Bagi orang Jepang, perilaku tersebut menyiratkan kamu jauh lebih baik daripada mereka.
Jika orang Jepang sedang flu, mereka harus mengenakan masker.
Namun, menyeruput saat makan mi diperbolehkan di sana.
7. Beristirahat setelah bekerja adalah kemustahilan.
Warga negara Matahari Terbit adalah orang-orang yang sangat sibuk.
Mereka tidak punya cukup waktu untuk melakukan apa yang mereka sukai, seperti berolahraga atau bepergian.
Orang Jepang bekerja lebih dari 60 jam seminggu.
Sehingga, mereka hampir tidak punya waktu luang.
Sementara itu, di negara lain, kamu dapat menghabiskan malam hari untuk melakukan sesuatu yang kamu sukai bukan?
8. Orang Jepang tidak saling membantu dalam pekerjaan.
Jangan melakukan pekerjaan orang lain di Jepang.
Di sana, pekerjaan membuat seseorang menjadi anggota masyarakat yang sesungguhnya.
Jika kamu mengambil sampah untuk petugas kebersihan atau membantu tukang pos, mereka justru akan merespons negatif.
Pasalnya, membantu pekerjaan orang lain dianggap merampas pekerjaan mereka.
9. Tidak ada tempat sampah.
Di Tokyo, hampir tidak ada tempat sampah.
Orang-orang hanya membungkus sampah di dalam tumpukan plastik.
Kemudian, tumpukan plastik itu akan diangkut oleh petugas layanan khusus.
Aturan ini berawal pada tahun 2000-an.
Kala itu, tong sampah sering digunakan dalam aksi terorisme.
Sehingga, tong sampah tidak diberlakukan kembali.
Banyak orang Jepang sebenarnya lebih suka membawa pulang sampah dan membuangnya di sana.
Mereka juga hanya merokok di tempat yang telah ditentukan, sehingga tidak ada masalah dengan puntung rokok.
10. Orang Jepang memperhatikan detail.
Dalam masyarakat Jepang, tampilan yang aneh atau melambaikan tangan tidak akan luput dari perhatian.
Jika suaramu terdengar sedikit tidak biasa, mereka akan langsung bertanya apakah kamu baik-baik saja.
Orang Jepang bahkan tidak perlu kata-kata untuk memahami informasi atau memprediksi semua permintaan dan keinginan seseorang.
Seorang pria Jepang akan percaya kepada pasangannya (yang merupakan warga negara asing) jika sang wanita melakukan suatu perlakuan spesial.
Bukti cinta itu bukan tentang meninggalkan negara asal beserta teman dan keluarga sang wanita.
Namun, melalui cara khusus memperlakukan sang pria.
Misalnya, membuatkan teh dengan resep khusus atau memotong buah dengan cara khusus untuk pasangan.
11. Wanita dibayar lebih rendah dengan beban pekerjaan yang sama.
Budaya patriarki sangat kuat di negara ini.
Wanita harus tinggal di rumah dan merawat anak-anak.
Jika para wanita memutuskan untuk berkarier, mereka harus menerima kenyataan, gaji yang diperoleh lebih sedikit daripada pria, dengan beban kerja yang sama.
Inilah sebabnya mengapa beberapa perempuan mendirikan perusahaan dengan aturan sendiri.
Namun, setelah menikah, istri bertanggung jawab atas keluarga dan rumah.
Wanita mengendalikan segalanya, bahkan jumlah uang yang dimiliki suami.
Di sini, pria Jepang sering memberikan semua uang yang mereka peroleh kepada istri mereka yang tidak bekerja.
12. Tradisi ke bar dengan atasan.
Pesta bar dengan atasan adalah tradisi bagi karyawan Jepang.
nilah cara mereka membangun hubungan yang stabil dalam tim.
Pegawai kantor mengalami semacam "perbudakan."
Jika mereka tidak pergi ke bar, mereka dianggap sebagai orang luar.
Ini merupakan ketakutan besar bagi karyawan Jepang.
Jika beberapa atasan tidak mau pergi, pesta tidak akan terjadi.
Namun, jika karyawan menolak, mereka harus mengikuti semua aturan etiket Jepang agar tidak menyinggung bos mereka.
Hal itu karena bos mengundang semua orang untuk bersenang-senang dan dia membayar untuk itu.
13. Tidak ada bonus untuk lembur.
Jika orang-orang di perusahaan tertentu sering bekerja lembur, mereka tinggal di kantor lebih lama secara sukarela.
Gaji karyawan kantor dinaikkan tergantung pada berapa lama mereka bekerja dengan perusahaan, bukan seberapa baik mereka bekerja.
Namun, orang Jepang justru tidak mendapatkan bonus jika bekerja lembur.
Mereka lebih dihadapkan pada tugas baru setiap hari, daripada menyelesaikan satu tugas selama beberapa hari.
Menurutmu, apakah ke-13 aturan di atas dapat diterapkan di Indonesia?
Kalau ada, apakah itu?
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)