TRIBUNNEWS.COM - Tantangan dunia pendidikan di era digital, mau tidak mau membuat orangtua harus membuka diri dan mengubah paradigmanya, memahami pendidikan modern di abad ke-21.
Kini tidak hanya pendidikan formal, orangtua juga dihadapkan dengan pilihan metode pembelajaran baru home schooling.
Sebagai ibu satu orang anak, Ike Pratiwi memilih home schooling sebagai metode untuk mendidik anak.
Bukan tanpa alasan, Ike Pratiwi memilih home schooling lantaran sang anak yang meminta sendiri.
"Kalau home schooling orangtua yang jadi kepala sekolahnya di rumah. Jadi orangtua sebagai fasilitator untuk anak. Anak itu minatnya apa, orangtua memfasilitasi.
Kebetulan sejauh ini anak saya yang minta sendiri untuk home schooling," ujar ketua Komunitas Home Schooling Pancar Tanggerang Selatan saat berkunjung ke Redaksi Bobo, Gedung Kompas Gramedia, Kebon Jeruk, Kamis (4/10/2018).
Perlu dipahami, home schooling adalah model pembelajaran di rumah dengan orangtua sebagai guru utama. Bisa juga mendatangkan guru pendamping sebagai tutor untuk datang ke rumah.
Mengenai pilihan kurikulum home schooling apa yang akan digunakan terserah pada setiap orangtua.
Orangtua dapat memilih home schooling yang mengacu pada kurikulum nasional atau kurikulum lain. Misalnya kurikulum Cambridge IGCSE yang digunakan oleh sekolah-sekolah internasional di Indonesia.
"Kurikulum itu cuztomized. Ada yang pakai Diknas ada pula yang Cambridge. Jadi masing-masing keluarga berbeda-beda, tergantung anaknya minatnya dimana, karakter, dan gaya belajarnya gimana," jelas Ike.
Jika mengacu pada kurikulum nasional, maka hanya ada satu jenis kurikulum yang dibuat oleh Kemendiknas, yaitu kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah.
Dengan menggunakan kurikulum tersebut, keluarga dapat mengikutkan anaknya pada Ujian Kesetaraan (Paket A, Paket B, Paket C).
Di Indonesia, ada beberapa klasifikasi model home schooling di antaranya:
1. Home schooling tunggal