"Akhirnya saya pergi ke dokter. Tetapi malah ditertawakan," katanya dikutip dari New Scientist pada Rabu (2/1/2018).
"Penderita misophonia kerap kali harus membuat berbagai penyesuaian terhadap hidup mereka, tujuannya adalah agar mereka 'tetap bisa hidup'," kata Miren Edelstein dari University of California, San Diego. Rekan Edelstein, V. S. Ramachandran, menambahkan bahwa hal yang sulit dipahami ini bisa melumpuhkan penderitanya.
Penelitian-penelitian terkini, termasuk yang dilakukan oleh Edelstein dan Ramachandran, membuktikan bahwa misophonia bukanlah gejala dari gangguan lain seperti obsessive compulsive disorder (OCD).
Ia juga bukan persoalan terlalu sensitif pada perilaku atau kebiasaan buruk orang lain.
Baca: Makanan Lezat ini BisaSebabkan TB Kelenjar Getah Bening yang Renggut Nyawa Presenter Rifai Pamone
Peneliti lain, Sukhbinder Kumar, menunjukkan bahwa misophonia merupakan permasalahan yang terkait dengan saraf.
Kumar dan tim melakukan serangkaian uji coba terhadap 20 orang sukarelawan yang menderita misophonia parah, dan 22 orang yang tidak memiliki gangguan ini.
Kedua kelompok penelitian kemudian diperdengarkan dengan tiga jenis suara: suara netral seperti suara hujan, suara yang mengganggu seperti tangisan bayi, dan suara yang menjadi pemicu bagi misophonia seperti orang mengunyah atau suara napas.
Hasilnya, kedua grup memberikan respons yang sama untuk suara hujan dan suara tangisan bayi.
Akan tetapi, grup misophonia mengalami kenaikan detak jantung dan sensasi tersetrum pada kulit mereka.
Hasil pindai otak menunjukkan penderita misophonia mengalami peningkatan aktivitas di anterior insular cortex (AIC), area yang berperan penting dalam sistem yang menentukan hal apa yang harus menjadi perhatian.
Saat suara pencetus diperdengarkan, bukan hanya terjadi peningkatan aktivitas di bagian ini, tetapi juga muncul konektivitas dalam level yang tidak normal ke bagian-bagian otak lain.
"AIC terhubung ke struktur lain yang berperan dalam mengatur emosi dan memori," Kumar menjelaskan.
Temuan ini menunjukkan bahwa pada penderita misophonia, sistem yang memengaruhi apa yang harus kita perhatikan dan bagaimana meresponsnya secara emosional mengalami gangguan.
Artinya, para peneliti berharap, hasil penelitian ini bisa membantu menangani para penderita misophonia seperti Tansley-Hancock (yang juga seorang ilmuwan saraf, dan bekerja sama dengan Kumar dalam penelitian ini).
Untuk sementara, Tansley-Hancock mencoba mengatasi masalahnya dengan menyingkronkan kunyahannya sendiri dengan kunyahan orang lain saat sedang makan.(*)
Berita ini sudah dimuat di sajiansedap.grid.id dengan judul Tak Nyaman Mendengar Orang Mengunyah Makanan? Bisa Jadi Itu Efek Misophonia, Ini Penjelasannya