TRIBUNNEWS.COM - Pernahkah Anda mengalami susah melintasi sebuah jalan, terutama di kawasan permukiman, karena banyaknya mobil yang terparkir di pinggir jalan?
Persoalan ini menjadi persoalan yang kerap dijumpai di kawasan padat penduduk, dengan lahan rumah yang terbatas sehingga tak memiliki ruang untuk garasi mobil.
Akhirnya, mobil-mobil diparkir di pinggir jalan, dan mengurangi ruang orang lain untuk melintas.
Tak jarang gara-gara mobil diparkir di pinggir jalan, terjadi gesekan antara sesama warga.
Unggahan sebuah akun Instagram yang menampilkan spanduk peringatan untuk mempersiapkan garasi sebelum membeli mobil, menjadi perhatian netizen.
"Siapkan garasinya dulu sebelum beli mobil. Jalan kampung adalah milik warga bro. Bukan garasi mobil pribadimu," demikian bunyi spanduk tersebut.
Mengapa fenomena ini terjadi?
Pengamat Sosial, yang juga pengajar di Universitas Indonesia dan Universitas Trisakti, Rissalwan Habdy Lubis mengatakan, di tengah masyarakat Indonesia, memiliki mobil seakan menjadi sebuah gengsi.
“Saya kira kepemilikan mobil saat ini memang lebih kepada gengsi dan upaya menunjukkan status sosial-ekonomi tertentu daripada fungsi dan utilitasnya,” ujar Habdy saat dihubungi Kompas.com, melalui pesan tertulis, Selasa (8/10/2019).
Menurut dia, tuntutan gaya hidup itu kerap kali membuat mereka tak berkaca dengan kondisi yang dimilikinya.
Hal itu termasuk ketika memutuskan membeli mobil, tetapi tak mempersiapkan ruang untuk garasi.
Habdy mengatakan, dalam konteks masyarakat yang tinggal di kota, mobil pribadi sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Alasannya, lokasi tempat tinggal di tengah kota seharusnya relatif terjangkau oleh fasilitas kendaraan umum.
“Berbeda dengan para penglaju yang mungkin memang perlu untuk mengemudi mobil sendiri karena alasan jarak dan kenyamanan perjalanan,” ujar Habdy.
Mengenai terbatasnya lahan rumah sehingga banyak pemilik mobil yang tak bisa memiliki ruang di rumahnya untuk garasi, Habdy berpandangan, hal ini bisa disiasati.
Caranya, dengan mendesain bentuk dan peruntukan bangunan rumah.
Dengan demikian, menurut dia, tak terjadi perampasan ruang publik.
“Berkaitan dengan parkir sembarangan dan ‘penyerobotan’ ruang publik untuk lahan parkir, saya kira harusnya bisa diantisipasi dengan cara mengubah pola hunian yaitu lantai 1 untuk parkir dan lantai 2 hunian,” kata Habdy.
Meski demikian, hal ini tergantung kemampuan finansial pemilik mobil.
“Secara finansial juga mereka tidak leluasa ya, karena rata-rata pasti mobil itu pasti diperoleh dengan cara mencicil,” ujar Habdy.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fenomena Punya Mobil Tak Punya Garasi, Kenapa Banyak Terjadi?"