Ia mencontohkan dirinya sendiri saat terbawa pengaruh paham sesat itu saat menempuh ilmu di bangku STM. Saat itu, ia ikut baiat beberapa kali mulai NII sampai Jamaah Islamiyah.
Saat itu ia menurut saja disuruh pergi ke Malaysia, kemudian ke Afganistan selama 5 tahun tanpa diketahui orang tuanya.
Lebih parah lagi, saat ayahnya meninggal, Ustadz Ayyub tidak tahu dan tidak mau tahu. Bahkan ia juga tidak mereka rindu sama sekali pada orang tua dan keluarganya.
"Ini bukan katanya-katanya. Orang yang bergabung dengan kelompok itu akalnya rusak, dan membunuh keakraban dengan keluarga. Bahkan saat masih front saya mendapat doktrin, kalau mimpi keluarga itu adalah gangguan setan. Padahal itu fitrah manusia, rindu lama tidak bertemu saudara. Jadi logika dan akal sehatnya dimatikan melalui doktrin-doktrin sesat mereka," tuturnya.
Intinya, tegas Ustadz Ayyub, jangan sekali-sekali berhubungan dengan paham radikalisme dan terorisme.
"Mereka membaca Al Quran hanya sampai kerongkongan, tapi langsung mengkafirkan orang. Saat itu saya didoktrin dengan surat Al Maidah ayat 44 yang bunyinya 'barang siapa tidak berhukum pada hukum Allah, maka mereka kafir'. Dengan begitu NKRI ini dianggap kafir, pemimpinnya kafir, TNI/Polri/Pegawai Negeri kafir. Dan risikonya, mereka harus diperangi dan hijrah dari negeri kafir. Padahal pemahaman ayat itu tidak seperti itu, tapi sangat luas," jelas Ustadz Ayyub.