasus.

Kepala Dinkes Provinsi DKI Jakarta Ani Ruspitawati menyatakan, pihaknya menargetkan angka prevalensi stunting bisa turun hingga 13,2 persen pada 2024. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mencapai target tersebut. Langkah pertama dengan meningkatkan cakupan pemantauan pertumbuhan balita.

“Ini merupakan upaya untuk menemukan masalah gizi sedini mungkin dan dilakukan intervensi sesegera mungkin agar tidak terjadi stunting,” ucapnya.

Baca juga: Rute Lari Steril 100 Persen, BTN Jakarta International Marathon Tuai Pujian

Kemudian, Dinkes Provinsi DKI Jakarta juga melakukan intervensi terhadap balita yang mengalami masalah gizi. Misalnya, balita weight faltering, underweight, gizi kurang, gizi buruk, serta stunting.

Adapun bentuk intervensi yang dilakukan meliputi penyediaan anggaran Pemberian Makanan Tambahan (PMT) serta pemulihan untuk balita weight faltering, underweight, gizi kurang, dan gizi buruk. Begitu pula pelibatan rumah sakit swasta dalam pemberian Pangan olahan untuk Keperluan Medik Khusus (PKMK) guna mempercepat akses layanan rujukan balita stunting.

Ani menjelaskan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021, percepatan penurunan stunting merupakan setiap upaya yang mencakup intervensi spesifik dan intervensi sensitif yang dilaksanakan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui kerja sama multisektor.

“Dalam hal intervensi spesifik, Dinkes DKI melakukan berbagai upaya sesuai dengan life cycle, mulai dari remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, dan balita itu sendiri,” katanya.

Untuk remaja putri, intervensi spesifik dilakukan dengan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) dan skrining Hemoglobin (Hb) kepada semua remaja putri dan tata laksana remaja putri anemia di sekolah kelas 7 dan 10. Kemudian, intervensi terhadap calon pengantin dilakukan dengan skrining dan edukasi kesehatan, serta tata laksana masalah kesehatan calon pengantin.

Sedangkan bagi ibu hamil, intervensi dilakukan dengan pelayanan USG Obstetri dasar terbatas di puskesmas, serta tata laksana dan pemantauan ibu hamil berrisiko tinggi, yaitu ibu hamil yang mengkonsumsi TTD selama kehamilan dan ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK).

“Untuk ibu menyusui, intervensi yang kami lakukan dengan edukasi pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI, serta layanan kontrasepsi (KB) pascapersalinan,” tutur Ani.

Baca juga: Malam Jaya Raya: Serunya Ratusan Ribu Masyarakat Ikut Meriahkan HUT KE-497 Kota Jakarta di Monas

Selanjutnya, Dinkes Provinsi DKI Jakarta memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, pemberian imunisasi dasar lengkap dan lanjutan, pemberian vitamin A, PMT, serta intervensi gizi buat balita dengan masalah gizi. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan ini terus dilakukan hingga anak usia prasekolah atau jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

“Kami juga melakukan pencegahan cacingan dengan pemberian obat cacing dan vitamin A,” ujar Ani.

Sementara itu, untuk intervensi sensitif, pemerintah daerah terus menggencarkan program kelurahan Bebas Buang Air Besar Sembarangan (BBABS). Meski seluruh program penanganan stunting tersebut sudah dilaksanakan dengan baik, Ani tak menampik ada beberapa kendala yang dihadapi pihaknya.

“Belum seluruh balita diukur Tinggi Badan (TB), karena cakupan penimbangan atau pengukuran belum mencapai 100 persen, sehingga masih ada balita yang belum diketahui status gizinya,” jelasnya.

Kemudian, saat ini belum semua balita stunting dirujuk ke rumah sakit. Karena ada kendala baik dari orang tua balita yang menolak untuk dirujuk, maupun puskesmas belum merujuk terkait dengan ketersediaan Pangan olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) di rumah sakit.

Keterbatasan PKMK ini pula yang menyebabkan belum semua balita stunting yang dirujuk ke rumah sakit mendapatkan pelayanan optimal.

“Intervensi kepada sasaran balita bermasalah gizi berupa pemberian PMT berbahan pangan lokal belum dapat direalisasikan, karena masih menunggu DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) pergeseran kode rekening, sehingga sementara ini intervensi yang diberikan hanya dari CSR (Corporate Social Responsibility),” papar Ani.

Baca juga: Pj. Gubernur Heru: Jakarta Food Festival 2024 Upaya Stabilkan Pasokan dan Harga Pangan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini