TribunTravel.com/Apriani Alva
TRIBUNNEWS.COM - Memiliki paras rupawan memang idaman para perempuan.
Tak dipungkiri, banyak orang memandang penampilan seseorang pertama kali karena wajahnya.
Yah, meski tak seharusnya menilai seseorang dari wajahnya, namun sepertinya hanya itu yang bisa dilakukan saat pertama kali bertemu.
Lalu bagiamana kalau kamu seorang perempuan memiliki kulit yang tak sama dengan yang lainnya?
Seperti remaja bernama Mariah Perkins yang harus menerima kulitnya berubah warna saat usianya masih 11 tahun, seperti dilansir TribunTravel.com dari laman mirror.co.uk (22/5/2017).
Tak terbayangkan, perempuan yang kini berusia 20 tahun ini harus menerima kulitnya berganti warna karena kehilangan pigmen kulit.
Awalnya ia melihat bercak putih di jarinya, ketika ia menunjukkan itu ke ibunya, ia diminta untuk tak khawatir.
Namun dalam beberapa bulan kemudian, bintik-bintik putih tersebut semakin menyebar di lengan hingga ke wajahnya.
Kulit bawah hidung berubah menjadi putih kemudian merembet ke sudut-sudut matanya.
"Saat warna putih tersebut muncul di wajahnya, ibuku langsung membawaku ke dokter kulit," ucap Mariah.
Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan ia mengalami vitiligo, sebuah kondisi yang menyebabkan kehilangan pigmen kulit.
"Aku mulai lega setelah mendengar diagnosis dokter, namun semakin aku tahu tentang hal itu, aku semakin khawatir."
Dokter belum mengetahui persis apa penyebab vitiligo yang dialami oleh lebih dari 50 juta orang di seluruh dunia.
Namun penyakit ini dianggap sebagai autoimun, di aman tubuh menyerang sel-sel melanin, pemberi warna pada kulit.
Kondisi ini bisa dipicu oleh stres.
Meskipun tak mengancam jiwa, penyakit ini memiliki dampak besar dari kesehatan mentap penderita, seperti yang dialami oleh Maria yang kehilangan rasa percaya diri.
Seiring waktu, bercak putih semakin besar membentuk warna putih lebar hingga terlihat kulitnya memiliki bagian bagian putih pucat.
Kini sebagian besar warna kulit wajah Mariah menjadi putih.
Untuk menutupi itu, perempuan ini memakai make up dengan menerapkan berlapis-lapis foundation di wajahnya.
Tentu itu membutuhkan waktu yang tak sebentar.
"Aku menghabiskan sekitar 45 menit untuk memakai make up dan memastikan wajahku tertutup semua hingga siapapun tak bisa melihat wajahku tanpa make up, selain keluarga dekat.
"Jika saya menginap di rumah teman, aku akan tidur tanpa menghapus make up dan bangun pagi sebelum orang lain melihat wajahku tanpa make up," kata Maria.
Saat usianya masih 13 tahun, Mariah satu-satunya anak di kelasnya yang memakai make up.
Ia sangat gelisah saat keluar rumah tanpa make up.
Bahkan karena kulitnya ia Mariah juga tak percaya diri ketika berhadapan dengan anak laki-laki.
Ketika melanjutkan studi di universitas, Mariah dan ibunya khawatir dirinya tak akan diterima oleh teman-temannya.
Namun ternyata itu lebih mudah dari yang ia bayangkan.
"Aku memiliki banyak teman dan mereka semua berkata, aku tek perlu lagi memakai make up," ucap gadis yang mengambil jurusan Sosiologi & Criminal Justice.
Perlahan, kepercayaan Mariah tumbuh dan bisa bersosialisai dengan teman-temannya tanpa lapisan make up yang tebal.
Kini ia berani mengunjungi beberapa toko, namun ia tak cukup percaya diri jika pergi bekerja atau ke kampus tanpa make up.
"Aku memiliki pekerjaan paruh waktu di sebuah toko, tak ada yang memberikan komentar negatif. Namun ada banyak orang yang tak tahu mengenai vitiligo," kata Maria.
"Anak-anak akan mengajukan banyak pertanyaan, itu bukan ucapan negatif, mereka hanya tak tahu," lanjut Mariah.
Baginya, sosok Winnie menjadi panutannya dan itu memberikan rasa percaya diri saat melihatnya.(*)
* Berita ini sudah tayang di Tribun Travel dengan judul: Ini Curhatan Remaja yang Selalu Pakai Make Up Tebal Bahkan Saat Tidur, Alasannya Mengharukan