Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Belajar dari kasus model Ayu Aulia yang mencoba mengakhiri hidup dengan dugaan toxic relationship, membuka mata bahwa hubungan beracun tak boleh dianggap remeh.
Psikolog UGM Prof. Dra. R.A. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D memaparkan dalam literatur, hubungan beracun dikenal dengan relationship abuse, yaitu hubungan yang disalahgunakan dan menimbulkan akibat yang kurang menyenangkan secara emosional, sosial, fisik dan seksual.
Baca juga: 6 Cara Meninggalkan Ikatan Toxic Marriage yang Membuat Diri Terpuruk
Baca juga: Angkat Kisah Toxic Relationship, Azzahra Banilia Rilis Single Untuk Apa Bertahan
Hubungan beracun kadang tidak disadari baik dalam berteman, berelasi misalnya bila telah bekerja) dan berpacaran yang tidak sehat.
"Jadi hubungan beracun tidak hanya untuk suami istri dan berpacaran. Hubungan ini hanya menguntungkan satu pihak, merugikan diri sendiri dan bisa merugikan orang lain (kalau kita sebagai pelaku),” ucapnya dalam sesi webinar yang digelar UGM.
Yayi menjelaskan, Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan tahun 2019 menunjukkan terdapat 13.568 kasus kekerasan. Sebagian diantaranya, yaitu 2.073 kasus kekerasan dalam hubungan berpacaran.
Dalam jurnal semiotika, ada yang mengklasifikasi pola hubungan beracun.
Pertama, secure attachment. Jadi merasa tidak nyaman jika tidak ada dia. Kedua, cemas ambivalen artinya dua hal yang bertentangan mencinta sekaligus membenci.
"Hubungan beracun berada di antara perasaan senang dan takut. Seharusnya tidak ada perasaan itu kalau berada di dekat orang yang dicintai, namun hanya ada perasaan nyaman," ungkap dia.
Ketiga, cemas menghindar. Ini adalah hubungan yang sebenarnya kita ingin menghindar tetapi merasa tidak enak karena mungkin terus dicari.
Perilaku toxic dapat dikenali dengan beberapa ciri, yaitu terlalu sibuk dengan dunia maya, terus mengkritik, mengekspresikan ketidaksukaan secara tak langsung, menghindari hubungan emosional dengan orang lain, dan menyembunyikan masalah.
Sedangkan tanda-tanda hubungan beracun menurutnya adalah memanipulasi orang lain, tidak konsisten, tidak mau meminta maaf, tidak punya sifat empati dan simpati, dan hanya mau senangnya saja.
Yayi menegaskan, hubungan beracun dapat mengakibatkan cemas dan stres, mempunyai masalah kepercayaan, kesehatan mental yang terganggu, gangguan dalam kehidupan sehari-hari, serta trauma, tidak nyaman dan tidak aman (insecure).
Oleh karena itu, cara mengatasi dan mencegah agar tidak terjebak dalam hubungan beracun adalah dengan berbicara secara efektif.
Artinya, pembicara dan penerima mengerti pesan yang disampaikan.
Lalu, secara asertif. Asertif berarti rasional, menyatakan secara langsung yang diingikan, menghargai dan memahami orang lain.
“Asertif artinya tegas, berterus terang dan kalau bisa secara definitif diucapkan. Misalnya mengucapkan kalau kita tidak suka dibatasi untuk bermain dengan orang lain. Kalau kita sudah berbicara, namun masih saja terjadi, sebaiknya berpikir panjang untuk tetap menjalin hubungan dengan orang tersebut terutama jika ingin melanjutkan hubungan ke pernikahan. Dalam psikologi pola perilaku, perulangannya ada sehingga harus dipikirkan kembali,”pesannya.