Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pakaian Seragam Harian (PSH) para Aparat Sipil Negara (ASN) dinilai kurang berbasis budaya nusantara dan lebih mewariskan budaya kolonial Belanda. Apa kata desainer?
Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota DPR RI yang juga tokoh budaya Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang meminta Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) hingga Menteri Agama segera mengubah aturan pakaian ASN.
Menurut Dedi Mulyadi, bahan yang digunakan untuk seragam ASN juga dinilai terlalu tebal.
Bahan yang dipakai untuk seragam PNS tak cocok jika digunakan oleh pegawai yang lebih banyak bekerja di lapangan dibandingkan ruangan.
Baca : Tito Karnavian Blak-blakan Hampir Semua Kepala Daerah Berpotensi Korupsi, Omong Kosong Mau Rugi
Baca: Soroti Aturan Pakaian PNS, Yandri Susanto Tegas Tolak Wacana Menag: Enggak Usah Buat Gaduh
Baca: Warisan Belanda, Seragam PNS Tak Cocok, Sarung Maruf Amin dan Celana Cingkrang Jadi Baju Baru ASN?
Dari segi bahan, Desainer yang juga ketua Indonesian Fashion Chamber (IFC), Ali Charisma menyebutkan bahannya memang bisa dibilang tebal dan lebih cocok digunakan di dalam ruangan, khususnya seragam ASN yang berwarna cokelat atau yang biasa disebut jas tongki.
Tapi enaknya dengan bahan semi wol atau pun katun karena pilihannya sudah beragam seragam tersebut bisa digunakan dalam waktu lama.
“Memang panas atau ketebalan tapi bisa bertahan lama seharunsya, kalau untuk yang dilapangan bahan yang digunakan mungkin bisa lebih tipis. Ya sarannya gunakan bahan yang lebih tipis seperti viscose,” kata Ali Charisma kepada Tribunnews.com, Rabu (6/11/2019).
Kalau disarankan menggunakan sutra, Ali memastikan kalau perawatannya akan sulit karena cara pencuciannya sebaiknya menggunakan metode dry clean tidak bisa sembarangan mencuci.
“Tapi jangan sutra karena kalau dari perawatan akan susah harus dry clean dan kalau dicuci pakai mesin dua minggu aja udah rusak. Perawatannya susah,” ungkap Ali Charisma.
Kemudian dari segi warna sebenarnya sudah cocok karena warna netral yang masuk ke semu tipe kulit.
“Warna udah masuk, tapi kan kadang ada yang warna cokelatnya terlalu tua ada yang terlalu muda,” ucap Ali Charisma.
Celana Cingkrang dan Sarung Ma'ruf Amin Bakal Ngetren?
Selain itu, pakaian untuk ASN juga disesuaikan dengan jabatan mereka.
Kalau untuk orang lapangan seperti penyuluh pertanian atau kehutanan, kata Dedi, cocoknya mengenakan pakaian cingkrang, mirip pangsi untuk baju pesilat.
Dengan modelnya yang longgar dan ujung celana di atas mata kaki, pakaian cingkrang ini membuat orang bebas bergerak.
Ujung celana tidak akan mudah kotor karena posisinya lebih tinggi.
"Nah, sebenarnya celana cingkrang itu bukan budaya Arab, malah budaya Nusantara. Orang-orang Sunda yang pergi ke sawah biasa menggunakan celana cingkrang, warna hitam. Itu yang disebut pangsi," kata Dedi Mulyadi dikutip dari Kompas.com.
Baca: Tanggapi Polemik Cadar & Celana Cingkrang, Ibas: Terpenting Manusia Memiliki Sikap Baik
Baca: Gaya Celana Cingkrang Kaesang Pangarep vs Agus Yudhoyono, Lebih Keren Putra Jokowi atau Anak SBY?
Dedi menyebutkan salah satu pejabat yang masih mempertahankan budaya nusantara dalam hal berpakaian adalah Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Ma'ruf Amin dalam acara apa pun, baik formal maupun informal, terbiasa mengenakan bawahan sarung. Sarung, kata Dedi, adalah budaya khas nusantara dan itu adalah formal.
"Pak Ma'ruf terus menggunakan kain sarung karena pakaian khas Indonesia. Itu formal. Sama dengan orang Arab pakai jubah. Raja-raja Arab datang ke sini pakai gamis atau jubah," kata Dedi.