TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini, kisah seorang wanita mengalami baby blues setelah sempat mendapat cibiran dari keluarga dan lingkungannya lantaran melahirkan secara caesar viral di media sosial.
Kisah tersebut pertama kali dibagikan oleh akun Facebook Nidta Jameelah pada 28 Februari 2019 lalu.
Unggahan itu kemudian kembali viral karena diunggah oleh sejumlah akun media sosial beberapa hari terakhir.
Belum diketahui secara pasti mengenai kebenaran kejadian dalam kisah tersebut.
Namun, terlepas dari itu, psikolog klinis dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Uun Zulfiana SPsi MPsi, Uun juga mengatakan, peristiwa dalam kisah viral tersebut memang marak terjadi.
Baca: Soal Kisah Viral Wanita Alami Baby Blues, Psikolog Sebut Dukungan Suami Penting untuk Mengatasinya
"Saya menemukan beberapa orang yang memang mungkin tidak terangkat di media gitu ya, karena caesar kemudian banyak yang tanda kutip 'menghujat', dan apalagi untuk kelahiran anak pertama," ungkap Uun saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (21/9/2020).
Lebih lanjut, Uun pun menjelaskan mengenai gejala-gajala baby blues hingga cara mencegahnya.
Simak penjelasan psikolog mengenai kondisi baby blues berikut ini.
Gejala Baby Blues
Uun menerangkan, kondisi baby blues ditandai oleh sejumlah gejala.
"Gejala-gejalanya yang mayoritas terjadi itu sulit tidur, sulit berkonsentrasi, gampang putus asa, mudah menangis, nggak doyan makan, gelisah, ya intinya kayak gejala depresi pada umumnya," jelas Uun.
Namun, Uun melanjutkan, yang membedakan baby blues dengan depresi yakni durasinya.
Uun menyebutkan, kondisi baby blues hanya berlangsung kurang dari dua minggu.
"Kalau baby blues itu waktunya kurang dari dua minggu tapi ini akan berlanjut ketika memang tidak ditangani," kata Uun.
Baca: Wanita Ini Sempat Viral, Baru 2 Bulan Menikah Lalu Suaminya Meninggal Saat Futsal, Begini Kabarnya
Uun menambahkan, ketika kondisi baby blues berlangsung hingga 3-6 bulan maka artinya orang tersebut sudah masuk dalam fase Postpartum Depression.
Menurut Uun, fase Postpartum Depression itulah yang sangat mengkhawatirkan.
"Artinya kalau di bawah dua minggu semestinya tidak jadi masalah, tapi kalau sudah lebih dari dua minggu, harusnya orang sekitar sudah mulai aware bahwa ini butuh bantuan," tegasnya.
Penyebab Baby Blues
Uun menyebutkan, penyebab baby blues di antaranya yaitu penyesuaian pada kondisi baru.
Menurutnya, masa adaptasi awal pada sebuah kondisi baru memang dapat membuat seseorang merasa tertekan.
"Kayak kita new normal ini, orang yang tidak biasa pakai masker itu kan menekan sekali, aduh ribet. Nah begitu pun dengan ibu, apalagi untuk kelahiran anak pertama," jelas Uun.
Uun menambahkan, berdasarkan riset, 80 persen ibu yang melahirkan anak pertama mengalami baby blues.
Baca: VIRAL Cerita Wanita yang Mantan Suaminya Pilih Cerai daripada Beri Nafkah Rp 1 Juta, Ini Ceritanya
Sementara itu, 10 persen di antaranya berlanjut hingga fase Postpartum Depression.
"Dari 80 persen itu, 10 persennya berlanjut ke Postpartum Depression karena tidak mendapatkan penanganan."
"Jadi keluarganya tidak ngeh (paham) kalau itu bentuk depresi awal," kata Uun.
Uun melanjutkan, penyebab baby blues lainnya yaitu kondisi hormon pasca melahirkan.
"Secara medis, hormon pasca melahirkan itu kan progesteron dan estrogennya itu menurun drastis, jadi ini memicu orang jadi gampang sedih," jelas Uun.
"Apalagi dengan kondisi tadi, caesar itu kan julidan tetangga kan banyak sekali, 'kamu bukan ibu beneran. Ibu benaran itu melahirkan normal.' begitu ya biasanya di masyarakat. Ini kan tekanan juga. Lingkungan juga membuat orang tersebut merasa tertekan," sambungnya.
Cara Mencegah
Lebih lanjut, Uun menyampaikan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya baby blues.
Berikut cara mencegah baby blues menurut psikolog:
1. Mengikuti konseling pranikah
Menurut Uun, konseling pranikah sangat penting untuk mencegah terjadinya baby blues.
"Karena di konseling pranikah itu, kalau kita ngomongnya konseling pranikah yang betul, itu kan orang disiapkan bahwa berumah tangga itu seperti ini, bertanggung jawab ketika punya anak itu seperti ini, itu yang pertama," kata Uun.
2. Komitmen suami-istri
Cara mencegah berikutnya, Uun menambahkan, yaitu komitmen antara suami dan istri tentang tanggung jawab dalam mengasuh anak.
"Pasangan itu harus punya komitmen bahwa anak ini adalah tanggung jawab bersama," tegas Uun.
"Yang terjadi di budaya kita kan kebanyakan anak adalah tanggung jawab perempuan. Ini yang membuat ibu semakin tertekan, 'aduh ini tanggung jawabku'," sambungnya.
Selain itu, menurut Uun, pasangan suami-istri juga perlu melakukan pendalaman komitmen yang kuat pada sejumlah hal lainnya.
"Komitmen ini juga masih terbagi di bawahnya lagi, misalnya orang tua yang bekerja itu juga perlu pembagian mengasuh anak ini, itu yang mencakup banyak hal," jelasnya.
Sementara itu, belajar dari kisah viral tersebut, Uun menyampaikan pesan, dukungan keluarga sangatlah penting untuk mencegah terjadinya baby blues.
Baca: VIRAL Wanita Alami Baby Blues, Sempat Dicibir karena Melahirkan secara Caesar, Ini Kata Psikolog
Terlebih, bagi ibu yang baru pertama kali melahirkan.
"Support keluarga itu penting bagi ibu yang baru melahirkan untuk anak pertama, sangat rentan untuk mengalami baby blues," kata Uun.
"Jadi support keluarga seperti membantu memandikan anak, hal-hal kecil itulah yang perlu dibantu keluarga. Selain mungkin bantuan berbentuk fisik maupun psikologis."
"Artinya juga menyiapkan psikologis ibu ini bahwa dia punya tanggung jawab tapi dia tidak sendirian, keluarga tetap support dia," sambungnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)