Laporan Wartawan Tribunnews.com, Daniel Ngantung
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbicara soal batik bersama Iwet Ramadhan seperti tidak menemukan akhirnya. Presenter yang empat tahun terakhir ini menekuni profesi pembatik sekaligus desainer busana batik itu selalu menggebu-gebu ketika bercerita tentang batik.
Semangatnya itu berangkat dari keprihatinannya terhadap masyarakat Indonesia yang walau sudah tumbuh rasa bangganya mengenakan batik ternyata tidak memahami filosofi di balik batik itu sendiri.
"Menurut saya, masih banyak orang yang salah paham terhadap batik. Batik itu teknik. Batik hanya ada di Jawa. Tidak di Papua, Minahasa, atau Kalimantan. Masih banyak orang yang juga tertukar antara batik dan tenun," ungkap Iwet saat ditemui Tribunnews.com di acara peluncuran botol bayi bermotif batik oleh Pigeon, Kamis (3/10/2014), yang bertepatan Hari Batik Nasional.
Pemiliki dua label busana batik ini juga sempat mengkritik para perempuan anggota DPR yang menurutnya saltum alias salah kostum ketika menghadiri acara pengambilan sumpah kemarin.
"Dress code-nya kan baju nasional, bukan busana kawinan. Hampir semuanya pakai baju bermotif batik yang penuh payetan. Kayak mau pergi ke acara kawinan," kritiknya.
Menurutnya, ini menjadi pekerjaan rumah para desainer busana yang menggunakan material batik untuk tidak semerta-merta mendesain busana tanpa memahami makna batik itu sendiri.
"Sudah menjadi kebiasaan, kita menelan mentah-mentah tren yang berlaku, payet misalnya, lalu mengaplikasikannya pada batik sehingga malah mengorbankan keindahan motif dan makna batik itu sendiri. Ini tanda kita gagal menjaga kearifan lokal," tegasnya menggebu.