TRIBUNNEWS.COM – Hampir lima dekade, mulai 1971 hingga 2019, populasi lansia di Indonesia mengalami peningkatan dua kali lipat.
Sementara pada tahun 2020, berdasarkan Laporan Statistik Penduduk Lanjut Usia, terdapat 26,82 juta lansia di Indonesia atau 9,92 persen dari total populasi.
Hal tersebut membuat Indonesia menghadapi transisi menuju kondisi penuaan penduduk.
Dengan jumlah populasi lansia yang terus meningkat, aspek kesehatan menjadi salah satu faktor penting untuk mewujudkan lansia yang sejahtera.
dr. Riskiyana Sukandhi Putra, M.Kes, Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kementerian Kesehatan RI mengatakan, “usia Harapan Hidup (UHH) diperkirakan akan terus meningkat, dan menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia akan bertambah."
Baca juga: Cegah Osteoporosis, Simak Tips Menjaga Kesehatan Tulang
"Saat ini, kelompok usia lanjut di Indonesia telah berada di atas 7 persen dari total keseluruhan penduduk. Jika angkanya sudah mencapai 10 persen, Indonesia akan berubah menjadi negara dengan struktur penduduk tua (ageing population),” ucapnya.
Kondisi lansia yang sehat, bugar dan produktif, lanjut dia, ditentukan salah satunya oleh aktifitas fisik yang dilakukan secara Baik, Benar, Terukur dan Teratur (BBTT) sejak usia dini.
Pada tahun 2017, Pemerintah menerbitkan Inpres nomor 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS).
Inpres tersebut untuk mendorong masyarakat Indonesia melakukan pembudayaan aktivitas fisik, menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pola makan gizi seimbang dan deteksi dini penyakit agar masyarakat Indonesia sehat, bugar dan tetap produktif di usia lanjut.
dr. Bagus Putu Putra Suryana, SpPD-KR, Ketua Umum Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) mengatakan, “Orang dengan usia lanjut memiliki risiko berbagai ancaman penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, dan lainnya termasuk osteoporosis."
Osteoporosis, kata dia, masih menjadi masalah global yang berkembang, lebih dari 10 juta orang di seluruh negeri diperkirakan menderita osteoporosis.
"Lansia adalah salah satu kelompok risiko Osteoporosis karena seiring bertambahnya usia kita kehilangan lebih banyak kepadatan tulang. Jika kehilangan kepadatan tulang terjadi secara terus menerus akan menyebabkan osteoporosis sehingga berisiko mengalami patah tulang,” terangnya.
“Menurut data dari World Health Organization (WHO), 50% kejadian patah tulang disebabkan oleh osteoporosis. Patah tulang dapat menyebabkan rasa nyeri, disabilitas, deformitas hingga meningkatkan risiko kematian akibat komplikasi medis."
"Untuk itu, investasi kesehatan tulang, sendiri, dan otot agar tetap kuat merupakan tujuan yang penting dilakukan setiap orang dengan usia berapapun, untuk memastikan kesehatan secara menyeluruh di setiap tahap kehidupan," ucapnya.