Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivitas penggunaan media sosial yang tinggi di Indonesia turut memperbesar peluang bagi para penggunanya terpapar konten negatif semisal perundungan di internet atau dikenal dengan istilah cyberbullying.
Warganet khususnya para orangtua pun dituntut untuk meningkatkan literasi digitalnya sebagai upaya untuk menjaga anak-anak agar tidak menjadi korban ataupun pelaku perundungan.
Lantas, apa saja contoh tindakan perundungan dan kiat apa saja yang bisa dilakukan untuk menghindari perlakuan buruk di internet tersebut?
Hal itu menjadi perbincangan dalam webinar bertema Mencegah Bullying di Dunia Maya di Banjarmasin, Kalimantan Selatan diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, Senin (25/7/2022).
Hadir sebagai narasumber adalah Chief Marketing Officer PT Cipta Manusia Indonesia Annisa Choiriya Muftada; Food dan Product Photographer sekaligus Social Media & Design Kumpulan Emak Blogger Suciarti Wahyuningtyas; dan Relawan TIK Indonesia dan Direktur Gitek.ID, M Muzaqi S.Kom.
Annisa Choiriya Muftada mengatakan, beberapa contoh perilaku perundungan di dunia maya atau cyberbullying diantaranya menyebarkan kebohongan tentang seseorang, mengirim pesan menyakitkan dan kebencian termasuk body shaming, serta tindakan pengucilan.
Baca juga: Yuki Kato Suarakan Dampak Bullying di Series Pretty Little Liars Season 2
"Media sosial menjadi platform digital yang paling banyak perlakuan perundungan, kemudian disusul aplikasi percakapan dan game online," katanya.
Menurutnya, orangtua punya peran strategis untuk melindungi anak-anak agar tidak menjadi korban maupun pelaku perundungan.
Misalnya, terus melakukan pemantauan, memanfaatkan fitur perlindungan di media sosial, serta optimalisasi mesin pencarian.
"Sebagai contoh di Tiktok ada fitur parenting untuk menjaga anak-anak ketika scroll.
Jadi, kita pun harus update fitur tersebut agar bisa menjaga orang-orang di sekeliling dari tindakan cyber bullying," ujarnya.
Pada sesi kedua, Suciarti Wahyuningtyas menjelaskan, media sosial yang paling digemari di Indonesia yaitu Whatsapp, Youtube, TikTok, dan disusul Instagram dan Facebook.
Adapun alasan orang menggunakan media sosial umumnya untuk dapat menghubungkan dengan teman dan kerabat, sarana hiburan, serta mencari informasi dan konten.
Ia menjelaskan, setiap warganet harus mampu menjaga etika dalam bermedia sosial mengingat disana terhimpun banyak pengguna dengan kultur, bahasa dan budaya yang berbeda.
Untuk kenyamanan bermedia sosial sekaligus terhindar dari konten negatif semisal perundungan, sebaiknya warganet harus mengenali dulu siapa saja yang berinteraksi dengannya.
"Bertemanlah dengan orang yang sudah dikenal, apabila mendapat teman baru kita harus cari terlebih dulu di mesin pencarian, teman baru pun harus memiliki kesamaan seperti minat dan hobi agar ruang lingkup interaksinya lebih mengecil, serta berteman dengan orang menggunakan identitas asli dan bukan anonim," katanya.
Menurut M Muzaqi, semakin tingginya aktivitas digital dalam keseharian, mestinya menuntut warganet untuk mampu meningkatkan literasinya agar tetap aman berselancar sehingga nantinya setiap individu dapat mengamankan penggunaan perangkat, menjaga data dan identitasnya, terhindar dari potensi penipuan, mengelola jejak digital, serta melindungi anak-anak dari bahaya konten negatif seperti cyberbullying.
Perundungan dapat diartikan sebagai perilaku agresif secara berulang yang bertujuan untuk menakuti, membuat marah, serta mempermalukan sasaran.
"Teknologi digital dapat memperluas ruang gerak masyarakat, namun juga bisa berdampak memunculkan potensi buruk.
Misalnya, penipuan dan pencurian akun. Kalau tidak bisa mengamankan akun media sosial, bisa jadi orang-orang yang tidak bertanggung jawab akan mencuri dan nantinya bisa juga digunakan untuk menipu akun lainnya," katanya.