TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan bermunculannya unggahan-unggahan wanita yang mengakui dirinya merupakan selingkuhan atau perebut laki orang alias pelakor.
Psikolog Keluarga dari www.praktekpsikolog.com di Bintaro, Jakarta Selatan, Adib Setiawan, S.Psi., M.Psi., memberikan tanggapannya terkait hal tersebut.
Menurut Adib, bermunculannya akun-akun media sosial yang blak-blakan menunjukkan diri sebagai pelakor telah menjadi fenomena yang berkembang saat ini.
Ia menilai, hal tersebut dilatarbelakangi oleh keinginan mereka menunjukkan keberadaannya dan merasa ingin dinomorsatukan.
Namun, apa alasan yang membuat wanita tega menjadi pelakor?
Psikolog yang juga praktek di Klinik Terapi Anak dan Dewasa YPPI, Pondok Aren, Tangerang Selatan, tersebut menuturkan, ada sejumlah alasan yang membuat para wanita tega merebut pasangan milik wanita lain.
Mayoritas, Adib menyebutkan, hal tersebut didasari alasan finansial.
"Secara finansial kurang kemudian mendapat pasangan yang sudah beristri," kata Adib saat dikonfirmasi Tribunnews.com.
Selain faktor finansial, Adib melanjutkan, seorang wanita bisa tega menjadi pelakor karena keadaan membuatnya merasa tidak didekati oleh laki-laki yang seumuran dengan dirinya.
Baca: Dituding Jadi Pelakor, Gadis di Palembang Jadi Korban Penganiayaan
Ia lantas menerima pria yang mendekatinya meskipun sudah beristri.
"Kedua, alasan dia nggak punya pacar lalu kebetulan yang deketin kok ya orang yang sudah menikah gitu, tapi yang sepantaran kok nggak ada yang deketin, bisa juga karena faktor itu," ujar Adib.
Alasan lainnya, Adib menambahkan, seorang wanita dapat tega menjadi pelakor karena terpicu oleh kondisi di lingkungannya.
Satu di antaranya yaitu di lingkungan kerja.
"Ketiga, karena faktor kebetulan aja dia dekat sama atasan, kebetulan dekat sama rekan kerja misalnya, kebetulan lebih tua yang laki-lakinya, ya karena saling support, saling cerita, ya akhirnya jadian," kata Adib.
Sementara itu, jika membahas mengenai kontrol diri, Adib menyebutkan, kontrol diri seorang pelakor memang relatif rendah.
"Karena pada hakikatnya orang kalau kontrol dirinya baik ya kalau didekati sama orang yang sudah menikah pasti nggak mau atau menolak, pasti (ingat) nanti juga ada jodoh, ada jodoh yang sepantaran atau yang belum menikah gitu kan," terang Adib.
"Ya memang bisa juga dikatakan relatif kontrol dirinya cenderung kurang karena tidak bisa menolak. Padahal dia tahu bahwa pasangannya ini sudah menikah dengan perempuan lain," sambungnya.
Namun, Adib menambahkan, sesungguhnya kontrol diri setiap orang hampir sama.
"Bisa sih (disebut kontrol diri kurang), walaupun menurut saya tidak signifikan sebenarnya. Kontrol diri beberapa orang hampir sama," ujarnya.
Baca: Ramai Postingan Wanita yang Mengaku Dirinya Pelakor, Psikolog: Dia Ingin Tunjukkan Keberadaannya
Adib menjelaskan, ketika seseorang memilih menjadi pelakor, artinya orang tersebut tidak mampu menolak kondisi di hadapannya.
Menurut Adib hal tersebut bisa terjadi karena sejumlah faktor.
"Entah itu menjadi pelakor atau tidak, itu kontrol diri menurut saya sama aja."
"Tapi kan kondisi yang tidak bisa dia (pelakor) tolak. Salah satu sisi misalnya nggak ada yang deketin sementara dia pengin bahagia juga misalnya, ya gimana lagi, ini ada yang deketin, ada yang kasih perhatian, masa nggak disambut, gitu kan?" kata Adib.
"Kemudian masalah finansial bisa juga, karena terpaksa mencari uang dari sana, mendapatkan nafkah dari sana," tambahnya.
Para Pelakor Ingin Tunjukkan Keberadaannya
Sebelumnya, Adib mengungkapkan, ramainya unggahan akun-akun yang mengekspos dirinya sebagai pelakor terjadi karena keinginan untuk menunjukkan eksistensinya.
Adib menuturkan, setiap orang tentunya ingin memiliki hubungan yang terbuka atau diketahui oleh orang lain.
Namun, seorang pelakor umumnya tidak bisa memperoleh hal tersebut.
Adib pun menilai, orang-orang yang mengekspos dirinya sebagai pelakor sesungguhnya ingin menunjukkan keberadaannya dan ingin dinomorsatukan.
Baca: Cerita Lengkap Video Viral Pelabrakan Pelakor, Dikawal Polisi dan Pak RT, Berbuah Surat Perjanjian
"Kita kalau memiliki sebuah hubungan penginnya terbuka, sedangkan pelakor seringkali hubungannya cenderung back street, artinya hubungan yang sebenarnya tidak terlalu diekspos oleh keluarga besar, jadi seolah-olah hanya di belakang layar," kata Adib.
"Lain dengan yang bukan pelakor, itu kan seolah-olah memang hubungan pernikahan antar dua keluarga."
"Nah menurut saya pelakor ini, dia ingin mencari eksistensi diri bahwa dia ingin intinya 'saya itu ada, saya juga ingin dinomor satukan'. Makanya dia tampil lah di sosmed, misal di TikTok," sambungnya.
Melihat fenomena tersebut, Adib berpendapat, orang-orang yang mengakui dirinya sebagai pelakor ingin hubungan yang ia jalani dianggap normal seperti pasangan lainnya.
Adib pun menilai, hal tersebut termasuk bentuk perlawanan karena selama ini masyarakat menganggap pelakor sebagai sesuatu yang tak normal.
Oleh karena itu, Adib melanjutkan, mereka pun ingin mengungkapkan bahwa mereka pantas bahagia dengan caranya tersebut.
"Dia dengan PD (Percaya Diri) menceritakan apa yang dia alami karena dia berharap yang dialami itu sesuai yang normal."
"Apalagi selama ini pelakor seolah-olah dianggap tidak normal begitu, jadi dia menyatakan bahwa ini perlawanan dari pelakor. Istilahnya (menyatakan) ini adalah sesuatu yang normal, ini sah-sah saja, bahwa setiap manusia berhak untuk bahagia," kata Adib.
Baca: Marak Postingan Viral Pelakor, Bolehkah Membagikan Aib Pasangan di Media Sosial? Ini Jawabannya
Baca: Wanita Pelakor Ini Kirim Video Mesra Dengan Oknum PNS ke Istrinya, Saat Digerebek Hanya Menunduk
Menurut Adib, orang-orang yang mengakui dirinya sebagai pelakor tersebut juga ingin dinomorsatukan oleh pasangannya.
Pasalnya, Adib mengakatakan, pada dasarnya, setiap manusia ingin diprioritaskan dan dihargai.
Oleh karena itu, Adib menilai, fenomena tersebut terjadi karena mereka ingin mencari penghargaan dan eksistensi diri.
"Jadi dalam rangka mencari penghargaan, dalam rangka mencari eksistensi diri, dalam rangka bahwa apa yang dilakukan itu sesuatu yang wajar-wajar saja, kira-kira seperti itu," ujarnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)