TRIBUNNEWS.COM - Joker, film yang disutradarai Todd Phillips dan tayang sejak 2 Oktober 2019 menjadi perbincangan.
Joker bahkan sempat menjadi trending di media sosial Twitter karena banyak warganet yang mengunggah twit mengenai film yang diangkat dari karakter Joker karya DC Comics ini.
Karakter Joker selama ini juga kerap dikaitkan dengan film “Batman” yang merupakan tokoh superhero bagi anak-anak.
Hal ini sering menimbulkan pemahaman yang salah, terutama di kalangan orangtua, bahwa Joker juga bisa ditonton anak-anak.
Baru-baru ini, Alamo Drafthouse yang merupakan jaringan bioskop San Antonio di Texas, Amerika Serikat, seperti dilansir dari Foxnews, memberikan peringatan melalui akun media sosialnya bahwa Joker bukan film untuk anak-anak.
"Joker tidak diperuntukkan bagi anak-anak dan merupakan film dengan rating R untuk alasan yang baik. Banyak bahasa yang sangat, sangat kasar, kekerasan brutal, dan secara keseluruhan memberikan dampak yang buruk,” tulisnya sebelum unggahan tersebut kemudian dihapus.
Peringatan itu juga diikuti keterangan bahwa dalam film Joker tidak ada Batman.
Baca: Sudahkah Nonton Film Joker? Simak 5 Fakta Menariknya yang Ternyata Penuh Kontroversi
20 Latihan Soal IPAS Kelas 4 SD BAB 4 Kurikulum Merdeka serta Kunci Jawaban, Perubahan Bentuk Energi
Latihan Soal & Kunci Jawaban Informatika Kelas 10 SMA/MA Materi Informatika dan Keterampilan Generik
Baca: Bayi Kembarnya Meninggal dalam Kandungan, Simak 5 Fakta Kematian Anak Irish Bella dan Ammar Zoni
Ramai di media sosial, Joker bukan film anak
Di Indonesia, pembahasan soal film Joker juga ramai di media sosial, khususnya Twitter.
Salah satu bahasannya soal penekanan bahwa Joker bukan film anak-anak dan sebaiknya tak disaksikan anak-anak.
Unggahan salah satu pengguna Twitter, dr Gia Pratama, @GiaPratamaMD, viral di Twitter dan banyak dibagikan ulang.
Gia adalah seorang dokter yang juga penyuka film dan penulis.
Hingga Jumat (4/10/2019) siang, unggahan tersebut telah disukai lebih dari 2.000 pengguna, dan dibagikan ulang lebih dari 1.500 kali.
Mengutip Kompas.com, Jumat, dr. Gia mengingatkan, Joker bukanlah sosok badut lucu.
“Saya pencinta film superhero, dan Joker adalah penjahat favorit saya. Jadi saya mengerti bahwa Joker itu bukan badut yang lucu tapi sosiopath, tukang bunuh orang. Jadi jelas bukan untuk anak-anak,” kata Gia.
Menurut dia, film Joker mengisahkan proses pembentukan karakter Joker yang brutal tetapi penuh senyum.
Joker digambarkan sebagai sosok yang melihat dunia penuh dengan orang hipokrit yang menurutnya lucu.
Hal inilah yang dinilai Gia mengkhawatirkan jika ditonton dan ditiru anak-anak.
“Prosesnya kelam, penuh kepedihan, penuh gurauan ironi, dan penuh kekerasan yang sangat apa adanya. Anak-anak baru gede, usia SMP akan paling terkena dampak,” ujar Gia.
Beberapa scene dalam film Joker juga disebut dr. Gia memiliki suasana yang mungkin cenderung familiar di masyarakat seperti adanya ketimpangan kehidupan antara si miskin dan si kaya.
Ia khawatir, film ini membuat anak-anak mencerna atau menyimpulkan bahwa kekerasan itu bisa jadi jawaban atas setiap permasalahan.
“Bila mereka menonton bersama orangtuanya pun, apakah orang tua siap dengan banyak pertanyaan sesudahnya. Seperti apakah membalas bullying itu boleh dan benar untuk dilakukan?” papar Gia.
Gia mengatakan, sebaliknya, bagi orang dewasa, film ini sangat layak untuk ditonton.
"Cocok untuk mempertanyakan ke diri sendiri apakah kita bagian dari 'sistem masyarakat' yg menciptakan Joker? Atau sudahkah kita berperan di masyarakat untuk mencegah terbentuknya Joker-Joker lain?" kata dia.
Kecenderungan meniru
Senada dengan Gia, Psikolog Anak dari Lembaga Psikologi Annava Solo, jawa Tengah, Maya Savitri mengatakan, film Joker tak layak untuk anak-anak.
“Tidak layak, banyak adegan kekerasannya,” ujar Maya, saat dihubungi secara terpisah, Jumat siang.
Apa efeknya jika anak-anak menyaksikan film ini?
Menurut dia, anak-anak memiliki kecenderungan meniru apa yang ditontonnya.
“Di Joker itu adegan kekerasan, ketakutan, dan sebagainya, yang memang tidak layak untuk ditonton anak-anak. Anak-anak akan meniru, merasa ketakutan, cemas, deg-degan, karena adrenalinenya terpicu,” ujar Maya.
Oleh karena itu, ia menyarankan kepada orangtua yang ingin mengajak anak-anak menonton film di layar lebar, sebaiknya memerhatikan sejumlah hal.
Hal itu di antaranya memerhatikan rentang usia, pesan moral film, kesiapan mental serta mempertimbangkan apakah anak-anak sudah siap dengan suara keras, dan sebagainya.