Laporan Wartawan Tribunnews.com, Daniel Ngantung
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Balai riung The Hall, Senayan City, Senin (3/11/2014), selama lima hari ke depan berubah wajah menjadi semacam ruang pameran penuh stand-stand busana rancangan desainer muda Indonesia. Di sinilah, buah kreativitas mereka dipertaruhkan.
Digelar sebagai rangkaian Jakarta Fashion Week 2015, Fashionlink, begitu nama pameran tersebut, mempertemukan para desainer dengan para buyers lokal maupun internasional.
Fashionlink adalah nama baru Buyer's Room yang pertama kali hadir di JFW 2015. Dijelaskan Jati Hidayat, anggota direksi Femina Group yang bertanggung jawab menangani area ini, tidak ada perbedaan signifikan antara Fashionlink dan Buyer's Room.
Namun ,terdapat pembagian area di Fashionlink, yaitu Fashionlink Showroom dan Fashionlink Market. Fashionlink Showroom adalah pameran b-to-b yang ditujukan untuk para buyers profesional. Sementara Fashionlink Market terbuka bagi masyarakat umum yang ingin membeli koleksi para desainer secara eceran.
"Namun setelah tiga hari, kami akan membuka Fashionlink Showroom untuk umum supaya masyarakat bisa lebih mengenal dekat dengan koleksi desainer sekaligus membuka peluang keuntungan yang lebih besar bagi desainer," katanya.
Total terdapat 70an label dan desainer lokal dan internasional yang memamerkan koleksinya di sini. Jumlah tersebut bertambah dari sekitar 40an tahun lalu. Mereka yang berpartisipasi merupakan desainer yang telah melalui program Indonesia Fashion Forward (IFF).
Digagas oleh JFW, IFF merupakan program inkubasi untuk meningkatkan kapasitas para desainer lokal agar mereka siap memasuki pasar global. Selama program ini berlangsung, desainer mendapat bimbingan dari Center for Fashion Enterprise, Inggris.
Sejak program ini berlangsung sejak 2012 silam, IFF telah menjaring 30an desainer lokal yang terbagi menjadi tiga angkatan.
Mereka di antaranya Dian Pelangi, Major Minor, Sapto Djojokartiko, Tex Saverio, Jenahara, Nur Zahra, Toton, Peggy Hartanto, dan Billy Tjong.
Ada pula desainer dari Jepang, Korea dan Thailand, sebagai bagian dari kerja sama JFW dengan beberapa pusat kebudayaan negara sahabat.
Pada hari pertama, kata Jati, buyers lokal mendominasi sekitar 70 persen. Adapun buyers Internasional didominasi Jepang, lalu Timur Tengah dan Inggris. Ia menambahkan Fashionlink tidak memiliki target transaksi yang ingin dicapai.
Ari Seputra, desainer Major Minor, mengatakan terdapat sejumlah buyers yang melirik produknya untuk dipasarkan di negara mereka. "Kebanyakan dari Timur Tengah. Ada juga yang dari Jepang dan Australia," kata Ari yang sebelumnya juga sempat mempresentasikan koleksinya kepada para buyers secara khusus di butik mereka di Plaza Indonesia kemarin.
Major Minor merupakan label IFF angkatan pertama yang berhasil menembus pasar internasional. Produk mereka dipasarkan di Harvey Nichols, department store papan atas London, dua tahun lalu.
Di Fashionlink, Ari yang dibantu dua rekannya Inneke Margarethe dan Ambar Pratiwi, menawarkan koleksi spring-summer 2015 yang bernuansa art deco dalam tema "Integrity".
Mereka juga memperkenalkan lini terbaru mereka Major Minor Maha yang kualitasnya lebih premium dari Major Minor Signature.
Setelah sukses menembus pasar Inggris dan Asia Tenggara, Major Minor kali ini ingin menyasar pasar Timur Tengah karena potensi pembelinya cukup menjanjikan.