News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kecantikan

Mitos Salah Kaprah Tentang Botox dan Pengalaman Aktris Cameron Diaz

Penulis: Daniel Ngantung
Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Cameron Diaz

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Daniel Ngantung

TRIBUNNEWS.COM - "Saya pernah mencoba Botox. Tapi tiba-tiba wajah saya terlihat aneh. Rasanya lebih baik saya melihat wajah saya menua secara alami ketimbang wajah yang bukan seperti saya."

Begitulah testimoni aktris Cameron Diaz kepada ET Online tentang Botox, sebuah perawatan yang disebut-sebut dapat menjadikan wajah terlihat muda kembali.

Terbuat dari protein yang dipurifikasi dari bakteri clostridium botulinum, Botox merelaksasi otot-otot yang mengendur penyebab wajah berkerut. Dengan dua atau empat kali suntikan Botox dalam kurun waktu tertentu, wajah diharapakan dapat terlihat lebih kencang, bebas keriput atau kerutan.

Cameron hanyalah satu dari sekian ratus bintang Hollywood yang menjadi korban "kegagalan" botox. Tengok saja wajah aktris Meg Ryan, desainer kondang Donatella Versace atau presenter bermulut pedas Joan Rivers. Wajah mereka terlihat begitu kaku dan aneh. Tak sedikit pula aktor pria yang mengalami nasib sial lantaran suntik Botox. Mickey Rourke dan Sylvester Stallone adalah beberapa di antaranya.

Alhasil, muncullah banyak pertanyaan di pikirian khalayak terkait penggunaan Botox: apakah Botox membuat wajah saya kaku? Apakah kerutan akan semakin parah bila saya berhenti menggunakan Botox? Apakah wajah saya akan terlihat aneh seperti selebritas tersebut setelah menggunakan Botox?

Apakah betul demikian?

Dr. Steven Liew, seorang ahli bedah plastik asal Australia yang kerap menggunakan Botox dalam praktiknya, mengatakan semua pertanyaan tersebut hanyalah mitos belaka.

Ditemui Tribunnews.com di usai acara peluncuran produk Botox dan Juvederm keluaran Allergan, Sabtu (29/3/2014), Steven mengatakan Botox merupakan prosedur estetika yang sangat aman diaplikasikan selama digunakan secara bertanggung jawab.

"Botox sudah ada sejak berpuluh-puluh tahun. Dari pengalaman saya, tidak ada pasien saya yang mengeluh akibat Botox," katanya.

Namun ia tidak menampik bahwa Botox juga memiliki kemungkinan terjadinya efek samping. Namun itu tergantung kondisi pasien.

"Setiap bentuk treatment pasti memiliki efek samping. Untuk Botox, pada beberapa pasien, muncul bercak-bercak merah pada wajah akibat suntikan. Tapi ini hanya membekas selama sehari saja," katanya.

Bentuk efek samping lainnya adalah alergi. Namun kemungkinan terjadinya alergi, kata Steven, hanyalah 1:100. Botox juga tidak menyebabkan ketergantungan ataupun merusak wajah apabila pasien berhenti menggunakan Botox karena sifatnya yang merelaksasi otot.

Oleh karena itu, penting bagi dokter estetika untuk benar-benar memastikan kondisi pasiennya memang layak menjalani prosedur injeksi Botox.

Steven pun menegeskan dokter dilarang keras untuk memberikan Botox pada pasien yang alergi terhadap obat injeksi atau ibu hamil atau sedang menyusui. Begitu pula mereka yang tengah mengonsumsi obat pengencer darah atau memiliki infeksi kulit di sekitar wajah dan mulut, termasuk gigi dan gusi.

Soal bentuk wajah yang "berubah", Steven mengatakan Botox yang baik adalah Botox yang tidak membuat wajah pasien terlihat seperti orang lain.

"Anda dapat mengukurnya lewat penilaian orang lain pada wajah Anda setelah melakukan Botox. Jika mereka bilang wajah Anda berubah drastis, berarti Botox Anda gagal," ujar Steven.

Berdasarkan hematnya, perubahan wajah terjadi karena faktor human error akibat dokter yang tak terlatih dengan baik. Bisa disebabkan pula pasien berekspetasi lebih pada penggunaan Botox. Alhasil, penginjeksian Botox pun dilakukan secara berlebihan.

"Di sinilah ketegasan dokter diperlukan. Dokter harus berani bekata tidak pada pasien yang memiliki permintaan yang tidak wajar," tutur Steven.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini