Namun dalam konteks kehidupan yang heterogen, seyogyanya hikmah isra mi'raj terimplementasikan juga dalam ruang kehidupan, dan dimensi yang lebih luas, misalnya dimensi wakaf untuk kesejahteraan dan kemartabatan umat.
Dalam konteks membangun pondasi kehidupan ekonomi umat, maka peristiwa isra mi'raj sangat tepat jika dikorelasikan dengan aktivitas wakaf di tengah masyarakat.
Dalam rangka terus mengisra'kan (memperjalankan) wakaf agar bergulir di tengah-tengah umat, serta memi'rajkannya menuju tingkatan kesadaran yang tinggi akan wakaf, maka memaknai kembali peristiwa ini dalam konteks wakaf menjadi ijtihad yang patut diterima di khalayak luas.
Apalagi dengan banyak digulirkan program wakaf produktif, dari upaya dan kerja keras sungguh-sungguh untuk memajukan dan meningkatkan capaian wakaf Jama'ah Jum’at yang dimuliakan Allah SWT.
Wakaf perspektif fiqih mengacu kepada proses pemindahan kepemilikan, dari yang bersifat individual menjadi bersifat sosial, dari kepentingan personal menjadi kepentingan komunal.
Seorang yang berwakaf berarti menyadari bahwa kepemilikan sejati atas hartanya adalah Allah SWT, sehingga ia siap mengembalikan itu kepada umat, yang pulangan kebaikannya adalah untuk diri wakif, keluarga, kerabat, bahkan
masyarakat dan umat yang lebih luas.
Bukankah Rasulullah saw mengingatkan tentang hakikat harta dalam sabdanya,
“Hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang,
yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan.” (HR. Muslim)
Al-Ahnaf bin Qois yang lebih dikenal dengan Adh Dhohak, dikisahkan bahwa beliau melihat dirham di genggaman tangan seseorang.
Lantas Al Ahnaf bertanya, “Dirham ini milik siapa?” “Milik saya”, jawabnya.
Al Ahnaf berkata, “Harta tersebut jadi milikmu jika engkau menginfakkannya untuk mengharap pahala atau dalam rangka bersyukur.” Kemudian Al Ahnaf berkata seperti perkataan penyair
'Engkau akan menjadi budak harta jika engkau menahan harta tersebut', Hadirin Rahimakumullah.
Secara filosofis dan nilai, wakaf merupakan satu-satunya jenis ibadah harta yang bersifat keabadian, baik barang atau harta benda wakaf, maupun nilai manfaat dan pahala yang terus mengalir tanpa akhir.
Wakaf itu tidak akan pernah berakhir, karena sifat kesinambungan dan keabadiannya.