Tribunnews.com - Apa yang anda kenal dari Kota Garut, Jawa Barat? Pemandian air panasnya? Dodolnya, atau seni dan budayanya? Jawabannya pasti, ya semuanya. Explore Indonesia punya cerita mengenai Garut yang menawan ditilik dari beragam sudut. Kami memulainya dari Gunung Papandayan, kemudian mengulik kisah di balik tradisi khas Garut, yaitu Laga Domba, serta permainan Lais yang mengkolaborasikan akrobat dengan sentuhan mistis.
Explore Indonesia juga mengunjungi desa para tukang cukur asli Garut yang keberadaannya tersebar di sejumlah kota-kota besar di Indonesia Dan juga belajar filosofi kehidupan di Desa Adat Kampung Naga.
Gunung Papandayan
Gunung Papandayan dikenal para pendaki gunung karena topografinya berupa tebing-tebing terjal dan lembah yang curam. Namun menjadi ajang adu adrenalin bagi para pendaki gunung. Pada setiap akhir pekan, kawasan ini tak pernah sepi dari pendaki yang ingin menikmati terbitnya matahari dari puncak Papandayan, dengan bonus landscape menawan kawah Papandayan di bawahnya.
Di Papandayan, Dayu Hatmanti juga melakukan pendakian. Hanya saja, Dayu dan guide pendakian, Kang Dhani, memilih jalur air atau water tracking untuk sampai ke puncaknya. Namun, saat melakukan pendakian, musim sedang kemarau, jadi, jalur air kering dan aman untuk dilalui.
Jika Anda ingin menikmati kawasan Gunung Papandayan secara keseluruhan, Anda harus mencapai Puncak Welirang. Dari situ, kita bisa menikmati keseluruhan panorama yang terbentang. Di sebelah kanan, nampak kawah Papandayan, di hadapan kiri tampak tebing dan pegunungan menjulang yang mengelilingi kawasan Gunung Papandayan.
Gunung Papandayan merupakan gunung bertipe stratovolcano atau gunung berapi yang masih aktif. Gunung dengan ketinggian 2.665 meter di atas permukaan laut ini merupakan kawasan cagar alam dan kelestariannya dilindungi undang-undang. Gunung yang terletak di antara dua desa, yaitu Desa Sirna Jaga dan Desa Keramat Wangi ini secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.
Dalam catatan sejarah, Gunung Papandayan meletus pada Agustus 1.772. Letusan dashyatnya menghancurkan sebagian badan gunung tersebut dan membentuk kawah. Yang kemudian kita kenal dengan sebutan Kawah Papandayan.
Letusan-letusan berikutnya terjadi di tahun 1923 dan 1925 di mana letusan-letusan tersebut juga menimbulkan kawah-kawah baru. Setelah 60 tahun tidur, November 2002, Gunung Papandayan kembali meletus. Letusan itu kemudian menambah jumlah kawah baru, menjadi 14 kawah.
Laga Domba Garut
Domba adalah hewan kesayangan dan kebanggaan masyarakat Garut. Saking sayangnya, domba dengan postur gagah, dengan reng-reng atau tanduk kuat dan tajam ini dipelihara dengan sangat baik. Diberi panganan yang menyehatkan dan menguatkan plus jamu dan dilatih tarung di setiap akhir pekan.
Hampir setiap Minggu, pemilik domba rajin menggelar seni tradisi Laga Domba. Atraksi laga domba biasanya diadakan bergiliran di setiap padepokan yang ada di Kabupaten Garut. Terdapat sekitar 25 padepokan. Ketika Explore Indonesia bertandang ke Garut, pergelaran laga domba dilaksanakan di Padepokan Ciung Wanara, Kampung Garawangsa.
Tak hanya sebagai ajang tarung dan unjuk gengsi kekuatan domba milik peternak, laga atau kontes ternak ini merupakan tempat berkumpulnya para peternak, pemilik dan penggemar domba, tokoh masyarakat serta perkumpulan organisasi profesi yang dihimpun dalam wadah HPDKI atau Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia.
Laga ini sekaligus menjadi ajang pemilihan bibit sebagai raja dan ratu bibit ternak domba Garut. Jika terjadi kata sepakat, biasanya akan berujung pada transaksi jual dan beli. Harga pasaran beragam kelas menengah bisa mencapai Rp 17 juta, dan yang paling murah Rp 5-6 juta. Namun domba terbaik bisa ditawar hingga Rp 30-40 juta. Ada rupa ada harga.
Seni Lais
Di siang nan terik. Sebuah terpal digelar menyerupai tenda di dekat areal pematang sawah yang sudah selesai panen. Masyarakat sekitar mengerumuni pinggiran pematang sawah bersiap menyaksikan pergelaran Lais. Pergelaran ditanggap pemilik sawah sebagi bagian dari syukuran pascapanen.
Lais dibuka oleh seorang penari genit berdandan menor. Sintren itu bernama Nyai Endeut. Lelaki yang berpakaian khas perempuan Sunda dengan menggendong keranjang berisi bekal untuk ke sawah. Gaya-gaya menari yang kocak dan kadang nakal membuat penonton mengumbar tawa.
Tapi itu baru pembuka dari serangkaian seni Lais, suatu jenis pertunjukan rakyat di Jawa Barat. Saat ini kesenian Lais hanya ada di Garut, yaitu Lais Putra Pancawarna Medal Panglipur.
Yang utama dari pertunjukan ini adalah atraksi seseorang pada bentangan seutas tali sepanjang enam meter. Tali tersebut diikat tinggi pada dua batang bambu setinggi hingga 12 meter. Bunyi terompet dan gendang gong saling bersahutan menandakan pertunjukan segera di mulai.
Selanjutnya sesajen dibakar dan semua pemain lain memasuki lapangan atraksi. Tampak di sudut areal persawahan, sang pawang mulai membaca mantra.
Puncaknya, pemain Lais mulai beraksi, dengan sigap dia memanjat bambu tanpa tali pengaman. Semacam akrobatik, pemain lais beratraksi dengan seutas tali tersebut. Mengundang kengerian karena bambu yang dipancang tingginya hingga 15 meter. Sesekali pemain Lais berkomunikasi dengan gaya yang kocak dengan sintren yang menungguinya di bawah. Pada bagian lain, aksi debus juga dipertontonkan menambah daya tarik permainan ini.
Desa Bagendit
Di Garut, ada sebuah perkampungan di mana penghuninya adalah bekerja sebagai pencukur rambut. Nama kampungnya adalah Kampung Cigadung, Desa Karya Mukni, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut.
Saat dikunjungi siang hari, suasananya lengang. Di dalam rumah-rumah semi permanen hanya ada orang tua lanjut usia, dan anak-anak usia sekolah. Gadis remaja atau ibu-ibu. Para pemudanya sedang melanglang ke kota-kota besar sebagai tukang cukur As-Gar atau Asli Garut.
Orang tua lelaki yang ada di desa itu juga pernah melakoni pekerjaan sebagai tukang cukur. Pekerjaan itu kemudian dilanjutkan oleh anak-anak mereka. Kini mereka hidup di kampung, petani cabai dan padi di sawah atau beternak kambing.
Kampung Adat Kampung Naga
Kampung lainnya yang juga sempat Explore Indonesia telusuri adalah Kampung Naga. Apa istimewanya kampung yang terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat?
Kampung adat ini menjadi satu-satunya kampung yang menolak terpaan modernisasi meski berada di antara wilayah yang cukup hidup dan berkembang mengikuti kemajuan jaman, yaitu Kabupatan Garut dan Kabupaten Tasikmalaya.
Masyarakatnya hidup tenteram dan hening. Hanya pagi hari dan sore hari saja ramai oleh suara anak-anak yang belum berangkat sekolah atau pulang sekolah. Tak ada suara radio ataupun televisi. Karena masyarakat kampung tidak diperkenankan menggunakan aliran listrik. Untuk penerangan malam hari, mereka menggunakan lampu dengan bahan bakar minyak tanah.
Lalu, apa arti nama Kampung Naga, ada hubungannya kah dengan Naga? Kuncen Kampung Naga, Ade Suherlin menjawab, tidak ada kaitan nama Kampung Naga dengan Naga. Tidak ada juga mitos yang berkaitan dengan Naga di Kampung tersebut.
Kampung yang terletak di lembah ini sangat ketat menjaga adat istiadat mereka. Tidak hanya dari perilau tapi juga tata letak bangunan. Area pemukiman seluas 1,5 hektar tersebut dibatasi pagar bambu. Di dalamnya berdiri 113 bangunan. Terdiri atas 3 bangunan umum antara lain sebuah sarana ibadah, sebuah balai pertemuan, dan sebuah lumbung padi umum. Sebanyak 110 lainnya adalah rumah, yang dihuni 108 kepala keluarga. Tidak boleh berkurang ataupun bertambah. (Fitri Oktarini/Devita Adelia)
>