Laporan Wartawan Tribun Jakarta, Daniel Ngantung
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang pukul 17.00 WIB, Rabu (5/6/2013), Leatris Room, di lantai mezzanine, Hotel Mulia Senayan, yang telah dipenuhi pewarta, sontak menjadi hening.
Biyan Wanaatmadja, sang empunya acara akhirnya tiba untuk berbagi cerita soal peragaan busana yang bakal digelar malamnya.
Bukan peragaan busana biasa. Malam itu akan dihelat "Biyan: 30 Years with Pond's Gold Radiance", sebuah perayaan 30 tahun Biyan berkarya.
Ya, 30 tahun sudah desainer asal Surabaya ini mendedikasikan dirinya sebagai seorang perancang busana yang selalu konsisten menghadirkan karya-karya yang menakjubkan dan mengharumkan nama bangsa di kancah interasional.
Tiga dekade tentu bukan waktu yang pendek. Sudah banyak pengalaman jatuh-bangun yang desainer lulusan The London College of Fashion ini kecap. Prestasi pun sudah banyak ia gapai.
Namanya juga telah mendunia. Sejak dua tahun terakhir, koleksi label utamanya, "BIYAN", yang ia bangun pada tahun 1984, sudah didistribusikan di berbagai butik dan department store kelas atas di New York, Paris, Madrid, Dubai dan Hong Kong.
Koleksi BIYAN jugan dapat ditemui di situs belanja koleksi ready to wear bergengsi, Net-a-Porter.
Busana rancangannya bahkan pernah membaluti tubuh aktris Kelly Rutherford dalam sebuah adegan "Gossip Girl", sebuah serial tv terkenal di Amerika yang mengisahkan kehidupan remaja Upper East Side, sebuah kawasan elite New York City.
Dengan segudang pengalaman itu, tampaknya wajar bila seorang Biyan boleh berbangga diri dan mengembar-gemborkan prestasinya.
Tapi nyatanya tidak.
Tak ada kesan sombong atau angkuh yang terpancar dari dirinya saat menanggapi pertanyaan-pertanyaan rekan media, yang ia sebut sebagai sahabat.
"Saya masih terus belajar. Masih banyak kekurangan yang harus saya perbaiki," ujar Biyan dengan suara yang lembut.
Tiga dekade justru dimaknai Biyan sebagai momen untuk terus rendah hati.
"Dengan adanya peluang baru melalui Paris dan Net-a-Porter, saya bersyukur pilihan saya tidak salah dalam arti tidak harus ke luar negeri untuk membawa karya saya ke luar Indonesia," ujarnya dalam sebuah wawancara dengan harian "Kompas".
"Saya tidak pernah mengharapkan ini terjadi, bahkan mimpi (untuk berkarya di Paris) sudah saya pendam dalam-dalam dan karenanya saya belajar untuk terus rendah hati. Saya juga belajar, ketika kita berencana tidak selalu akan berjalan seperti yang kita rencanakan. Ketika kita sudah tidak merencanakan lagi, ada kejutan terjadi. Saya memaknai semua itu dengan mata iman saya. Manusia boleh berencana, tetapi Tuhan yang memutuskan," katanya lagi.