WOW... Petualangan tiga bulan lebih 10 hari. Itulah salah program terbaru stasiun televisi Kompas TV. Perjalanan menyusuri pelosok Indonesia selama 100 hari nonstop yang dikemas dengan program titel 100 Hari Keliling Indonesia. Bintang film dan presenter Ramon Y Tungka selaku pemandu program bersama tim produksi Kompas TV melaporkannya catatan harian untuk pembaca Tribunnews.com. Berikut catatannya.
TRIBUNNEWS.COM, PADANG - Perjalanan dari Muko-Muko ke Padang terasa lebih cepat dan nyaman. Selain jalan yang kondisinya lumayan baik, keterbatasan pilihan transportasi yang semula disesali Ramon Y Tungka, host 100 Hari Keliling Indonesia sesali ternyata berujung nikmat.
Tidak seperti perjalanan sebelumnya yang selalu menggunakan transportasi umum, kali ini tim bersama Ramon naik travel. Dengan ongkos 100 ribu rupiah perorang, tim mendapatkan kesempatan duduk manis dan nyaman di dalam sebuah mobil yang melaju dengan kencang.
Selama perjalanan Muko-Muko-Padang lagi-lagi Ramon terpesona oleh indahnya alam Pulau Sumatera. Sawah menghampar bak karpet hijau, pohon-pohon besar menjulang tinggi, dan bukit-bukit berbaris dengan gagahnya.
Satu hal lagi yang menurut Ramin akan terus diingatnya selama perjalanan menyusuri Pantai Barat Pulau Sumatera ini, yaitu sapi. Sejak meninggalkan Lampung, sepanjang jalan binatang mamalia ini begitu mudah ditemukan sedang dibiarkan bekeliaran di sepanjang jalan. Jumlahnya pun tidak sedikit, kadang mereka bergerombol lebih dari 3 ekor. Berjalan kalem di pingir jalan atau kadang menyeberang jalan dengan tampang acuh tak acuh. Lucu kan? Di jalanan mendadak Sumatera bercita rasa India.
Mendekati Padang, mata mulai disuguhi pemandangan berbeda. Barisan nyiur dan asin aroma laut membawa saya meluncur dari pegunungan menuju samudera. Laut selalu membawa kemewahan sendiri, matahari dan warna biru selalu membuat saya merasa jauh lebih muda. Entah mengapa..
Tim dan Ramon tiba di Padang saat Magrib menjelang. Dan seperti biasanya aktifitas lanjutannya adalah berburu penginapan murah. Menemukan tempat tidur sekedarnya untuk menangkap mimpi lalu melanjutkan perjalanan ke Mentawai.
Sayangnya saat pagi datang, harapan ke Mentawai hanya tinggal harapan. Seluruh tim berkumpul untuk berkoordinasi dan mendapatkan penjelasan dari kontak kami di Mentawai tentang kondisi cuaca terakhir via telepon. Kondisi cuaca sedang tidak memungkinkan.
"Kawan-kawan, cuaca sedang tidak memungkinkan. Saya rasa perjumpaan kita, perjumpaan kalian dengan Mentawai harus ditunda" demikian penjelasan kontak kami di Mentawai. Setelah sambungan telepon terputus.
Ramon dan tim sangat menyesali kondisi ini, tapi siapa yang bisa menolak kuasa semesta. Jangankan menolak, untuk mempertanyakannya pun kami merasa sangat kerdil. Ah setelah perjalanan sepanjang ini..
Tapi ya sudahlah, toh Indonesia masih punya ribuan pulau dan kota untuk disinggahi. Kediaman diantara kami pecah saat kawan satu tim meneriakan sebuah nama, "Hatta". Teriakan tersebut disambut dengan teriakan lain, sebuah nama lain "Tan Malaka".
Ramon akan melanjutkan perjalanan ke kota para pendiri republik ini. Bersama tim Ramon ke Payakumbuh dan Bukittinggi.
"Dan entah mengapa tiba-tiba kami semua merasa sangat sentimental ketika mempersiapkan perjalanan ini. Mendadak kami disergap rasa kehilangan," tulis Ramon dalam catatan 100 Hari Keliling Indonesia.