Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagian anak mungkin pernah berada di posisi merasa tak berharga, terbuang, dan kesepian. Ia merasa tak seorang pun di dunia ini menyayanginya.
Perasaan macam itu dapat berdampak pada situasi pengendalian emosi yang sangat sulit.
Demikian disampaikan oleh National Director SOS Children’s Village Indonesia Gregorius Hadiyanto Nitihardjo, dalam acara Kickoff Implementasi Gerakan 100 Juta Pembelajar, Rabu (8/6/2022).
Akibatnya, menurut Hadiyanto, anak tumbuh dengan rasa tidak aman. Dan lambat laun kondisi psikologisnya membentuk karakter yang bermasalah.
Bahkan tak menutup kemungkinan anak menjadi seorang dengan rasa dendam dan kebencian. Kondisi itu bisa menghambat pertumbuhan anak secara stabil.
Mungkin secara kecerdasan kognitif anak kuat. Namun emosional dan spirit tidak berkembang maksimal.
Baca juga: Masih Takut Gendong Bayi, Vincent Verhaag Kini Ikut Kelas Parenting untuk Jadi Suami Siaga
"Kami melihat banyak perilaku bermasalah, agresif, menarik diri, bolos sekolah, mencuri, banyak perilaku yang tidak diterima, dan ditampilkan anak ini jika tidak ditangani secara tepat," kata Hadiyanto.
Persoalan kemudian menjadi sulit saat orangtua atau pengasuh menunjukkan pendidikan secara agresif. Bahkan tidak segan memberikan hukuman fisik.
Padahal, kata Hadiyanto, anak dalam pertumbuhannya sangat membutuhkan bantuan. Dalam situasi demikian banyak orangtua, guru, pengasuh, tidak menyadari bahwa anak telah menjadi korban.
Sedangkan yang dibutuhkan anak ini adalah lingkungan penuh kasih sayang. Di mana orangtua bisa memahami dan menerima kondisi ini.
Selama 50 tahun SOS Children’s Village melakukan pendekatan pada keluarga. Pihaknya pun menggunakan empat konsep dalam program mereka.
Tujuannya, yakni anak-anak dapat bertumbuh dengan baik dan menerima pendidikan berkualitas. Prinsip pertama adalah parents atau orangtua asuh.
Baca juga: Inspiratif, Begini Gaya Parenting Rachel Vennya yang Rajin Bertanya Suasana Hati Anak
Orangtua hadir 24 jam sehari atau 365 hari dalam setahun pada pertumbuhan anak, sehingga merasa ada orang yang menjadi tempat ikatan.